Dean terlihat menahan amarah saat mengetahui jika Noura tidak pernah datang menemui ibunya. 'Jadi, kemana dia sebenarnya?' batinnya yang kemudian memberi perintah pada Steven untuk mengecek posisi Noura saat ditelepon. Sayangnya kali ini tidak terhubung. Ponsel Noura tidak aktif dan itu sedikit menyulitkan Dean untuk mencari keberadaan istrinya itu. "Ibu, mohon maaf. Kalau begitu aku pamit dulu untuk mencari Noura," ucap Dean yang akhirnya memilih pamit. "Kemana kamu mau mencari? Bolehkah Ibu ikut?" "Bu, jangan mengada-ada deh. Kak Dean bukan pergi dengan membawa mobil ke sana kemari. Tapi, cukup memerintahkan anak buahnya untuk mencari." Hary menyahut dengan intonasi suara yang dipaksa lembut dan sabar. Jawaban tersebut membuat perasaan sang ibu yang tadinya tegang dan khawatir menjadi malu. Dean hanya tersenyum ketika Hary menerangkan maksudnya. Bukan tidak mau ia mengajak ibu mertuanya, tapi ia sendiri memang tidak turun langsung mencari Noura dengan mendatangi satu
Noura berdiri di depan Dean dengan ekspresi santai. Terlihat ia tidak takut sama sekali dengan apa yang sudah ia perbuat. Batal mengunjungi sang ibu dan malah pergi bersama Kenz, bukan hal yang perlu ia takutkan terhadap Dean. "Tidak ada yang mau kau katakan?" Dean menatap istrinya marah. Tapi, raut mukanya begitu dingin tampak sekali menahan emosi. "Katakan apa?""Jangan memancingku. Aku sudah tahu kalau kau tidak pergi menemui ibumu.""Ah, kamu memata-mataiku rupanya.""Andai kamu bersikap seperti ini, sejak awal aku akan meminta pengawal membuntuti setiap gerakanmu.""Kesepakatan kita, jangan campuri urusan pribadi.""Kembali ke poin pertama kesepakatan, semua kembali padaku. Aku yang membuat kesepakatan itu. Kapan saja hal itu bisa berubah sesuai keinginanku." Dean sedang menunjukkan kuasanya Mendengar itu Noura terlihat memalingkan wajahnya ke arah lain. Tampak ekspresinya begitu malas. Kalau sudah membawa-bawa kekuasaan, sudah bisa dipastikan Noura kalah. Ruang keluarga yang
Noura sudah hampir pasrah ketika Dean hendak melucuti semua pakaiannya. Tapi, sedetik kemudian ia tersadar bahwa dirinya tak boleh lagi membiarkan Dean menginjak-injak harga dirinya dengan melanggar kesepakatan yang sudah dibuat. "Lepaskan aku!" teriak Noura yang berhasil mendorong tubuh Dean hingga membuat keduanya berjarak. Dean tampak terkejut. Matanya membola saat menyadari penolakan yang istrinya layangkan. "Aku cape, Dean. Aku udah muak dengan semua sikap dan perlakuan kamu ke aku." Air mata sekitar mengalir di wajah Noura. Kekagetan Dean semakin terlihat. Mengapa tiba-tiba istrinya menangis padahal sejak awal wanita itu terlihat angkuh seolah tak ada ketakutan yang ia rasakan. "Kau sudah berani rupanya?""Ya, aku berani! Aku berani karena kamu terus saja menghina dan merendahkan aku.""Bagian mana aku menghina dan merendahkan kamu?" Dean menantang balik. "Ini! Apa kamu gak sadar perlakuan kamu ini adalah sebuah penghinaan terhadapku?" Noura berteriak sembari menunjukkan p
