"Silakan, Kak ...," Jackson menuangkan secangkir teh ke dalam gelas seorang laki-laki berpakaian jas serba hitam tinggi tegap dengan ditemani beberapa orang wanita serta beberapa pria bertato naga di sekitar lehernya.
"Jadi, apa yang kau inginkan?" tanya pria yang bernama Edison, seorang mafia dan juga pemimpin perusahaan konstruksi di Kota Luo, EC, Company menyunggingkan senyumnya.
"Kakak, bisakah kau membantuku melenyapkan Hendrik Ou Gang?" tanyanya serius.
"Kenapa aku harus meletakkan tanganku pada orang itu?" tanya balik Edison santai.
"Orang tua bangka itu telah mengusirku dari perusahaan karena laporan yang ia terima hingga menyebabkan saham Ou Gang Grup jatuh dan mengalami kerugian!"
"Heh, itu kan salahmu! Kenapa kau limpahkan padaku dan lagipula apa untungnya bagiku?" tanya Edison menyeringai.
"Jika aku berhasil kembali ke Ou gang Grup, aku akan memberikan tanah merah di Kota Chin. Kau tahu aoa maksudku, bukan?" kali ini Jackson yang menyunggingkan senyumnya dan menatap Edison percaya diri.
"Benarkah? Kau tidak sedang menipuku bukan?"
"Mana berani aku menipu Kakak? Aku akan langsung berikan wilayah itu pada Kakak, gratis! Karena aku tahu Kakak sudah sejak lama menginginkannya bukan? Aku bisa mendapatkannya untukmu asal Kakak membantuku, bagaimana?"
Berpikir sejenak, Edison tiba-tiba merangkul Jackson dan mendekatkan wajahnya, "Kau tahu apa yang kusuka darimu? Wajah tampan bagai malaikat namun hati gelap bagai iblis! Itulah yang kusuka darimu, bedebah keparat pintar!" kelakar Edison dengan lebar.
Jackson hanya tersenyum tipis sembari melihat ekspresi puas dari wajah Edison, seorang pria yang ditakuti akan kekejaman dan kebengisannya, tak peduli pria atau wanita, dia tak segan menghabisi lawannya demi kepuasannya membunuh dan ekspansi besar-besaran untuk membangun komplek permukiman elit serta rumah lotus di wilayah tanah merah yang merupakan wilayah sengketa antara Ou Gang Grup dan perusahaan milik saingan EC, Company, GOC, Company.
"Jadi, bagaimana, Kak? Kakak bersedia membantuku bukan?"Jackson menunjukkan kepiawaiannya bermain drama.
"Hmmm, katakan saja apa yang harus anak buahku lakukan?" tanya Edison sambil menunjuk ke arah anak buahnya.
"Mudah saja!"
****
"Selamat jalan, Pak. Hati-hati." Ucap Samanta sambil membungkukkan badannya ketika Hendrik akan masuk ke mobilnya.
"Jalan!" perintah Hendrik pada supirnya.
Hendrik, pria dengan wajah klimis serta rambut yang selalu tercium wangi gel khas laki-laki itu membuka sedikit kaca jendela mobilnya.
"Angin sore hari memang yang oaling menenangkan." Ucapnya sambil memandangi langit yang mulai menjingga.
Ckitttttt!!! Brak!!!
"Apa itu?!" seru Hendrik terkejut.
"S-sepertinya kita baru saja menabrak seseorang, Tuan," ucap sang sopir panik dan gugup.
"Cepat periksa!" perintah Hendrik.
"Baik, Tuan."
Sang sopir akhirnya keluar dan memeriksa suara layaknya tabrakan tadi. Namun ternyata tak ada apa pun di depan mobil yang mereka tumpangi.
"Jangan bergerak atau pisau ini akan langsung menusuk ginjalmu!" anc seorang pria mengenakan topeng yang menutupi seluruh wajahnya.
"Siapa kamu?!"
"Jangan banyak tanya! Suruh bosmu keluar dari mobil!" perintah pria itu membalikkan badannya ke arah Hendrik.
