"Bodoh! Apa saja yang kau lakukan hingga saham kita anjlok begini, hah! Harusnya kau kukirim ke kota Han untuk menangani cabang kita di sana! Percuma kau di sini! Mataku sakit melihat dirimu tak becus kerja!"
Suara lantang dan keras datang dari dalam ruangan bertulis 'CEO OU GANG GRUP', Jackson Liu. Seorang pria berumur 28 tahun, flamboyan, pemimpin yang tak becus dalam bekerja dan selalu bermain mata dengan para pegawai cantik nan seksi di kantornya.
"A-Ayah, ini bukan salahku. Sungguh, aku telah berusaha semampuku untuk menaikkan saham kita lagi. Tapi-tapi ...,"
"Tapi karena kebodohanmu yang terus membuat ulah karena wanita-wanita malam itu membuat Ou Gang Grup yang harus menerima dampaknya! Apa kau tak berpikir sampai sana, hah! Apa kau punya otak, hah? Tak bisakah otakmu kau gunakan untuk sekali saja bertindak lurus dan benar!?" Suara lantang itu lagi-lagi keluar dari dalam ruangan Jackson.
"Lalu Ayah mau aku bagaimana?" tanya Jackson lirih.
"Aku yang akan mengambil kembali kepemimpinan Ou Gang Grup! Dan kau ...," Pria tua yang ada di hadapan Jackson melirik tajam dan menyipit, "kau akan kukirim untuk mengurus cabang kita di Kota Han. Tapi bukan sebagai CEO, melainkan manager lapangan!"
"A-APA? APA AYAH GILA? BA-BAGAIMANA MUNGKIN AKU-AKU ..," Jackson langsung terkejut mendengar ucapan sang ayah.
"Kenapa tak mungkin? Perusahaan ini aku yang mendirikan, aku yang tahu seluk beluk tempat ini! Apa hakmu mengaturku, hah!" kesal pria tua bernama Hendrik Ou Gang itu menguarkan emosinya terhadap putra semata wayangnya. "Jika kau tak mau terima, bisa saja, tapi kau tak akan dapat warisan sepeser pun jika aku telah mati nanti!"
Jackson, sang putra pengusaha taipan itu tak lagi dapat menyembunyikan kekesalan dan keterkejutannya. Dia mengepalkan tangannya dan menatap sang ayah dengan tajam. "Kau tak suka? Kenapa melihatku begitu, hah? Dasar bocah tengik!" umpat sang Ayah.
"Lalu, jika aku menikah, apa Ayah akan memberiku warisan?" tanya Jackson tanpa basa-basi.
PLAK!!!
Sebuah tamparan keras dan kencang mendarat di wajah mulus pria tampan itu. Dengan napas tersengal menahan emosi dan amarah, Hendrik sang ayah berkata, "APA SALAHKU HINGGA PUNYA ANAK BODOH SEPERTIMU!? KAU HIDUP TAK ADA GUNANYA, JIKA MATI PUN APA JUGA MASIH AKAN MENYUSAHKAN AYAHMU, HAH!!?"
"Hah ... hah ... hah ... hahahha," Jackson melepaskan tawanya dengan kencang hingga terdengar ke pintu luar ruangannya.
"Apa yang sedang kau tertawakan?" Hendrik menatap putranya sinis dan menyipit.
"Apa Ayah merasa menyesal memiliki putra sepertiku, hah? Apa Ayah kini baru menyadari kesalahan wanita yang kupanggil dengan 'Mama'? Jika Ayah menyesal memiliki putra sepertiku, kenapa Ayah tak menyuruhnya menggugurkan diriku sewaktu di dalam kandungan? Kenapa Ayah biarkan wanita itu melahirkanku? Kenapa baru sekarang Ayah menyesali keberadaanku?
PLAK ... PLAK ... PLAK!
Tamparan demi tamparan Jackson terima dari tangan sang ayah hingga dia tersungkur ke tanah dan mengeluarkan darah segar dari hidungnya.
"Dasar anak durhaka! Apa kau tak tahu apa itu ucapan terima kasih, hah! Aku telah memberimu tempat tinggal, memberimu makan, memberimu pendidikan yang baik hingga jabatan di perusahaan ini! Dan kau masih berani memperolok ibumu? Yah, seharusnya aku menyuruhnya untuk menggugurkanmu saja ketika aku tahu dia hamil akan dirimu, tapi apa kau tahu bagaimana mamamu mengorbankan nyawanya, hah!? Apa kau tahu apa yang ia pertaruhkan demi melindungi dan mempertahankanmu!? Jackson Liu, kau tak pantas menyandang marga Ou Gang! Aku--aku pastikan kau tak akan mendapatkan sepeser pun warisan dari keluarga Ou Gang! Tidak hingga kau bisa merubah sifatmu dan kelakuan busukmu!" Sang Ayah betul-betul yelah kehilangan kesabarannya.