"Jadi, kamu menyukaiku?" Dean bertanya sambil memeluk tubuh Noura serta mengusap lengan istrinya yang terekspos. Beberapa menit lalu mereka baru saja melakukan hubungan intim setelah pertengkaran yang terjadi. Satu aksi yang kali ini terjadi dengan pergolakan batin yang begitu menggebu. Sepertinya apa yang orang katakan di luaran sana benar adanya. Lakukanlah hubungan suami istri setelah kalian berkelahi, alhasil kegiatan panas itu akan terasa begitu nikmat layaknya pengantin baru. Begitu juga yang terjadi pada Dean dan Noura. Bahkan, tanpa sadar Noura membalas setiap pergerakan yang Dean lakukan sesuai insting-nya. "Sejak kapan?" tanya Dean lagi. Bahkan, pertanyaan pertama belum juga Noura jawab."Aku tidak tahu." Noura menjawab sambil sebagian wajahnya ia tutupi dengan selimut. Baru kali ini Dean ingin menyerang Noura berkali-kali hanya karena melihat wajah malu-malu istrinya itu. "Sekarang aku tanya padamu. Kalau kamu cemburu setiap kali aku jalan dengan Kenz, berarti itu tan
Apakah Noura setuju dengan penawaran yang Dean berikan? Jawabannya tentu tidak. Tapi, saat Noura mencoba dengan tetap bekerja di dua tempat setiap harinya selama seminggu ke depan, ia harus menyerah juga. Tidak sampai jatuh sakit, tapi lumayan membuat dirinya kelelahan sampai tak bisa berangkat bekerja. "Masih mau tidur sampai jam berapa? Ini sudah siang. Apa kamu tidak takut datang terlambat?" Dean bertanya karena masih melihat istrinya tidur. Dean yang sudah bersiap untuk sarapan pagi, tidak menemukan Noura di ruang makan. "Nona belum turun, Tuan."Alton memberi tahunya tadi, sehingga ia memutuskan untuk memeriksa kamar sang istri. Ternyata benar, perempuan itu masih nyenyak tertidur. Tirai sudah Dean buka. Matahari bahkan tanpa permisi langsung masuk dan menyinari seluruh ruangan kamar. "Eh, silau, Dean," ucap Noura ketika akhirnya membuka mata sebab sinar matahari yang menyerangnya tanpa sungkan. Dean tersenyum melihat penampilan Noura yang kusut dan mengantuk. Ia pun segera
Noura berjalan penuh semangat siang itu. Melewati lorong kantor Dean setelah sebelumnya meminta izin kepada seorang petugas front office agar tidak memberitahukan kedatangannya kepada suaminya itu. "Tapi, bagaimana kalau Tuan Dean marah?" Petugas itu sempat ragu. Namun, karena keyakinan yang Noura berikan, membuat izin itu akhirnya diberikan. Kink di sinilah ia berdiri. Di depan sebuah meja sekretaris tanpa penghuninya. "Masih setengah jam lagi istirahat, kenapa meja ini sudah kosong?" ucap Noura saat melihat jam yang melingkar di tangannya. Perempuan itu pun memilih tak peduli. Ia yang sudah tahu di mana letak ruangan Dean, memutuskan untuk segera masuk dengan terlebih dahulu mengetuk pintu. Sosok Steven muncul dan berdiri di hadapan Noura dengan raut muka terkejut. "No-Nona Anda sudah datang?" Aneh bagi Noura sebab suara Steven yang terbata. Saat Noura sedikit melongok ke arah dalam ruangan, tahulah ia apa yang membuat asisten pribadi Dean itu bersikap demikian. "Tenang saja
"Rencana apa maksudmu?" Renee tampak tak mengerti dengan ucapan Dean.Lelaki itu sendiri sudah duduk di depan meja di mana ada satu buah goodie bag yang istrinya bawa dan belum sempat ia buka. "Kamu sengaja datang ke sini supaya istriku melihat dan cemburu.""Hah! Mana aku tahu kalau perempuan itu akan datang ke sini, Dean. Lagipula, bukannya selama ini kamu memang tidak pernah meminta atau mengundangnya datang. Jadi, tahu dari mana kalau ia akan datang untuk melihatku ada di sini." Renee berkata sejujurnya. Tapi, keberuntungan baginya karena apa yang ia lakukan telah membuat wanita itu marah dan kesal. 'Aku tidak sengaja, tapi Tuhan membantuku secara tidak langsung. Bukankah ini namanya sebuat berkat. Ah, sungguh aku puas sekali melihatnya pergi, dan bahkan Dean tidak mencegahnya,' batin Renee senang. Kondisi kesehatan Renee memang menjadi alasan utama Dean untuk tidak membuat wanita itu tersinggung. Bukan karena Dean takut atau bertanggung jawab jika penyakit itu semakin parah. T
