Aku melongo melihat kejadian yang terjadi di depan mata. Seorang wanita yang hampir seumuran denganku di dalam hotel dengan selingkuhannya dan diketahui oleh istri sah."Wanita perebut lelaki orang. Tidak tahu malu!" Hina wanita di depanku yang saat ini berkacak pinggang.Wajahnya memerah penuh amarah. Awalnya aku pikir yang tersungkur itu adalah Mbak Sinta. Ternyata bukan, memang sih rambutnya ikal seperti Mbak Sinta, tetapi ketika wajahnya mendongak, sangatlah berbeda."Kamu pasti temannya?" Amarah ibu-ibu itu beralih padaku.Dengan cepat aku menggeleng. Kenapa aku ikut kena sasaran amukannya. Jelas-jelas aku sendiri tidak tahu siapa wanita itu."Terus ngapain di sini? Mau jadi reporter? Atau apa?" tanyanya menaikan rahang seraya melotot dan itu membuatku takut. Kemudian aku memilih menghindar segera, sebelum terkena semprotan amarahnya.Apa Aldo dan Winda mengerjaiku?Aku berjalan terus bergumam. Apa aku yang salah kamar? Tetapi itu benar jika yang aku datangi adalah kamar 102.Set
Tentang Mbak Sinta yang menjadi simpanan om-om."Cukup! Jangan hina Sinta, dia itu bukan sugar baby seperti apa yang kalian tuduhkan!"Ibu meradang dan langsung pergi begitu saja. "Idih, memang benar kok kalau Sinta itu jadi simpanan om-om. Aku pernah lihat dia check-in hotel.""Aku juga pernah lihat dia pergi ke toko mas waktu itu bareng sama om-om. Mana om-omnya itu tampan lagi, masih terlihat muda pula.”Aduh, ini kenapa malah kesemsem sama pacar Mbak Sinta sih. Aneh deh. Dasar emak-emak rempong.Karena ibu sudah pergi. Aku pun juga pergi. Takut Arga kelamaan menunggu.Sepulang dari pasar aku langsung memasak. Namun, sejak aku pulang dari pasar, Mbak sinta tidak kelihatan batang hidungnya sama sekali. Entah kemana dia pergi, mungkin sengaja menghindar ketika aku memasak yang bau-bau.Selesai masak, semua orang langsung makan. Dan setelah semua beres makan, Mbak Sinta baru kembali. Namun, sejam kemudian dia pergi lagi.Kali ini aku sengaja mengikuti dia. Entah kemana dia akan pergi
Adegan di kamar hotel pagi kemarin kembali terjadi di hadapanku. Mama mertua mendorong tubuh Mbak Sinta hingga tersungkur di depan pintu."Mbak Sinta," lirihku saat melihat kakak tiriku itu tersungkur di lantai."Salma," desis papa mertua.Kini pria paruh itu ikut berdiri di belakang mama. Ia pun terkejut saat melihatku juga ada di sini.Segera papa mertua membantu Mbak Sinta bangkit. Sepertinya dia khawatir dengan keadaan Mbak Sinta. Sampai-sampai papa mertua menggeser tubuh mama demi membantu Mbak Sinta.Mama mertua tidak terima dengan perlakuan sang suami terhadap selingkuhannya. Tangan mama sudah kembali geregetan ingin menghajar Mbak Sinta. Akan tetapi, papa mertua langsung menepisnya."Cukup, Ma!" teriaknya seraya melindungi Mbak Sinta. Menggeser tubuh itu ke belakang tubuhnya karena tangan mama terus saja berusaha meraih Mbak Sinta untuk dihajar."Papa membelanya?" tanya mama penuh kekecewaan."Sinta hamil dan aku tidak ingin dia keguguran!" terang papa mertua."Hamil?" Mama ge
"Ada orang bunuh diri," jelasnya.Arga langsung pergi tanpa pamit menuju kamar sebelah. Begitu pula denganku dan waiters tersebut.Kamar sebelah kanan adalah kamar mama. Saat Arga berjalan ke sebelah kiri, wanita itu bilang salah. Arga shock, dia tidak percaya jika mamanya bunuh diri. Dengan cepat Arga membuka pintu. Tubuh mama Sofia terkapar di lantai dengan bersimbah darah."Ya Allah, Mama!" teriak Arga mendekati sang mama yang sudah terkulai lemah.Aku pun ikut mendekat. Banyak orang juga mendekat beberapa detik kemudian, termasuk juragan Amran."Innalillahi wa inna ilaihi raji'un.""Ya Allah, Mama," seru papa mertua ikut mendekat tetapi langsung ditepis oleh Arga."Pergi Anda!" teriak Arga membuat orang yang datang bisik-bisik menggunjing keluarga kami.Petugas resort bertindak cepat. Ambulans datang beberapa menit kemudian. Mama mertua langsung dievakuasi, dibawa kembali ke rumah. "Tolong bantu angkat," titah perawat."Apakah sudah cek denyut nadinya?"Semua menggeleng, tak ada
