Iris mendengus cemberut dan menghapus air matanya. “Penghiburan macam apa itu? Kamu sangat tidak romantis.”“Aku serius, hatiku sangat sakit melihat tangisanmu, sayang,” balas Aiden membuat ekspresi kesakitan sambil meraba dadanya seperti orang yang sekarat. Namun raut wajahnya justru terlihat menggelikan. Dia tidak bisa berakting dengan wajah datar itu.“Maksudnya, itu tidak cocok denganmu. Kamu terlihat seperti orang sekarat.”“Hatiku benar-benar sekarat melihatmu menangis.” Aiden membuat ekspresi benar-benar sekarat saat memegang dadanya.Iris tersenyum geli memukul pundaknya.“Oh, hentikan kamu terlihat menggelikan. Dari siapa kamu belajar cara aneh itu. Itu garing tahu, dan tidak cocok denganmu.”Aiden tersenyum masam. “Saya sedang mencoba romantis.”Dia kemudian tersenyum lembut mengusap pipi Iris. “Kamu sudah merasa lebih baik?”Iris mengangguk sambil tersenyum tipis.“Omong-omong mengapa kamu tidak mengatakan akan ada pesta di kediaman Ridley.”Wajah Aiden terlihat kaku sewakt
Iris menarik kerah tuxedonya dengan ekspresi mengancam.“Ah, seseorang yang aku kenal. Kupikir kamu kenal karena kalian terlihat mirip. Saat melihatmu tadi aku tiba-tiba mengingat Letizia Hadid.”“Benarkah?” Iris meraba wajahnya. “Siapa Letizia Hadid?”“Dia hanya model yang kusukai. Aku penggemarnya karena aku suka gaya busananya. Tunggu sebentar aku akan memperlihatkan akun media sosialnya padamu. Kamu mengingatkan aku padanya,” Mega kemudian mengambil ponselnya sebelum menunjukkan pada Iris akun media sosial Letizia Hadid.“Ini dia, benar-benar mirip denganmu, kan?” ujarnya menunjukkan foto-foto seorang wanita cantik yang mirip Iris.Iris terkejut melihat kemiripan wajah wanita itu dengannya. “Memang mirip.”“Benarkan kubilang. Awalnya kupikir kalian kalian bersaudara dan aku ingin minta tanda tangannya,” kikik Megan.Iris tersenyum mengembalikan ponselnya. “Mungkin mitos kita punya tujuh kembaran di dunia benar adanya."Megan mengangguk. “Tapi aku sangat menyayangkan karir Letizia.
Pesta pendirian RDY Group oleh keluarga Ridley diadakan dengan sangat meriah. Banyak tamu dari berbagai keluarga bergengsi hadir menyapa Esme dan Aiden dengan kata-kata menyanjung.Aiden menggoyang-goyangkan gelas wine di tangannya saat seorang pria paruh baya mendekat dengan istrinya.“Tuan Ridley, bagaimana kabarmu?” Dia mengulurkan tangannya pada Aiden dengan senyum lebar di wajahnya.Aiden mendongak dan tersenyum sopan menyambut uluran tangannya. “Tuan Steven, kabarku baik. Bagaimana denganmu?”Tuan Steven tersenyum lebar.“Baik kurasa. Pesta RDY Group semakin menakjubkan setiap tahun,” ujarnya memuji memandang aula pesta di kediaman keluarga Ridley.“Tapi tidakkah kamu berpikir Nyonya Ridley terlalu boros? Pesta kali ini sangat besar daripada tahun lalu. Ini sudah seperti pesta perdana menteri. Istri perdana menteri, kakak perempuanku akan merasa tidak enak jika seandainya dia undang,” ujar wanita di sebelah Tuan Steven dengan nada menyindir.Aiden tersenyum datar dan membalas a
Esme membuka mulut, dan membalas dengan suara lembut. “Aku tahu kamu marah karena istri Tuan Steven menghinaku dan Iris. Aku tahu kamu anak yang baik dan peduli padaku karena sudah sudah membesarkanmu selama—““Aku tidak peduli orang lain memanggilmu mantan wanita panggilan atau sebutan pelacur sekalipun,” potong Aiden kasar. “Tapi aku tidak akan mentoleri siapa pun menghina istriku.”Wajah Esme menegang, tangannya mengepal mendengar kata-kata kasar Aiden diucapkan cukup keras hingga membuat para tamu di sekitar memandangnya.“Aiden Ridley, jangan membuat masalah di sini. Ini pesta pendirian RDY Group, jangan mempermalukan keluarga Ridley. Esme tetaplah ibumu yang sudah membesarkanmu selama lima belas tahun, kamu harus menghormatinya.” tegur Kakek Bily.“Tuan Tua, jangan marah, itu tidak baik untuk kesehatanmu. Aku yakin Aiden hanya marah sesaat karena istri Tuan Steven sudah menghina istrinya,” bisik Esme lembut menenangkan Kakek Billy.Kakek Billy menenangkan dirinya tapi masih mena
