indah menoleh ke arah Yumna, merasa Fikri tiba-tiba saja menurunkan tangannya. Ia mencebik kesal, ternyata karena Yumna. Padahal ia tengah menikmati sentuhan lembut suaminya. "Kenapasih Mas, kamu kalau ada Mba Yumna selalu begitu, bagaimana juga aku kan istri kamu?" protes Indah akhirnya, sebab ia merasa kesal kegiatan romantis nya selalu terganggu bila ada Yumna, berbeda lagi saat di kamar, ia juga harus lebih aktif untuk menggoda Fikri terlebih dahulu, baru ia mau menyentuh nya."Bagaimana juga, aku harus menjaga perasaan istri ku. Saat aku bersama Yumna aku harus menjaga perasaan mu agar tidak bermesraan di depan mu, begitu pun sebaliknya. Aku hanya berusaha tidak menzolimi kalian," jujur Fikri bukan orang yang paham agama, tapi dia berusaha adil walaupun tak akan mudah. "Ya sama ngerti ajalah, kan sudah ada jatahnya masing-masing juga Mas," Indah masih tidak paham juga, sama saja mereka tidak ada yang paham tentang poligami,di fikiran mereka yang penting di beri nafkah dan berba
"Apa kamu tidak bisa menceraikan aku saja?" Deg! Fikri mengangkat kepalanya menatap Yumna, tak percaya.Bibirnya bergetar bersamaan dengan air matanya yang menetes, kepalanya menggeleng dengan tatapan kosong seolah tenggelam dalam lautan badai. Dadanya sesak, berat seperti dihimpit batu besar, sementara pikiran penuh dengan kenangan manis bersama istri yang pertama."Tolong ampuni aku, bertahan lah aku tidak akan mampu menjalani ini semua tanpa kamu," suara nya terbata sebab sesak yang menghantam dada, tapi Yumna dapat mengerti apa yang di katakan."Jangan egois memikirkan perasaan mu sendiri Mas. Akupun berhak bahagia dengan pilihan ku, aku sama sekali tidak bahagia di pernikahan ini,""Kita bisa urus sama-sama anak Indah, dia juga anak kamu. Pasti kamu akan merasakan bagaimana saat ada tangis bayi di rumah ini,"Plak!tubuhnya gemetar antara marah dan hancur. Kata-kata itu menghantamnya, seperti hujan duri yang menusuk-nusuk relung jantung. Tangannya, tanpa ia sadari, terangkat ti
Merasa ada sesuatu yang bergerak lembut di perut nya Yumna menggeliat bangun dari tidurnya. Dengan cepat ia menyingkirkan tangan Fikri. "Kamu ngapain Mas?" tanya nya panikFikri memerhatikan raut wajah Yumna, yang terkesan berlebihan panik "Ada apa? Mas hanya senang mengusap perut kamu?" jawabnya tersenyum "perut kam...," Yumna memotong ucapannya."Aku tidak hamil, jangan berfikiran terlalu jauh," ucapnya tegas, ada perasaan cemas takut akan kehamilan nya di ketahui.Fikri menaikkan kedua alisnya, menghasilkan kerutan di keningnya "Mas ingin tidur di sini," ucapnya lagi, dan merebahkan tubuhnya Yumna tak menjawab, karena bagaimana juga dia tidak bisa mengusir suaminya lagi, memang ini waktunya dia bersama. Tapi jujur saat ini ia semakin resah dan tak tenang, ketakutan akan kehamilan nya di ketahui. Ia sedang berusaha pergi dari rumah ini sehingga ia membutuhkan talak dan Fikri melepaskan nya, tapi dia belum mendapatkan itu. Sebab jika ia kabur dan pergi sendiri, tentu Fikri dan kelua