"Dan Anda bukan lagi ayahku!"Saat Arga berucap hal demikian, juragan Amran terlihat biasa saja. Mungkin mata hatinya sudah tertutup dengan Mbak Sinta, sehingga kehilangan Arga itu bukan hal penting baginya."Aku datang ke sini untuk memberikan hak waris kamu, Arga," ucap papa mertua membuat Arga tersenyum kecut."Anda pikir saya akan mengusik harta Anda? Tidak sama sekali! Berikan saja pada anak yang dikandung Sinta! Tanpa harta Anda saya masih bisa bertahan hidup," balas Arga yang sama sekali tidak tertarik dengan pembagian harta dari juragan Amran.Aku sempat kaget mendengarnya, jika orang lain akan berlomba-lomba merebut harta warisan. Kini Arga malah menolak harta itu."Tapi itu hak kamu sebagai anakku," ucap juragan Amran."Aku sudah tidak menganggap Anda ayah lagi. Jadi tidak ada hak apa pun atas harta warisan Anda," balas Arga."Tapi Arga ....""Cukup! Aku tidak akan meminta harta Anda sepeser pun. Jadi pergilah dan jangan ganggu hidup saja lagi!" Arga mengusir papanya dan Mba
Aku beralih menatap Arga. Namun, pria itu malah memberi anggukan kecil. Tandanya dia setuju dengan apa yang dikatakan oleh wanita itu. Apa mungkin Arga sudah tahu semuanya?"Percayalah, Nak, aku ini ibumu. Ibu kandungmu," terangnya lagi."Jika ibu adalah ibu kandung Salma, apakah ada buktinya?" tanya Arga menggenggam erat tanganku.Wanita itu menggeleng kecil, tetapi sesaat kemudian memberi anggukan. "Ada," balasnya cepat."Apa?" tanya Arga lagi."Bukti transfer uang," jawabnya lalu mengambil ponsel di dalam saku.Wanita itu langsung berkutat dengan ponsel di genggamannya. Beberapa detik kemudian dia memperlihatkan banyak sekali transferan atas nama dirinya dan ibu Hesti, ibu tiriku."Ibu Hesti," celetuk Arga setelah dia membaca bukti itu."Iya, Hesti wanita ular itu. Wanita penjilat dan penipu!""Apa maksudnya penipu?" tanyaku yang tentunya penasaran dengan kata penipu."Wanita itu sudah menipuku habis-habisan. Uang tabunganku habis gara-gara dia," jawabnya penuh dengan amarah."Maks
"Mereka bilang ...."Kemudian Arga menjelaskan apa yang dia dengar. "Bu, dia sudah kembali." "Dia siapa?""Wanita itu, Bu?""Wanita siapa?""Ibu kandung Salma.""Jannah?""Iya.""Biarkan saja dia kembali, Bang Handoko juga sudah meninggal.""Nanti kalau dia datang ke sini dan ngamuk-ngamuk ke ibu gimana?""Tinggal teriak maling atau orang gila pasti warga percaya dan wanita itu yang diusir."Arga menjelaskan seperti gaya bicara ibu dan Sinta. Tak hanya itu, Arga juga mengungkap jika ibu tiriku tahu soal Sinta kabur. Justru itu adalah ide ibu agar aku dan yang lainnya tidak curiga. Dan soal alasan pagi itu dia datang ke rumah Arga hanya sebuah akting demi meyakinkan aku, Arga dan almarhumah mama mertua. Dasar licik! Mungkin dia adalah titisan ratu Maleficent."Terus kenapa kamu datang ke rumah ibu bukan ke rumah juragan Amran?" tanyaku menyelidik."Aku sudah datang ke sana, tetapi kata Aldo Sinta pergi ke rumah ibunya," jawab Arga tetapi tatapanku masih dengan kecurigaan."Nggak perc
Di saat bersamaan, Aldo datang dengan Winda. Wajah mereka sama-sama gelisah seperti Mbak Sinta.Dengan cepat Winda turun dari motor diikuti oleh Aldo. Mereka berlari-lari tergesa-gesa menemui Arga."Mas Arga!""Ada apa?""Juragan Amran, Mas, dia ....""Juragan Amran mengalami kecelakaan kerja," ucap Aldo."Kecelakaan kerja gimana?" tanya Arga bingung."Kakinya tertimpa kayu kusen saat memantau para pekerja," tutur Aldo wajahnya sudah tidak begitu panik."Astaghfirullah, terus sekarang gimana?" tanya Mbak Sinta penuh rasa takut. Entah apa yang dia takutkan, takut juragan Amran mati atau entah ketakutan yang lainnya."Dibawa ke klinik dan sebentar lagi akan dibawa pulang," balas Winda ikut berbicara.Wajah Arga tampak gelisah, tetapi dia berusaha menutupi semuanya. Ia bertingkah seperti tak peduli."Ayo Bu kita temui juragan Amran," ajak Mbak Sinta pada Bu Hesti.Mereka berjalan terlebih dahulu, sedangkan aku dan Arga masih di tempat semula. Awalnya aku sudah bangkit, tetapi ketika aku