Dika menautkan kening, benar-benar Tasya sepertinya akan bicara tentang permintaannya padanya di rumah tadi. Sementara mama Riri dan juga papa Arkana yang merasa penasaran tidak bisa menunggu lebih lama lagi. "Bicara saja Tasya, sebenarnya apa yang ingin kamu sampaikan?" mama Riri menatap wajah Tasya dengan serius. "Ma, Pa, aku mau pisah dari mas Dika." tegas Tasya mengutarakan keinginannya. DegMama Riri terbelalak mendengar permintaan Tasya, ia sangat syok hingga memegangi dadanya yang tiba-tiba terasa sangat sesak. "B-berpisah? T-tapi kenapa Tasya?" mama Riri bersuara dengan terbata-bata. "Ada apa ini, apa kalian bertengkar Dika, Tasya? Sampai kalimat itu yang keluar dari mulut Tasya?" papa Arkana menatap wajah Dika dengan serius. "Tidak Pa, kami tidak bertengkar, hanya saja kami sudah sepakat kalau kami tidak bisa bersama, untuk itulah Tasya ke sini dan mengutarakan kesepakatan kami." jawab Tasya berbohong. Ia tidak mau jika niatnya berpisah dengan cara memburukkan sifat dan
Beberapa hari setelah di rawat secara intensif, hari ini mama Riri sudah dibolehkan pulang. Papa Arkana dan juga Dika datang untuk menjemput, dan saat mereka masuk ke ruangan tersebut, mereka terkejut lantaran Tasya sudah ada di sana dan sedang tertidur dengan posisi duduk di sebuah kursi berhadapan dengan tempat tidur mama Riri. Sementara mama Riri yang menyadari pintu ruangan terbuka dan tersadar jika Tasya sedang tidur di dekatnya, mengangkat jari telunjuk yang ia letakkan di tengah bibir, memberikan isyarat agar papa Arkana dan Dika jangan berisik, hal itu mencuri perhatian papa Arkana yang menatap Dika dengan serius. "Dika, apa semalam Tasya tidak pulang sama kamu?" spontan pertanyaan papa Arkana membuat Dika bingung harus menjawab apa. "Emmm, semalam Tasya tidak mau pulang bersamaku Pa, mungkin dia masih marah, aku nggak tahu kalau ternyata dia benar-benar nggak mau pulang, dan menginap di sini," ucap Dika, lirih. "Ya ampun, kamu itu gimana si Dika!" Papa Arkana menghampiri
"Ya Pa, udah. Ya udah ya Pa, aku mau istirahat juga." pamit Dika yang hendak berjalan menuju kamar tamu. Saat itu papa Arkana segera mencekal pergelangan tangan Dika, tatapan mereka pun saling bertemu. "Papa mau ngomong sama kamu." Setelah mengatakan hal itu papa Arkana melepaskan tangan Dika, ia berjalan lebih dulu meninggalkan Dika, dan Dika pun mengikuti langkah papa Arkana yang berhenti di taman belakang, papa Arkana membalikkan badan, berhadapan langsung dengan putra kesayangannya itu. "Ada apa Pa, apa yang ingin Papa bicarakan, kenapa Papa membawaku ke sini?" sebuah pertanyaan meluncur dari mulut Dika. "Sesuatu yang sangat penting Dika. Apa yang kamu lakukan terhadap Tasya, hingga dia meminta perpisahan darimu? Apa kamu melakukan tindak kekerasan? Memaksa dia untuk melakukan hubungan sementara Tasya belum siap? Atau__" papa Akrana menebak-nebak hendak mencari tahu, tetapi tiba-tiba Dika mengangkat tangan dan menggelengkan kepala. "Pa, aku tidak seburuk itu, bahkan aku belum
Perusahaan Arkana GrupSaat berhadapan langsung dengan para karyawan yang sudah diundang datang oleh papa Arkana, Dika terlihat sangat cool dan juga tenang. Meskipun selama ini Dika terus menolak untuk menggantikan papa Arkana di perusahaan, namun hari ini ia terlihat begitu siap dengan semua tugas yang akan ia pikul setelah penyerahan kekuasaan dialihkan padanya. Papa Arkana terlihat penuh bangga ketika memperkenalkan Dika pada seluruh karyawannya, dan nampaknya mereka pun menerima keberadaan Dika dengan baik setelah perkenalkan itu selesai. "Selamat bergabung pak Dika, semoga Bapak senang dengan jabatan yang saat ini Bapak terima," ucap papa Arkana mengulurkan tangan hendak menjabat tangan Dika, putra yang ia banggakan. "Terima kasih tuan Arkana, saya akan berusaha mengelola perusahaan ini dengan baik," seru Dika melempar senyum. "Untuk semuanya, mohon kerja samanya ya." sambung Dika menatap para karyawan yang ada di hadapannya. Beberapa saat kemudian sesi perkenalan pun berkah