Mendengar ucapan penjual, Yumna berusaha menormalkan perasaan mualnya. Dia tidak ingin Fikri berfikir sama juga seperti penjual. "Yang satu gak usah pakai melon aja Mang," ucapnya kemudian "Siap neng," "Kamu baik-baik saja?" Fikri memerhatikan wajah Yumna yang sedikit merah mungkin karena habis muntah. Tapi kalau di perhatikan seperti sedikit pucat juga."Gak papa Mas," berusaha membuang muka, agar tidak terlalu di perhatikan oleh Fikri. Bahkan dia memegang erat cardigan yang dia pakai, untuk menutupi perut nya yang sedikit mulai membuncit."Kamu sedikit pucat, kita ke dokter saja yuk. Siapa tau kamu benar lagi hamil, dan lagi nyidam," kekeh Fikri, mengarahkan tangannya ke perut Yumna, berniat untuk mengusapnya. Tapi baru menempelkan telapak tangannya, Yumna sudah mengibaskan nya. "Kamu mau ngapain sih Mas!""Kamu yang kenapa? Mas cuma mau sentuh perut kamu aja,""Ih gak usah aku geli,"Fikri tersenyum "ya sudah, Mas cuma berharap siapa tahu kamu beneran hamil, mas pasti sangat se
Setelah selesai berbicara dengan seseorang melalui ponsel nya, Indah mematikan ponselnya dan meletakkan kembali di atas nakas. Ia berbalik akan kembali ke meja makan. Namun ia terperanjat melihat sudah ada Fikri disana. 'apa dia mendengar semua ucapan ku?' batin nya gugup, di tatap secara intens oleh Fikri."M..mas Fikri, sejak kapan di situ?" tanyanya ragu-ragu, sebab rasa takut jika Fikri mendengar obrolan nya dengan seseorang tadi."Baru saja. Ayo makanan sudah siap," ajak Fikri berbalik badan dan keluar duluan dari kamar itu.Indah membuang nafas lega, sebab yakin Fikri tidak mendengar obrolannya tadi.Fikri sudah duduk di tengah meja makan, di sebelah kirinya ada Salma. Indah datang hendak menarik kursi sebelah kanan Fikri."Itu kursi Yumna," ucapnya sebelum Indah mendaratkan bokongnya."Apa aku tidak boleh duduk di sini?' tanyanya tak terima, akan teguran itu."Tidak. duduk di sebelahnya, tetap hargai Yumna sebagai madumu," tegas Fikri"Tinggal duduk saja bikin masalah si Fik,
"Dimana ya? Kok gak ada, aku yakin menyimpan nya di sini," Yumna tengah panik mencari tes kehamilan yang saat itu ia simpan di dalam laci. Kali ini waktunya dia bersama Fikri, dia tidak ingin benda itu di ketahui oleh suaminya. Tapi dia kehilangan mencari benda itu di entah dimana, semoga tidak ada yang menemukan."Cari apa sayang?" tiba-tiba saja Fikri datang dan memeluknya dari belakang. Tangannya terulur ke depan perut Yumna dan mengusap nya dengan lembut. Yumna berusaha melepaskan diri, namun Fikri mengunci nya dan tidak bisa bergerak."Lepaskan Mas," Yumna berusaha melepaskan tangan Fikri yang melingkar di atas perutnya. Hatinya berdebar setiap kali tangan lelaki yang dia cintai itu menyentuh perutnya. "Sebentar saja," bisik Fikri memejamkan mata dan menghirup wangi rambut Yumna, dia juga mendaratkan kecupan di bahu sang istri. Perasaan Yumna sangat nyaman tapi bayangan saat Fikri melakukan hal manis seperti ini pada wanita lain membuat hatinya teriris. Sehingga dia memejamkan
Yumna masih mematung memikirkan tentang rencananya apakah ini kesempatan untuk benar-benar pergi dari kehidupan Fikri atau dia harus mencari cara lain lagi. Dilematis dia ingin pergi tapi perasaan tidak terima akan fitnah dari Indah tidak bisa dia terima. Mungkin karena masih ada rasa cinta yang begitu besar untuk Fikri, sehingga dia tidak mau terlihat buruk di mata suami nya. "Apa yang kamu fikirkan?" Fikri mengguncang pelan tubuh Yumna yang mematung. "Kamu ini mikirin apalagi sih Fik! udah tau istri kamu di sakiti masih saja gak bisa tegas. Lebih baik kamu ceraikan saja dia, apa kamu gak takut dia bakalan macam-macam sama anak kamu!" Indah masih menangis tersedu-sedu di pelukan Salma. "Yumna. Jelaskan apa benar kamu menampar Indah?" Fikri kembali mengulan pertanyaan itu, dia ingin tahu kebenarannya."Iya benar. Silahkan kamu talak aku," Yumna menatap penuh wajah Fikri, perasaan sakit hati kini muncul kembali. "Indah pergilah ke kamarmu. Aku harus bicara berdua dengan Yumna," uca