Iris menutup laptop dan meregangkan tubuhnya yang pegal setelah tiga jam duduk di depan laptop. Dia melirik jam di dinding yang sudah menunjukkan pukul 11 malam. “Cepat sekali,” gumam Iris mengusap dan berdiri dari kursinya. Dia melirik ponselnya di atas meja kerja. Iris cemberut melihat tidak ada tanda dia menerima pesan atau panggilan dari Aiden. “Bukankah dia bilang akan pulang jam 10? Tapi ini sudah jam 11 malam.” Iris menghembuskan napas mengambil ponselnya dan keluar dari ruang kerjanya. Ketika melewati kamar Dimitri, Iris membuka pintu kamar putranya dan masuk ke dalam kamar untuk melihat putranya sudah tidur pulas. Iris tersenyum mengusap wajah polos putranya yang tertidur nyenyak dan menaikkan selimut untuk menutupi tubuh kecil Dimitri. dia membungkuk mencium keningnya sebelum berbalik meninggalkan kamar Dimitri. Tiba-tiba ponsel di tangannya bergetar. Iris mengangkat ponselnya dan melihat sebuah notice masuk di aplikasi chat. Tidak ada pesan teks, hanya beberapa lampir
“Daddy, daddy, daddy bangun!”Aiden tersentak bangun merasakan rasa sakit di perutnya. Dia terbangun memelototi Dimitri yang duduk di perutnya. Anak itu menyengir lebar melihat Aiden akhirnya bangun.“Dimitri ....” Aiden mengerang mengusap matanya mencoba bangun. Rasa sakit seketika menyerang kepalanya seperti di pukul palu gondam.Aiden kembali berbaring di sofa sambil memejamkan matanya dengan ekspresi kesakitan.“Daddy bangun! Ini sudah siang!” Dimitri menghentakkan pantat kecilnya di perut Aiden.Aiden melenguh kesakitan dan menahan Dimitri sambil memelototi putranya. “Dimi jangan ganggu Daddy. Daddy sakit kepala.”“Mommy suruh aku bangunkan daddy! Jika Daddy tidak bangun, Mommy akan siram daddy dengan air ember! Cepat bangun daddy atau Mommy akan siram dengan air!” Suara Dimitri seperti kecauan burung, manis sekaligus mengganggu Aiden yang merasakan kepalanya akan pecah.Dia bangun dengan perlahan dan menurunkan Dimitri dari tubuhnya. Sambil memegang kepalanya memandang ke sekel
Peter terkejut. “Presdir, kamu ingin memberikan saham Nyonya Anna pada Nyonya Muda?” “Ya. Aku tidak membutuhkan saham ibuku.” Aiden melirik jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul empat sore. “Apa jadwalku sore ini?” “Tidak ada Tuan. Ini sudah jam pulang karyawan. Apa Anda akan lembur malam ini?” Aiden berdiri dari kursinya dan mengambil ponselnya. “Tidak perlu lembur malam ini, aku akan pulang. Kamu dan Royid sudah bekerja keras. Aku akan menambah bonus kalian.” Peter mendesah lega dan menahan dirinya agar tidak tersenyum lebar. “Baik Tuan. Kalau begitu aku permisi.” Dia hendak berbalik meninggalkan kantor Aiden ketika bosnya tiba-tiba memanggilnya. “Peter.” Peter dengan cepat berbalik menghadap bosnya. “Ya, ada apa Tuan?” Aiden menatapnya dengan pandangan menyipit. “Apa kamu mengatakan sesuatu yang salah pada istriku tadi malam? Pagi ini sikap Iris berubah dan aku dibiarkan tidur di sofa semalaman. Apa yang sudah kamu katakan pada istriku saat mengantarku pulang tadi mala
“Kamu minta maaf untuk apa?”Aiden tersenyum meremas pundaknya.“Maaf aku pulang terlambat kemarin. Banyak yang terjadi di pesta dan aku banyak minum. Jangan marah lagi, hm,” bisiknya lembut mencium sepanjang leher Iris naik ke rahang dan mencium sudut bibirnya.Iris menoleh ke samping menghindari bibir Aiden dan menatapnya tanpa ekspresi melalui cermin. “Hanya itu?”Aiden menatapnya bingung sebelum kemudian mengangguk. Dia kemudian mengambil kotak perhiasan di atas meja rias dan menunjukkan sebuah kalung di depan Iris.“Aku tidak tahu apa yang kamu suka, kuharap kamu menyukai hadiah dariku,” ujarnya mengenakan kalung itu di leher Iris.Namun Iris menahan tangannya dan mendorong kalung itu dari lehernya. Dia berkata dengan dingin. “Aku sudah memiliki model kalung ini.”“Ah, maaf aku tidak tahu. Lalu apa yang kamu suka? Aku akan membelinya besok.”Iris hanya menatapnya datar lalu berdiri. “Tidak perlu. Aku tidak membutuhkannya.”Dia mengabaikan Aiden dan berjalan menuju ke tempat ti