Hendrik melihat sang supir pribadinya terlihat aneh seraya memberi tanda dengan menggerak-gerakkan nola matanya seakan memberi tahu sedang terjadi sesuatu. Dengan sigap, Hendrik langsung mengunci pintu mobilnya dan pindah ke tempat kemudi. Di saat dia akan menyalakan mesin mobilnya, tiba-tiba dari sisi kanannya, kaca mobil mewah miliknya langsung dipecahkan oleh pria bertopeng dengan cukup kencang hingga pecahannya mengenai wajah Hendrik.
"Siapa kalian!?" seru Hendrik sembari melawan pria bertopeng itu dari dalam mobilnya.
"Keluar! Cepat keluar tua bangka keparat!" ucap pria bertopeng itu sambil menarik kerah jas yang dikenakannya.
"Lepaskan Tuanku kalian bedebah jahanam!" Sang supir kemudian berusaha melawan pria yang menahanya, namun sayang tubuh sang pria bertopeng itu lebih besar dan kuat darinya, dan akhirnya sebuah tusukan pisau mengarah tepat di ginjalnya hingga membuat supir pribadi Hendrik menghembuskan napas terakhirnya di tempat kejadian.
Hendrik yang melihat sang supir setianya meninggal sia-sia langsung keluar dari mobil dan menatap kedua pria bertopeng di hadapannya dengan tatapan tajam.
"Siapa kalian? Katakan!" seru Hendrik.
"Angkat tanganmu jika kau masih ingin hidup!" ucap salah satu dari mereka.
"Well ... welll ... well, lihat siapa ini."
Suara bariton dan tepuk tangan terdengar telat di hadapan Hendrik.
"Kau, Edison?" Hendrik terkejut melihat Edison berjalan ke arahnya sambil diapit lima orang pria bertubuh tinggi-tegap.
"Jadi ini ulahmu, hah Edison? Apa yang kau inginkan?" tanya Hendrik masuh dengan kedua tangan terangkat ke atas.
"Kalian ini bagaimana, sih!"
Plak! Plak!
Tamparan cukup keras dan kencang tepat mendarat di pipi kedua pria yang tengah menahan Hendrik.
"Apa kalian tak pernah diajarkan oleh orang tua kalian jika kita harus menghormati orang TUA. Kenapa malah kalian siksa? Dasar bodoh! Tak berguna!" Ucap Edison menampar kembali dua pria itu.
"Anda, baik-baik saja, Tuan Hendrik? Maafkan perilaku anak buah saya." Ucap Edison tersenyum lebar.
Hendrik hanya menatap tajam dan sinis ke arah Edison. "Apa maumu?" tanyanya dengan bariton dalam.
"Apa maksudmu, Tuan Hendrik? Bukankah aku sudah menyelamatkan nyawa Anda? Apakah tak ada ucapan terima kasih atau setidaknya menerima uluran tanganku, Tuan Hendrik?" tanya Edison sedikit memiringkan kepalanya.
"Bedebah keparat kau, Edison! Kau pikir aku akan mengucapkan terima kasih padamu setelah apa yang kau lakukan padaku dan supirku?"
"Supir Anda, Tuan Hendrik?" Edison langsung melirik ke arah sang supir Hendrik tergeletak bersimbah darah.
"Oh, ya ampun! Siapa yang tega melakukan hal ini? Malang sekali nasibnya. Apa kau ... kau ... kau ... atau ... pasti kau yang melakukannya!" tunjuk Edison pada semua anak buahnya.
"Cukup Edison! Hentikan basa-basimu! Aku muak dengan wajah iblismu! Cepat katakan apa maumu!" seru Hendrik sambil berteriak.
Edison yang mulai hilang kesabaran langsung mencekik leher Hendrik dan memojokkan tubuhnya ke mobil miliknya.