Noura berjalan pelan menuju kamarnya. Ia kembali teringat dengan percakapannya dengan Sarah —kekasih Mat, di restoran tadi. "Tidak cerita bukan berarti ia tidak menganggapmu, Noura. Bisa jadi ada hal lain yang Dean simpan sehingga ia tidak atau belum memberitahukan hal itu padamu."'Itu memang benar. Tapi, minggu depan dia sudah harus berangkat dan aku belum tahu sama sekali,' batin Noura sedih. Sepertinya ia telah bertindak terlalu bodoh dengan mengakui perasaannya kepada Dean. Padahal kenyataannya ia bahkan tidak mendapatkan sambutan yang sama dari suaminya itu. Ucapan Mat pun tidak mempan buatnya. Meski lelaki itu sudah berkali-kali meyakinkan bahwa Dean mencintainya, tapi bagi Noura itu sangatlah mustahil. 'Dia belum mengatakannya.' Begitu kata Noura yang membuat Mat dan Sarah mengangkat kedua bahunya. Setelah sampai di kamarnya, Noura tidak langsung mandi ataupun membersihkan diri. Ia memilih untuk berbaring dan berleha-leha di atas tempat tidurnya. 'Seharusnya aku tidak me
Setelah hampir seminggu menginap di kediaman Dean, Feli dan Hans akhirnya pamit pulang. Meskipun Noura sedikit tak rela, ia tetap melepaskan kepergian sang kawan beserta keluarganya itu. "Mainlah nanti." Feli berbicara pada Noura sesaat hendak masuk ke dalam mobilnya. "Nanti kalau bayiku sudah besar, aku pasti akan main ke sana.""Untuk apa menunggu bayimu besar?" sahut Feli menatap aneh. "Kita ini bukan orang tua zaman dulu yang apa-apa harus menunggu. Zaman kita sudah jauh berbeda. Mau anak kita masih bayi atau sudah besar, mereka akan aman. Karena fasilitas penunjang zaman sekarang yang sudah jauh lebih baik.""Ya, aku tahu.""Ya, terus?"Noura tersenyum menatap kawannya itu. "Setidaknya aku harus meminta izin pada Dean untuk masalah itu.""Ya, itu jelas. Kamu memang harus meminta izin padanya." Feli berkata kemudian masuk dan menutup pintu mobil. "Tapi, ngomong-ngomong ... bagaimana kelanjutan hubungan kalian? Akan lanjut atau bagaimana?" Rasa penasaran Feli akhirnya bisa dilua
"Mat bodoh, Noura." Sarah masih kesal dengan kelambatan Mat dalam berpikir. Untuk itu ia sengaja memberi tahukan semua orang tentang kekesalannya tersebut. "Sarah, apakah harus semua orang kamu beri tahu tentang masalah ini?" Mat ikutan kesal sekarang. Harga dirinya sebagai lelaki merasa direndahkan oleh kekasihnya itu. "Tidak. Aku hanya memberi tahu Dean dan Mat." Sarah terlihat berkilah. "Nanti ada yang datang, kau beri tahu juga?""Tidak." Sarah menjawab cepat. "Oh iya, Noura. Bisakah kita bicara berdua?" lanjut wanita itu seraya beranjak berdiri. Mat melihat Dean dengan ekspresi kesal yang masih belum hilang. "Dean, apakah sedang ada konspirasi saat ini antara dua wanita di depan kita?""Kamu ini bicara apa sih, Mat? Konspirasi apa?" Noura menyahut sambil tertawa geli. "Ya ... ini. Antara aku dan Sarah belum selesai bicara, tapi dia malah mengajakmu pergi. Aku yakin sekali, dia mau membicarakan atau menjelekkan aku padamu."Tidak hanya Noura, Sarah bahkan menatap tak percaya
