Share

Bab 6

Wangi shampoo menguar begitu Luna keluar dari kamar mandi. Rambut basahnya yang terbungkus handuk dengan wajah yang masih terlihat basah karena tetesan air, ditambah bi birnya yang begitu ranum merekah, membuat desiran di dada bahkan sesuatu di bawah juga ikut berdenyut.

Mataku menjelajah, membayangkan semua bagian tubuhnya di balik kimono merah yang dipakainya. Namun, begitu membayangkan bagaimana kuatnya Luna memb4nting pencopet waktu itu, seketika membuatku menelan ludah.

Ini adalah malam pertama kami setelah tadi siang mengucapkan ijab kabul. Aku masih duduk di kursi berpura-pura memainkan ponsel sambil melirik dan mencuri pandang ke arahnya, memperhatikan apa yang sedang dilakukannya sekarang.

Ia menarik handuk kecil yang membungkus rambutnya lalu menggosokkan dengan tujuan untuk mengeringkan sisa air yang masih ada di sana. Tak lama, ia lalu melangkah menuju ke sebelah lemari, mengeluarkan sebuah koper dan menarik resletingnya, mengeluarkan sebuah setelan piyama bercorak hijau floral dari sana, lalu kembali berbalik menuju kamar mandi.

Melihat piyama yang dikenakannya, bibirku kini mengerucut. Tak seindah dan semudah perkiraanku. Kenyataan yang sangat jauh dari ekspektasi cerita para teman teman ku yang menikmati keindahan tubuh istri mereka dalam balutan lingerie seksi, karena yang kudapatkan malam ini ... Ah, sudahlah. Tak perlu kujelaskan, kalian sudah tahu sendiri. Jadi jangan mengejek 'senjataku' ini tidak tajam.

Aku kecewa.

Memang dasar anak kecil. Tak tahukah dia, jika aku menunggunya datang merayu dengan sebuah lingerie merah yang memperlihatkan bagian-bagian menantang dari tubuhnya. Dad4nya, senyum yang mengg0da, dan juga pah4 mulus yang bisa membuat mataku tak berkedip kala melihatnya?

Harusnya aku tahu jika akan berakhir menyedihkan begini. Percuma saja rasanya dari tadi sibuk sroll mantengin layar ponsel demi berguru dengan Mbah G****e, mencari tahu cara cara untuk melepas kej4ntanan di malam pertama.

Seketika aku merasa sangat bodoh. Mungkin Patrick Star dari Bikini Bottom itu cocok untuk menggambarkan betapa lucunya aku saat ini.

Dan di sinilah kami sekarang, di dalam sebuah kamar hotel. Mama yang mengatur semuanya, bahkan ia ikut mengantarku sampai ke depan pintu kamar ini, memastikan jika diriku berada dan tidur bersama Luna dalam kamar ini.

Kony0l memang, entah apa yang ada dalam pikiran mama saat mengantarkanku tadi kesini, rasanya membuatku begitu kesal dan hanya bisa diam saja seperti anak kecil yang sedang dibujuk dengan sepotong permen.

"Mas, kau tidur disebelah sana saja ya," Ucap Luna lembut, sambil menyusun sebuah guling dan bantal ditengah ranjang king size ini sebagai pembatas. Melihat tindakannya, seketika, membuat mataku melotot. Apa maksudnya? Dikiranya aku kepingin tidur satu ranjang dengan gadis seperti dia!

Dasar anak kecil. Menyebalkan. Beraninya dia memperlakukanku seperti ini, kepada seorang Reshwara yang tampan dan mapan? Tak tahukah dia, jika banyak gadis yang ingin menyerahkan dirinya padaku, bahkan rela mengantri untuk bisa menghabiskan malam dan bercinta denganku?

Gadis ini benar-benar kony0l.

Lagipula, tak ada salahnya juga kan jika memang terjadi sesuatu malam ini, toh kami juga sudah halal. Eh ....

"Dasar sok jual mahal," rutukku kesal dalam hati.

Pikiran jorok mulai memenuhi kepalaku. Tapi, tidak. Masa seorang Reshwara yang memulainya duluan. Apa kata dunia jika tahu seorang pemuda tampan dan mapan yang diimpikan setiap para gadis untuk menjadi suami mereka ini, tiba tiba menghamba dan mencumbu gadis remaja berusia sembilan belas tahun?

Tidak, tidak mungkin hal itu akan kubiarkan terjadi. Bisa dianggap Om-om beneran aku.