"Keparat tua! Dasar tua bangka tak tahu terima kasih! Aku sudah menolongmu! Kenapa kau tak berterima kasih padaku, hah! Kenapa! Kenapa!" Edison semakin lama semakin kuat mencekik Hendrik hingga wajahnya memerah dan hampir kehabisan oksigen. Tangannya dengan kuat memegang tangan Edison namun apa daya, semakin lama dia semakin tak kuat hingga ....
"Lepaskan ayahku!"
Jackson dengan langkah tegapnya berjalan menghampiri Edison beserta anak buahnya yang tengah menyandera sang ayah.
"J-Jackson? A-apa yang k--kau lakukan di si-sini?" tanya Hendrik sembari melirik ke arah sang putra.
"Tenanglah Ayah, aku akan menyelamatkanmu. Bersabarlah," ucap Jackson menenangkan.
"Heh, jadi kau putra tua bangka ini? Baguslah kau datang tepat pada waktunya! Terlambat dikit saja, nyawa tua bangka ini akan segera kukirim bertemu dengan Hades!" Tawa Edison lebar.
"Siapa kau? Kenapa kau menyerang ayahku?" tanya Jackson pelan-pelan bicara pada Edison.
"Jika kau pernah mendengar nama Black Dragon, kau pasti tahu tentangku! Bukan begitu, Pak Tua?" Lirik Edison.
"Cih, grup mafia yang sering berbuat onar dan--dan kerusuhan, juga ...,"
Buagh!!
Pukulan keras dan telak mengarah tepat di wajah Hendrik. Jackson yang melihat sang ayah kena pukul tersenyum tipis dan berpura-pura simpati dengan berteriak.
"He-hentikan! Jangan kau pukul lagi ayahku! Hentikan! Hentikan?" Jackson maju dan mendorong Edison kencang hingga dia tersungkur.
"Bos, Anda tak apa-apa?" tanya salah satu anak buahnya.
"Bedebah, bajingan! Akan kuhajar kau!" Anak buah Edison lainnya tengah bersiap akan menyerang Jackson yang tengah menolong Hendrik.
"Hentikan! Kalian semua, MUNDUR! Jangan ikut campur!" seru Edison bangun dan langsung balas menghajar Jackson bertubi-tubi.
"Hentikan! Hentikan! Jangan pukul anakku lagi! Hentikan!" Hendrik menelungkupkan tubuhnya dan menjadi tameng bagi Jackson.
Tanpa sadar, darah segar menetes dari mulut Hendrik. "A-Ayah!" pekik Jackson memegangi sang ayah.
"K-kau, b-b-bagaimana k-kau, Jackson?" tanya Hendrik terbatuk sambil mengeluarkan darah.
"Ayah, jangan bicara lagi! Kenapa Ayah lakukan hal ini? Kenapa Ayah ...,"
"Kar-karena Ayah t-tetaplah seorang Ayah. Biarpun Ayah berkata benci padamu, tapi sebenarnya ti-ti ...,'
"Sudah, Ayah. Jangan bicara lagi!" ucap Jackson memeluk sang ayah.
"Kalian semua mengaku laki-laki, tapi kenapa beraninya main keroyokan, hah!"
Suara lantang dari seseorang yang tak diketahui fisiknya mengejutkan Edison serta anak buahnya.
"Siapa kau?!"