Mat menatap Feli yang tengah ditenangkan oleh suaminya, Hans. Di sebelahnya Sarah menyenggol lengannya dengan pandangan kesal.'Apa?' gumam Mat pada kekasihnya itu, tidak paham apa yang terjadi. "Apakah Dean belum cerita pada kalian, bahwa Noura terindikasi kena sindrom baby blues?" Hans berkata pada sejoli di depannya. "Hah! Benarkah?" Sarah menyahut kaget. Di sampingnya —Mat, terlihat seperti orang bodoh dengan wajah bengong dan mata berkedip lambat. "Ya, saat di rumah sakit aku sudah menyadarinya. Ketika kalian asik mengobrol seru sembari melihat si kecil, saat itu aku mendapati kesedihan yang Noura alami.""Kenapa dia sedih?" Sarah tampak penasaran. "Itu karena doa Dean.""Doa Dean?" Mat dan Sarah berseru kompak. Dean yang namanya disebut, menengok pada kumpulan sahabatnya yang ada di ruang makan. Tatapannya curiga bahwa ia tengah dibicarakan. Namun, Mat memberi respon senyum seolah tidak terjadi apa-apa. Alhasil, Dean kembali berbincang seru dengan para kerabat yang mengunju
Seluruh penghuni kediaman Waverly sangat berbahagia dengan kehadiran bayi tampan nan lucu yang otomatis akan menjadi pewaris tunggal keluarga kaya tersebut. Kehadirannya di tengah-tengah keheningan rumah membuat bayi Dean dan Noura menjadi satu-satunya pusat perhatian. Feli dan Hans turut gembira dengan kebahagiaan yang terasa di rumah mewah tersebut. Bahkan, keduanya tidak sungkan menyambut para kerabat jauh Dean bersama Mat dan Sarah.Kedua pengusaha itu seperti memiliki chemistry satu sama lain, termasuk istri dan pacar mereka yang terlihat ramah dan cepat akrab. "Saya tidak menyangka bahwa rumah ini akan ramai." Alton, salah satu penghuni terlama di rumah tersebut tak bisa menyembunyikan kebahagiaan yang dirasakannya. "Kau beruntung, Alton, bisa menyaksikan ini semua," ujar Mat menimpali. "Ya, Tuan Mat. Andai saya dulu resign ketika Tuan dan Nyonya Waverly wafat, tentu saya tidak akan melihat ini semua. Betapa bahagianya Tuan Dean memiliki anak yang bahkan tidak pernah ia impi
"Itu tidak masalah. Berarti benar dia bahagia bukan?" Noura membalas ucapan Renee yang masih semangat memprovokasi. "Sekali lagi aku katakan, itu bukan bahagia. Tapi, lebih ke beruntung karena tidak perlu capek-capek mencari perempuan lain untuk ia jadikan mesin pembuat anak.""Jaga ucapan Anda, Nona!" Ibunya Noura menyahut kesal. Raut wajahnya terlihat menahan emosi karena ucapan-ucapan Renee yang dinilainya tidak mendasar. Renee tidak kalah saat berhadapan dengan dua orang wanita di depannya yang kini sudah mulai terbawa emosi. Ia memang sengaja melakukan itu sebab rasa sakit hatinya karena Dean yang lebih memilih Noura dibanding dirinya."Terserah kalian saja mau percaya aku atau tidak." Renee berkata seraya berbalik hendak meninggalkan ruangan. "Kau bisa tanyakan sendiri kepada Dean," ucapnya menghentikan langkah. Ia kemudian berbalik, "Ah, tapi aku tidak yakin dia mau mengaku. Karena beda ceritanya padaku, lain juga kepadamu nanti. Entahlah, aku sangat hapal dirinya." Renee te
Seperti saran yang Feli berikan, Dean kemudian menemui dokter untuk berkonsultasi mengenai kondisi Noura. "Saya awalnya tidak memperhatikan hal tersebut, Dok. Tapi, temannya yang menyadari bahwa istri saya berubah menjadi sensitif.""Sensitif seperti apa?""Saya sendiri tidak tahu pasti, tapi Noura terlalu berlebihan saat menganggap suatu hal. Seketika ia cemas dan khawatir. Seperti serangan panik, Dok. Bahkan, kemarin tiba-tiba ia menangis. Dan saat saya tanya, ia mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja."Dokter mengangguk dan begitu serius saat mendengar cerita Dean. Bukan perkara baru ketika seorang ibu yang baru melahirkan mengalami hal tersebut. Dokter tahu itu. "Begini, Tuan Dean. Kecurigaan saya, kemungkinan Bu Noura mengalami sindrom baby blues. Perubahan hormon membuat hal tersebut muncul.""Baby Blues? Apa itu berbahaya?" Dean seperti baru mendengar penyakit tersebut. "Pada dasarnya sindrom baby blues tidaklah berbahaya jika ditangani dengan baik. Tapi, akan membahayakan