Dengan sepeda motor Yumna di antar oleh Fikri ke rumah orang tuanya. Selama di perjalanan tidak ada sama sekali percakapan antara mereka berdua. Fikri cukup santai dalam mengendarai kuda besinya. Seolah tahu bahwa Yumna sedang sangat hati-hati dengan kadungannya.“Mau beli sesuatu dahulu tidak?” tawar Fikri memecah keheningan“Tidak,” jawab YumnaSekitar 15 menit mereka sampai di kediaman orang tua Yumna, memang jarak rumah mereka tidak begitu jauh hanya berbeda kampung dan masih satu daerah.“Tumben kamu dating Yum, bawa koper mau nginep lama emang?” tanya sang kakak yang menyambutnya“Iya, mau nginep bolehkan?”“Ya boleh, asal jangan lama-lama aja,” jawab sang kakak perempuan, terdengar tidak suka.Yumna hanya mengelengkan pelan kepalanya dalam hatinya meringis, rasanya tidak ada satupun orang yang menyukainya, entah apa salahnya “ Mama mana kak?” tanyanya tak mau menanggapi ucapan sang kakak yang kurang enak di dengar telinga.“Ada di dapur,” jawabnya langsung pergi, bahkan Fikri p
“Mas,” Yumna memanggil suaminya yang tengah terlelap di sampingnya. Dia menggoyang tubuh Fikri dengan pelan, sambil merasakan mulas di perutnya. “Kenapa sayang?” dia bangun mengucek kedua matanya yang terasa lengket sebab masih jam dua pagi.Yumna mendesis merasakan sakit yang kadang hilang kadang tibul di perutnya “sepertinya dia mau keluar,” ucapnya masih bisa tersenyum walau menahan sakit.“Apa!!” Fikri memekik panik “Mana yang sakit sayang, gimana ini kita harus gimana,” Fikri panik bukan main. Yumna yang melihat kepanikan suaminya menggelang dan membuang nafas.“Mas. Kamu tenang dulu jangan panik gitu dong,” kesalnya. Pasalnya dia yang kesakitan tapi suaminya berlebihan panik sehingga tidak bisa melakukan apapun.“Maaf aku bingung, dan panik sayang,” jawab Fikri tergesah bahkan dahinya berkeringat“Tenang. Ambil tas perlengkapan bayi yang sudah aku siapkan,” Fikri mendengarkan araah Yumna, padalah dia tengah kesakitan tapi dia masih bisa menahannya “terus kamu pesan taksi di apl
Salma juga korban akan keegoisan mertuanya dia menikah dengan Hendra, namun dua tahun pernikahannya belum di karuniai anak juga.Mertuanya menganggap dia mandul dan memaksa Hendra untuk menikah lagi tapi Salma tak terima dan memilih bercerai dan pergi dari Hendra.Akhirnya Hendra menikah lagi dengan pilihan orang tuanya satu tahun pernikahan istrinya juga belum hamil. Salma yang mengetahui itu senang ingin membalas perlakuan mantan suami dan mantan mertuanya dengan menyombongkan diri dan memberitahu Hendra dan orang tuanya bahwa saat mereka bercerai dia tengah hamil.Hendra sangat senang dan ingin kembali namun karena terlanjur kecewa Salma tak mau dan kembali pergi entah kemana. Bertahun-tahun menikah tak juga memiliki anak dari istri keduanya. Dia juga tidak tahan dengan cemohan mertuanya dan memilih berpisah. Hendra kembali bertemu dengan seorang wanita yang sudah bercerai dengan suaminya tetapi memiliki seorang anak yang sudah berusia 10 tahun.Karena putus asa tak juga memiliki