"Samanta ... Samanta!" panggil Hendrik sambil berteriak dari dalam ruangan CEO.
"I-iya, Tuan Hendrik. Ada yang bisa saya bantu?" tanya sang asisten pribadi Jackson sambil menunduk.
"Cepat buatkan surat rekomendasi pengantar bagi Tuan Jackson Liu ke kantor cabang kita di Kota Han. Hari ini juga transfer dia ke sana dan segera kabarkan pada direktur cabang di sana!" perintah Hendrik.
"Baik, Tuan. Akan segera saya laksanakan."
"Jadi Ayah benar-benar membuangku?" Jackson melihat sang ayah yang membelakanginya.
"Aku hanya 'membersihkan' sampah yang seharusnya sudah kubersihkan sejak dulu."
"Aku pasti akan selalu mengingat ini, Ayah! Aku tak akan pernah melupakan hari ini! Ayah yang telah membuangku dan merendahkan harga diriku, aku pasti tak akan melupakannya!"
Suara bantingan pintu begitu menggema ke seluruh ruangan. Hendrik hanya menghela napas dan menundukkan kepala, "Emily, apa kau marah padaku? Apa kau akan menyalahkanku karena sikapku pada anak kita? Maafkan aku karena tak bisa membesarkan dan mendidiknya dengan benar ... maafkan aku karena dulu aku terlalu larut akan pekerjaanku hingga menelantarkanmu, maafkan aku, Emily ... sungguh, maafkan aku." Diam-diam, Hendrik menangis mendudukkan tubuhnya di atas karpet coklat gelap ruangan yang dulu ditempati oleh Jackson. Dia kemudian mengambil kalung bertalikan perak dan liontin berisi sebuah foto wanita cantik nan anggun dengan alis mata tebal menyatu serta hidung mancung.
"Emily ... Emily ... Emily, bawa aku bersamamu, Emily ...," ucap Hendrik terus memegang liontin itu dengan erat.
****
Tok ... tok ... tok
Hendrik cepat-cepat menghapus air matanya dan berdiri merapikan jasnya.
"Masuk!" perintahnya.
"Pak, ini surat rekomendasi yang Bapak minta." Samanta memberikan sepucuk surat ber-amplop warna putih dan ber-stempel Ou Gang Grup.
"Apa kau sudah memberitahukan pada Direktur Choi tentang hal ini?"
"Sudah, Pak. Saya sudah mengirim email pada sekretarisnya dan langsung dibalas oleh Direktur Choi sendiri, Pak."
"Hmmm, bagus. Berikan ini pada anak bodoh itu! Dan Samanta, JANGAN SEKALI PUN DIREKTUR CHOI MEMBERIKAN FASILITAS KANTOR ATAU MEMPERLAKUKANNYA ISTIMEWA, JIKA HAL ITU SAMPAI TERJADI MAKA AKU SENDIRI YANG AKAN TURUN TANGAN! Katakan itu pada Direktur Choi." Perintah Hendrik sembari memberikan surat rekomendasi kepindahan bagi sang putra, Jackson Liu.
"Baik, Pak. Akan saya email kembali Direktur Choi, permisi Pak."
"Kita lihat bagaimana kau bisa akan menghadapi dunia yang sebenarnya, Jackson Liu!" ucap Hendrik sembari melihat foto sang putra yang tengah digendong oleh mendiang sang istri.
"Dasar tua bangka! Apa dia pikir aku akan kehabisan akal jika dia mendepakku dari Ou Gang Grup? Jangan remehkan Jackson Liu!" pongah Jackson sambil mengeluarkan ponsel dari balik jasnya dan menelepon seseorang.
"Tuan Jackson," panggil Samanta dari belakang.
"Nanti kuhubungi lagi. Ada apa?" tanya Jackson dingin dan sinis.
"I-ini, Tuan Hendrik menyuruh saya memberikan ini pada Anda." Samanta memberikan amplop putih ber-stempel Ou Gang Grup.
"Heh, jadi rupanya dia sungguh-sungguh ingin mendepakku, hah? Tunggu dan lihat saja pembalasanku, tua bangka!" Jackson mengambil amplop itu dengan kasar dari tangan Samanta dan pergi meninggalkan Ou Gang Grup.
'Hari ini kau boleh memandangku rendah, tapi besok ... kau akan berlutut di depanku dan memohon agar aku kembali padamu, Hendrik Ou!'