"Heh, beraninya kalian para lelaki main keroyokan! Apa kalian pikir aku tak lihat semuanya, hah!" Suara lantang seorang wanita mengalihkan perhatian Edison beserta anak buahnya. "Siapa kau? Tunjukkan dirimu!" tantang Edison. Suara sepatu dengan bunyi nyaring memecah keheningan di tempat itu. Seorang wanita dengan sepatu boots hitam semata kaki, celana jeans hitam ketat serta kaos putih yang diikat hingga memperlihatkan pusar sang wanita membuat Edison dan anak buahnya tak bisa mengedipkan mata mereka, tak terkecuali Jackson yang melihat sekilas wanita itu dari balik tubuh sang ayah yang tengah terkapar. "Nona cantik, siapa namamu? Kenapa kau bisa ada di tempat seperti ini?" tanya Edison dengan senyum mengembang. "Tak perlu senyum padaku! Jijik aku melihat senyum laki-laki berumur seperti Anda!" seloroh wanita nerambut coklat dan kuncir kuda itu. "Wanita sialan! Apa maumu?" tanya Edison mulai kesal. "Lepaskan mereka berdua
"APA YANG KAU LAKUKAN, HAH!?"Suara dari bariton seorang pria mengejutkan Jackson yang tengah berada di puncak. Sontak, wajah malu dan merah padam tak dapat dibendung oleh mantan CEO perusahaan ternama itu. Dengan penuh emosi, pria bertopi hitam itu langsung menarik Jackson dan memukulnya dengan beberapa kali pukulan telak hingga wajahnya babk belur dan mengeluarkan darah dari hidung juga mulutnya."Bajingan! Biadab! Brengsek! Apakah ini balasanmu pada orang yang telah menolongmu, hah? Apakah ini sikap seorang putra taipan ternama negeri ini! Cih! Benar-benar sikap seperti binatang!" umpat pria tersebut sambil melempar salivanya ke wajah Jackson karena kesalnya."Evelyn ... Evelyn ... Eve, bangun. Kau tak apa-apa?" Pria itu memukul wajah wanita yang disapa Eve itu dengan lembut.Tak ada jawaban. Hingga pria bertopi itu menyadari jika ada yang salah dengan sahabatnya ini. "Apa jangan-jangan ...," pikir sang sahabat melihat roman wajah Eve yang masih terlih
Tony berjalan dengan santai tatkala melewati depan kamar Hendrik Ou Gang dan Jackson Liu yang dijaga ketat oleh empat orang pengawal pribadinya. Sambil bersiul, matanya menyeloroh menoleh ke kamar super vvip tersebut. "Apa yang sedang kau lihat!" tegur salah seorang pengawal pribadi Klan Ou Gang menghampiri Tony. "E ... tak ada, Pak. Maaf, sepertinya saya salah lantai dan ruang. Maafkan saya." Senyum lebar Tony dan membalikkan badannya. "Tunggu dulu!" pengawal lainnya memanggil Tony dan lagi-lagi menghampirinya. "Y-ya, ada apa, Pak?" tanya Tony sedikit membungkuk. "Perlihatkan nomor identitasmu!" perintah laki-laki tinggi tegap itu. "U-untuk apa, Pak?" tanya Tony bingung. "Jangan banyak tanya! Perlihatkan saja kartumu!" desak laki-laki itu menggeledah paksa Tony. "Oke! Oke! Oke! Akan kutunjukkan! Tapi jangan berbuat seenaknya kalian menggeledah paksa seperti ini!" kesal Tony. Tony Chang HuaTech press
"Bodoh! Apa saja yang kau lakukan hingga saham kita anjlok begini, hah! Harusnya kau kukirim ke kota Han untuk menangani cabang kita di sana! Percuma kau di sini! Mataku sakit melihat dirimu tak becus kerja!"Suara lantang dan keras datang dari dalam ruangan bertulis 'CEO OU GANG GRUP', Jackson Liu. Seorang pria berumur 28 tahun, flamboyan, pemimpin yang tak becus dalam bekerja dan selalu bermain mata dengan para pegawai cantik nan seksi di kantornya."A-Ayah, ini bukan salahku. Sungguh, aku telah berusaha semampuku untuk menaikkan saham kita lagi. Tapi-tapi ...,""Tapi karena kebodohanmu yang terus membuat ulah karena wanita-wanita malam itu membuat Ou Gang Grup yang harus menerima dampaknya! Apa kau tak berpikir sampai sana, hah! Apa kau punya otak, hah? Tak bisakah otakmu kau gunakan untuk sekali saja bertindak lurus dan benar!?" Suara lantang itu lagi-lagi keluar dari dalam ruangan Jackson."Lalu Ayah mau aku bagaimana?" tanya Jackson lirih.