"Iya! aku akan tidur di sana. Lagipula jangan berharap kita akan melakukan ritual m4lam pertama. Karena aku tidak tertarik melakukannya padamu," ucapku sombong sambil beranjak naik ke atas kasur lalu menarik selimut dan merebahkan diri.

"Satu hal lagi, jangan manja. Aku tak suka dengan gadis manja," lanjutku ketus. Sengaja kukatakan hal itu agar ia tak merengek-rengek tak jelas karena nantinya akan membuang-buang waktuku saja, jika harus meladeni gadis bo-d0h yang kekanak-kanakan.

Ia diam, matanya terpejam lalu membalikkan badannya membelakangiku. Kini yang terlihat hanyalah punggungnya saja. Membuatku jengah.

Tuhan, apa yang sedang kulakukan sekarang. Menikahi seorang gadis tapi tidur saling membelakangi seperti ini. Ah, aku nampak seperti orang b0-doh saja.

****

Ketukan pintu yang berulang kali terdengar, sungguh merusak pagiku. Tak tahukah jika semalam aku sangat kecewa. Malam pertama yang memilukan tanpa terjadi sesuatu apapun diantara kami, mataku juga tak bisa tidur hingga jam tiga pagi, karena gaya tidur Luna yang bergerilya dan tidak bisa diam, membuatku serasa ingin mendengar lagu "kumenangis" milik Rossa.

Ranjang ini menjadi saksi, bagaimana mengenaskannya nasibku semalam. Aku tak menyangka, gadis yang tampak lemah gemulai ini, memiliki posisi tidur yang tidak biasa. Berulang kali, kakinya menendang bahkan berputar menyentuh wajah tampanku. Sungguh, membuatku tak bisa memejamkan mata walau sejenak.

Kulirik jam di dinding kamar ini. Sudah hampir pukul tujuh pagi. Ini masih terlalu pagi untuk bangun dan sungguh, ketukan pintu itu merusak suasana hatiku pagi ini.

Heran, mengapa selalu ada saja yang selalu ingin menganggu ketenanganku?

Bunyi ketukan di pintu tak berhenti, membuat telingaku semakin terganggu, dengan terpaksa dan bibir yang menggerutu panjang, aku melempar selimut dan bangkit dari ranjang.

"Berisik!" Teriakku keras.

Dengan menyeret langkah, aku membuka pintu kamar ini, tampak di sana wajah mama dan Rania yang menyembul dari balik pintu, sambil memamerkan senyum manis mereka, entah mengapa membuatku jengah.

"Berisik, ganggu orang tidur saja," Protesku pada mereka berdua.

Mama mengabaikan ucapan ku, tanpa di suruh, mereka berdua langsung masuk ke kamar. Sungguh mengherankan, bahkan di hari pertama setelah menikah, aku masih tidak memiliki privasi atas diriku sendiri.

Reshwara, hidupmu benar benar menyedihkan. Di kantor kau begitu berwibawa dan berkuasa, semua orang tunduk akan perintahmu dan melakukan semua keinginanmu. Lalu, apa yang terjadi sekarang?

"Mana Luna?" Mama mendelik padaku. Membuyarkan lamunanku.

"Jangan-jangan kau memarahinya lalu mengusir dia dari sini, jadinya ia kabur karena makan hati karena ucapanmu," tuding Raina asal.

"Apa benar begitu, Rei?" Mama ikut menimpali.

"Apaan sih!" Aku membela diri.

Sial, sebenarnya apa yang diinginkan mama dan Raina, pagi pagi mencari dan merusak pagiku? Sudah tidurku terganggu semalam, ditambah menuduhku macam macam. Tak tahukah mereka jika aku adalah korban di sini? Korban keganasan dari menantunya dengan gaya tidur yang aneh itu?

Menyedihkan sekali nasibmu, Reshwara. Bahkan ketampanan yang selalu kubanggakan selama ini, tidak mampu meyakinkan Luna untuk menyerahkan diri di malam pertama pernikahan kami.

Eh ... tapi, ada di mana gadis kecil itu? Aku juga belum melihat keberadaannya sejak tadi. Apa benar kata Raina, ia kabur? Jika iya, bisa gawat. Seketika, wajah sangar papa memenuhi rongga kepalaku.

"Rei, mana Luna?" Pertanyaan mama, membuatku semakin salah tingkah.

"Emm ... anu, dia ... Luna ...?" Ah, bagaimana mengatakannya, aku juga tidak tahu di mana dia. Apa gadis itu sedang ingin mempermainkanku?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status