"Mas, kalau mau mandi, aku sudah siapkan air hangat di bathtub, mungkin kamu bisa sedikit rileks," ucap Tasya setelah melepaskan sepatu yang Dika kenakan. "Ya, terima kasih." singkat Dika menjawab, lalu ia pun pergi meninggalkan Tasya. Tasya melempar senyum, belum cukup pelayanan yang Tasya lakukan untuk suaminya masih ada satu PR lagi yang akan ia lakukan, yaitu menyajikan makan malam, karena melihat Dika terlihat sangat kelelahan, akhirnya Tasya memutuskan untuk membawa makanan tersebut ke kamar. Saat hendak mengetuk pintu, Tasya menyadari bahwa pintu kamar Dika tidak tertutup. Tasya pun masuk tanpa permisi, betapa terkejutnya Tasya saat melihat Dika yang baru saja keluar dari kamar mandi hanya dengan memakai handuk, kain putih bersih yang menutupi sebagain tubuh kekar Dika membuat Tasya berteriak kencang sambil memejamkan kedua matanya. Dika spontan menyilangkan kedua tangannya di dada, ia juga terkejut ketika tiba-tiba Tasya datang dan masuk ke kamarnya. "Kenapa kamu ada di k
"Mas, ngomong-ngomong kamu sekarang kerja di mana, dan dengan jabatan apa?" tanya Zahra penasaran, setelah sekian lama ia tidak bertemu dengan kekasih yang ia tinggalkan itu. "Aku bekerja di perusahaan papa, menggantikan papa sebagai CEO di sana," ucap Dika, terlihat santai namun tetap cool. "Wah, sudah berapa lama Mas, kamu kerja? Aku pikir kamu akan selamanya jadi pengangguran," ledek Zahra. "Dulu aku masih belum siap, mengemban banyak tanggung jawab di perusahaan. Tapi sejak kamu meninggalkan aku, aku jadi bisa fokus melakukan pekerjaan itu dengan baik." jelas Dika tersenyum tipis. Zahra tertegun, ia tak menyangka jika ternyata Dika justru menjadi orang sukses setelah ia memilih pergi, rupanya memang Dika bukan pria yang bisa diatur oleh orang lain, tetapi ia memiliki pikiran sendiri saat ia sudah memiliki keinginan. Makan siang itu berlalu begitu saja, Zahra yang ingin sekali ditanya bagaimana pernikahannya dengan Cahyo, justru sama sekali tidak mendapatkan pertanyaan apapun
"Zahra, kenapa kamu ada di ruangan saya?"Dika terkejut ketika ia membuka pintu ruangannya, lalu tiba-tiba ada Zahra yang sudah duduk dengan santai di sofa, Zahra pun tersenyum menyambut kedatangan pria yang sudah ia tunggu itu. "Mas Dika, aku ke sini karena aku ingin tahu jawaban kamu kemarin, apa aku diterima menjadi sekertaris kamu di kantor ini?" Zahra tersenyum manja, di hadapan Dika. "Zahra, kenapa kamu berprilaku seolah kamu tidak pernah memiliki kesalahan terhadap saya. Saya sudah bilang bahwa saya akan pikir-pikir dulu," protes Dika menahan marah. "Mas, aku sudah menunggu dari semalam, aku menunggu jawaban yang akan kamu berikan padaku. Mas, aku benar-benar butuh pekerjaan, tolong berikan aku pekerjaan itu," rengek Zahra terlihat memasang wajah melas. "Baik, saya akan memberikan keputusan sekarang karena kamu memaksa. Saya akan menerima kamu kerja, tapi tidak di kantor ini," ucap Dika, ia duduk di kursi singgasananya. "Maksud kamu, apa Mas?" Zahra menghampiri Dika seraya
"Bu, gimana kalau Ibu saja yang masuk," usul Tasya gemetar. "Loh, memangnya kenapa Tasya, di dalam itu adalah suami kamu, jadi kamu berhak hadir," ucap bu Nirma menatap wajah putrinya. "Ya Bu, tapi aku tidak yakin mas Dika akan menerima kehadiranku, aku pulang saja ya, Bu." jawab Tasya masih ragu. Bu Nirma menahan ketika Tasya memilih untuk pulang, mencoba untuk terus merayu dan berusaha agar Tasya mengurungkan niatnya itu. Sampai akhirnya bu Nirma memakai senjata dengan menyebut nama mama Riri dan juga papa Arkana, berharap jika mendengar nama mereka Tasya menjadi luluh. Benar saja, mereka yang tidak pernah terpikirkan sejak tadi, kini menjadi beban Tasya saat memutuskan hendak pergi, ia terlihat bimbang antara masuk atau justru pergi."Tasya, lihat penampilan kamu sekarang ini, semua adalah usaha mama Riri untuk membuat kamu secantik mungkin hari ini, untuk suami kamu tentunya, sekarang ayo kita masuk, pasti mama Riri dan papa Arkana sudah menunggu," ajak bu Nirma masih merayu.