Fikri memejamkan mata mengucap syukur, menatap mata sayu istrinya yang masih lemah. Bahkan Yumna belum mampun berucap apapun semenjak bertemu dengan suaminya.Dia merasa lega yang tak terkira. Beban yang sangat berat telah diangkat dari bahu dan hatinya. Perasaan takut dan cemas yang telah menghantui dia selama berjam-jam akhirnya mulai memudar.Dia merasa seperti telah diberi kesempatan kedua untuk hidup dan merasakan kebahagiaan bersama suaminya. Dia merasa sangat berterima kasih kepada suaminya yang telah berjuang keras untuk menemukannya.Suaminya telah melakukan hal yang tidak mungkin untuk menyelamatkannya, dan dia tidak akan pernah bisa membalas semua yang telah suaminya lakukan untuknya. Terlihat lega dan bahagia, dengan senyum yang lebar dan mata yang berkilauan.Merasa seperti ingin menangis karena kebahagiaan dan kelegaan yang dia rasakan. Dia membuka pelukannya dan merangkul suaminya erat, seperti tidak ingin melepaskannya lagi.“Indah,” lirihnyaSstt…“Mas sudah tahu, maa
Dia mundur perlahan menggelengkan kepala pelan, membuka pintu perlahan dan lari dari sana. Setelah lama berlari dia sangat kelelahan dia terjatuh ke tanah dengan perutnya yang membesar, membuatnya sulit bernapas.Rambutnya yang panjang dan hitam terurai di sekitar wajahnya, menutupi mata coklat tuanya yang terlihat takut. Baju hamilnya yang longgar dan nyaman kini terlipat dan kusut, menampilkan perutnya yang membesar.Dia melihat ke atas, langit yang mulai redup dia harus bisa keluar dari dalam hutan ini sebelum malam tiba dan gelap. Dia merasa sakit di perutnya karena jatuh, dan khawatir tentang keselamatannya dan bayinya.Dia sangat lelah dan sudah tak kuat lagi untuk berjalan sebab sudah terlalu jauh dari posisi dimana gubuk berada, rasanya percuma dia kabur jika akan mati juga hanya dengan cara yang berbeda.“Mas Fikri,” lirih Yumna meringis menyandarkan tubuhnya di sebuah pohonSementara Galang yang menyadari Yumna kabur, kalang kabut mencarinya membangunkan anak buahnya dengan
Dia memegang gagang pintu namun terbuka dengan sendirinya padahal dia tidak menekan atau mendorong pintu tersebut, mungkin karena memang pintunya yang tidak di kunci sehingga tersenggolnya saja mudah terbuka.Dia sempat kaget karena pintu terbuka dengan sendirinya, saling pandang pada Erlan, seolah berbicara melalaui matanya. Kepalanya menoleh ke arah dalam dan melihat sedikit dari celah pintu yang terbuka terlihat barang yang berserakan di lantai. Matanya membulat penuh dan membuka pintu itu semakin lebar.Ruangan itu sudah sangat berantakan dengan banyak barang yang berserakan di lantai juga kursi dan meja yang sudah terbalik tak pada posisinya. Perasaannya semakin tak enak, tubuhnya hampir saja luruh ke lantai beruntung Erlan menahan dan menyadarkan Fikri untuk kuat. Dia tak kuat untuk melangkah sebab tak siap untuk sesuatu yang akan dia lihat atau temukan.“Sadar dan kuatlah Fik,” Erlan mengguncang tubuh Fikri yang menatap kosong kedepan “ Percayalan kita belum terlambat menyelam
“Kamu wanita iblis Indah,” umpat Salma saat melihat Indah yang baru saja masuk ke rumahnyaIndah yang mendengar umpatan itu, mengernyitkan kening tak mengerti“Apa maksud Ibu?” tanyanya menatap tajam ke arah Salma“Jangan pura-pura bodoh aku sudah tau rencana licikmu. Tunggu saja Fikri akan segera menyeretmu ke penjara,” Emosi Salma melup-luap tak terima merasa di curangi dan di khianati selama ini oleh wanita yang sangat dia percayai.“Jadi kalian sudah tahu semuanya,” Indah tersenyum dengan seringai iblis di bibirnya “Ini semua juga gara-gara kalian, jika saja Hendra lelaki tua itu tidak berniat mencari anak kandungnya, maka kecelakaan itu tidak akan terjadi dan ibuku masih hidup sampai sekarang!” pekik Indah menatap marah kearah Salma.Selain karena harta, dia juga melakukan semua itu demi membalas dendam ibunya yang meninggal karena kecelakaan. Ibunya menikah dengan Hendra Ayah kandung Fikri dari Salma mantan istrinya. Ibunya tidak terima saat tahu Hendra berniat mencari anak kand