Semua hal yang baru Dean alami, entah mengapa terasa mudah terjadi. Noura yang terjatuh ke kolam dan mengalami keram, tiba-tiba harus melahirkan. Setelah ia menyetujui tindakan operasi, nyatanya ia harus dihadapkan pada pilihan antara istri atau anaknya. Namun, ketika ia sudah memilih supaya dokter menyelamatkan sang istri, Tuhan justru memberi keduanya. Tidak ada yang ditakdirkan meninggal lebih dulu. Hal tersebut membuat Dean tak berhenti mengucap rasa syukur. Lain kebahagiaan yang Dean alami dengan apa yang Noura pikirkan saat ini. Setelah beberapa menit kemudian ia siuman, Dean memberi tahu padanya tentang kondisi yang sudah mereka lalui. Noura jelas tidak menyangka jika dirinya sempat berada di fase kritis seseorang yang akan melahirkan. Tapi, begitu ia mendengar tidak ada hal buruk yang terjadi, seketika ia menyadari sesuatu. "Keberuntungan apa yang kamu tukarkan pada Tuhan demi menyelamatkan hidup kami, Dean?" tanya Noura setelah beberapa waktu sudah bisa kembali normal. Efe
Tuhan, mungkin aku bukan seorang hamba yang taat. Bukan juga seorang hamba yang baik. Keburukan serta maksiatku mungkin lebih banyak dibanding kebaikanku selama ini. Tapi, Tuhan, andai aku boleh meminta. Sebagai seorang hamba yang jauh dari kata sempurna, aku ingin Engkau menyelamatkan istri dan anak hamba." Di dalam sebuah rumah ibadah yang terdapat di area luar rumah sakit, Dean menengadahkan tangan untuk berdoa. "Pikiran warasku tidak bisa memilih mana yang harus diselamatkan dan mana yang harus dikorbankan. Keduanya sama berharganya." Suara Dean mulai bergetar. "Dulu mungkin aku membencinya. Ia yang aku tuduh sebagai seorang pembunuh, nyatanya sekarang mampu meluluhlantakkan hati dan jiwaku. Aku tak mau kehilangannya, Tuhan. Sama seperti ketika aku menyesal atas kepergian anakku yang pertama, saat ini juga aku tak mau anakku yang lain pergi sebelum aku melihat dan membesarkannya."Dean sudah mulai menangis. Tangisnya terdengar pilu seiring suaranya yang semakin lirih berdo'a.
Pikiran Dean seketika berkecamuk. Melihat Noura terbaring lemah di atas ranjang dengan wajah pusat, membuatnya tidak bisa berpikir tenang. "Anda harus segera menandatangani surat persetujuan tindakan operasi, Tuan Dean." Dean yang masih belum bisa berpikir jernih, kaget ketika dokter kembali berbicara kepadanya. "Di mana saya harus tanda tangan?""Anda bisa ikut saya."Dean sebetulnya tidak rela meninggalkan Noura sendirian bersama para tenaga medis yang sudah terlihat bersiap melakukan tindakan operasi. Tapi, ia harus patuh pada peraturan. Mau tak mau ia harus mematuhi ucapan dokter di mana ia harus menyetujui tindakan operasi Caesar yang akan Noura lalui. "Maaf sebelumnya, Tuan Dean. Dengan berat hati saya mau menyampaikan hal penting yang mungkin akan membuat Anda kaget atau tidak terima." Di ruangannya, dokter mengatakan hal tak mengenakan kepada Dean. "Hal penting apa, Dok?"Dokter berkaca mata itu membuka sebuah map berisi lembaran kertas yang menunjukkan riwayat pasien. "