"Silakan, Kak ...," Jackson menuangkan secangkir teh ke dalam gelas seorang laki-laki berpakaian jas serba hitam tinggi tegap dengan ditemani beberapa orang wanita serta beberapa pria bertato naga di sekitar lehernya. "Jadi, apa yang kau inginkan?" tanya pria yang bernama Edison, seorang mafia dan juga pemimpin perusahaan konstruksi di Kota Luo, EC, Company menyunggingkan senyumnya. "Kakak, bisakah kau membantuku melenyapkan Hendrik Ou Gang?" tanyanya serius. "Kenapa aku harus meletakkan tanganku pada orang itu?" tanya balik Edison santai. "Orang tua bangka itu telah mengusirku dari perusahaan karena laporan yang ia terima hingga menyebabkan saham Ou Gang Grup jatuh dan mengalami kerugian!" "Heh, itu kan salahmu! Kenapa kau limpahkan padaku dan lagipula apa untungnya bagiku?" tanya Edison menyeringai. "Jika aku berhasil kembali ke Ou gang Grup, aku akan memberikan tanah merah di Kota Chin. Kau tahu aoa maksudku, bukan?" kali ini Jackso
"Heh, beraninya kalian para lelaki main keroyokan! Apa kalian pikir aku tak lihat semuanya, hah!" Suara lantang seorang wanita mengalihkan perhatian Edison beserta anak buahnya. "Siapa kau? Tunjukkan dirimu!" tantang Edison. Suara sepatu dengan bunyi nyaring memecah keheningan di tempat itu. Seorang wanita dengan sepatu boots hitam semata kaki, celana jeans hitam ketat serta kaos putih yang diikat hingga memperlihatkan pusar sang wanita membuat Edison dan anak buahnya tak bisa mengedipkan mata mereka, tak terkecuali Jackson yang melihat sekilas wanita itu dari balik tubuh sang ayah yang tengah terkapar. "Nona cantik, siapa namamu? Kenapa kau bisa ada di tempat seperti ini?" tanya Edison dengan senyum mengembang. "Tak perlu senyum padaku! Jijik aku melihat senyum laki-laki berumur seperti Anda!" seloroh wanita nerambut coklat dan kuncir kuda itu. "Wanita sialan! Apa maumu?" tanya Edison mulai kesal. "Lepaskan mereka berdua
"APA YANG KAU LAKUKAN, HAH!?"Suara dari bariton seorang pria mengejutkan Jackson yang tengah berada di puncak. Sontak, wajah malu dan merah padam tak dapat dibendung oleh mantan CEO perusahaan ternama itu. Dengan penuh emosi, pria bertopi hitam itu langsung menarik Jackson dan memukulnya dengan beberapa kali pukulan telak hingga wajahnya babk belur dan mengeluarkan darah dari hidung juga mulutnya."Bajingan! Biadab! Brengsek! Apakah ini balasanmu pada orang yang telah menolongmu, hah? Apakah ini sikap seorang putra taipan ternama negeri ini! Cih! Benar-benar sikap seperti binatang!" umpat pria tersebut sambil melempar salivanya ke wajah Jackson karena kesalnya."Evelyn ... Evelyn ... Eve, bangun. Kau tak apa-apa?" Pria itu memukul wajah wanita yang disapa Eve itu dengan lembut.Tak ada jawaban. Hingga pria bertopi itu menyadari jika ada yang salah dengan sahabatnya ini. "Apa jangan-jangan ...," pikir sang sahabat melihat roman wajah Eve yang masih terlih
Tony berjalan dengan santai tatkala melewati depan kamar Hendrik Ou Gang dan Jackson Liu yang dijaga ketat oleh empat orang pengawal pribadinya. Sambil bersiul, matanya menyeloroh menoleh ke kamar super vvip tersebut. "Apa yang sedang kau lihat!" tegur salah seorang pengawal pribadi Klan Ou Gang menghampiri Tony. "E ... tak ada, Pak. Maaf, sepertinya saya salah lantai dan ruang. Maafkan saya." Senyum lebar Tony dan membalikkan badannya. "Tunggu dulu!" pengawal lainnya memanggil Tony dan lagi-lagi menghampirinya. "Y-ya, ada apa, Pak?" tanya Tony sedikit membungkuk. "Perlihatkan nomor identitasmu!" perintah laki-laki tinggi tegap itu. "U-untuk apa, Pak?" tanya Tony bingung. "Jangan banyak tanya! Perlihatkan saja kartumu!" desak laki-laki itu menggeledah paksa Tony. "Oke! Oke! Oke! Akan kutunjukkan! Tapi jangan berbuat seenaknya kalian menggeledah paksa seperti ini!" kesal Tony. Tony Chang HuaTech press