“Memangnya Pak Hendra itu sering membagikan hasil panen buah mangga miliknya ya Bi?” tanya Yumna pada Bi Sarti, sambil menunggu Bi Sarti yang tengah mengupaskan mangga untuknya.“Biasanya sih jika ada warga yang datang kerumahnya dan meminta, beliau akan dengan senang hati memberinya, banyak juga warga sini yang datang untuk meminta buah mangga miliknya, karena memang setiap berbuah sangat lebat. Tapi memang belum pernah sih, beliau langsung memberikan apalagi sampai mengantarkan kerumah-rumah,” terang Bi Sarti “Berarti baru saya saja yang di beri langsung seperti ini Bi?” Yumna merasa penasaran akan sikap Pak Hendra kepadanya.“Iya sih, sepertinya Non. Mungkin beliau hanya merasa Non Yumna sudah di anggap seperti anaknya, apalagi sedang hamil makanya beliau memberikan pada Non Yumna." “Iya mungkin,” Yumna memakan potongan buah mangga yang baru selesai di kupas oleh Bi Sarti.“Beliau itu juragan di sini Non, orangnya baik,” Bi Sarti kembali menceritakan tentang Pak Hendra“Itu kebun
“Maaf kan aku, aku hanya terlalu lelah,” bujuk fikri menemui Indah di kamar yang tengah diam memunggunginya. Indah bangun dan memeluk Fikri“Aku tahu Mas kamu sibuk mencari Mba Yumna, tapi kamu juga harus ingat kalau aku juga istri kamu yang juga butuh kamu apalagi aku sedang hamil,” keluh Indah menyandarkan kepalanya di dada Fikri.“Iya. Aku akan berusaha lebih perhatian padamu,”“Terimaskaih Mas,” balas Indah tersenyum “Apa belum ada tanda-tanda di mana keberadan Mba Yumna Mas ?”“Balum.”“Sebenarnya aku ingin jujur padamu Mas, tapi aku takut kamu tidak percaya jika aku mengatakannya.”“Apa itu?” tanya Fikri penasaran, dia sebenarnya tidak betah lama-lama berada satu kamar dengan Indah setelah tahu perselingkuhannya.“Sebenarnya…..” Indah menggangtung ucapannya membuat Fikri penasaran “ Aku pernah lihat Mba Yumna dengan laki-laki lain, tapi aku berusaha berfikir positif walaupun menurut aku cukup berlebihan untuk seorang yang bukan siapa-siapa,” Indah sangat hati-hati saat mengataka
“Tolong beritahu terus jika terjadi sesuatu,” tutupnya mengakhiri penggilan teleponnya. Setelah mengakhiri panggilan tersebut sejenak Mama Yumna meliik ke arah Fikri yang baru saja selesai makan.Di wajahnya masih ada sedikit kecemasan namun juga bercampur dengan kebimbangan dan keresahan. Fikri yang sadar sedang di tatap mertuanya, memberanikan diri mendekat dan bertanya.“Siapa yang menelepon Ma, apa terjadi sesuatu?” Fikri berjalan mendekat dan duduk di sofa seberang mertuanya. Melihat ekspresi mertuanya dia semakin yakin bahwa telah terjadi sesuatuMama Yumna tidak langsung menjawab pertanyaan Fikri, dia diam sejenak lalu menjawab“Tidak ada,” Jawabnya berusaha tersenyum lembut“Mama hanya sedikit lelah ingin istirahat sekarang,” lalu beranjak pergi meninggalkan Fikri dan masuk kedalam kamarnya.Yang menghubungi Mama Yumna tadi adalah Bi Sarti, orang kepercayaan Mama Yumna yang menjaga Yumna di desa itu. Dia memberitahu bahwa saat ini Yumna tengah di bawa ke Ruma Sakit karena peru