Di saat bersamaan, Aldo datang dengan Winda. Wajah mereka sama-sama gelisah seperti Mbak Sinta.Dengan cepat Winda turun dari motor diikuti oleh Aldo. Mereka berlari-lari tergesa-gesa menemui Arga."Mas Arga!""Ada apa?""Juragan Amran, Mas, dia ....""Juragan Amran mengalami kecelakaan kerja," ucap Aldo."Kecelakaan kerja gimana?" tanya Arga bingung."Kakinya tertimpa kayu kusen saat memantau para pekerja," tutur Aldo wajahnya sudah tidak begitu panik."Astaghfirullah, terus sekarang gimana?" tanya Mbak Sinta penuh rasa takut. Entah apa yang dia takutkan, takut juragan Amran mati atau entah ketakutan yang lainnya."Dibawa ke klinik dan sebentar lagi akan dibawa pulang," balas Winda ikut berbicara.Wajah Arga tampak gelisah, tetapi dia berusaha menutupi semuanya. Ia bertingkah seperti tak peduli."Ayo Bu kita temui juragan Amran," ajak Mbak Sinta pada Bu Hesti.Mereka berjalan terlebih dahulu, sedangkan aku dan Arga masih di tempat semula. Awalnya aku sudah bangkit, tetapi ketika aku
"Ada yang telepon kenapa nggak diangkat," ucap Arga seraya mengusap wajahnya."Lagi ganti baju, Sayang," balasku sibuk dengan pakaian."Aku angkat boleh?" tanyanya.Aku mengangguk dan Arga pun langsung menyambar hp di atas nakas lalu menerima telepon tersebut."Dia itu istriku! Macam laki nggak laku aja!" sentaknya lalu mengakhiri panggilan dan meletakkan ponsel dengan kasar."Gil4 tu laki. Dah tahu kamu istri orang, masih ada mengganggu. Maunya apa sih!" Arga begitu kesal. Mungkin yang baru saja menelpon adalah Najas. Terlihat jelas jika Arga tidak menyukainya."Sejak kapan dia memiliki nomor kamu? Apa jangan-jangan kalian saling save nomor?""Dullu iya, kan kita sering bertemu di rumah juragan aku waktu masih kerja. Dia sering beliin aku makanan kalau dia berkunjung ke rumah kakaknya," balasku yang tidak menampik jika aku memang menyimpan nomor Najas."Oh," jawabnya dengan ekspresi campur aduk tidak menentu. Antara marah, kesal, jengkel dan lain-lain. Dah semacam sambal urap aja tuh
"Sinta, tanpa aku menjawab pun sepertinya kamu sudah tahu," balas Arga."Kamu mau kita rujuk?""Tidak. Kata talak itu telah terucap dan perceraian akan tetap terjadi," sahut Arga tak mau ambil pusing. Tangannya menuntunku masuk rumah lalu menutup pintu tanpa peduli jika Mbak Sinta masih ada di luar. Alhamdulillah, pendirian Arga tak tergoyahkan sama sekali. Perceraian akan tetap terjadi. Namun, kini yang menjadi pertanyaanku adalah, kenapa Mbak Sinta minta rujuk? "Kamu tidak penasaran kenapa Mbak Sinta minta rujuk?" tanyaku saat kami sudah berada di dalam kamar."Tidak," balasnya bersiap duduk menghadap layar laptopnya."Kamu juga tidak mau tahu bagaimana keadaan papa?""Tidak."Aku menghela napas. Entah kenapa aku merasa ada yang aneh. Mbak Sinta datang tiba-tiba minta rujuk, Aldo juga sejak tadi aku tanya bagaimana keadaan juragan Amran, dia sama sekali tidak membalas.Apakah mertuaku baik-baik saja? Atau mungkin terjadi sesuatu dengannya hingga Mbak Sinta minta rujuk?Pikiranku
HuekHuekRasa mual seketika menyertai. Arga langsung panik melihatku tiba-tiba muntah secara mendadak. Dengan cepat ia membantu memijat tengkukku.Namun, entah kenapa saat tubuh Arga semakin dekat. Rasa mual itu kian bertambah. Akan tetapi, saat Arga menjauh, rasa mual itu menghilang.Menurutku ini aneh, apakah aku alergi padanya. Tetapi masak baru sekarang sih alerginya. Seharusnya sejak dulu, masak baru sekarang.Ibu yang mendengar aku mual-mual pun langsung keluar dan membantu memijat tengkuk. Ketika dia bertanya aku kenapa dan Arga menjawab dengan jujur. Ibu malah tertawa dan mengatakan jika aku ngidam."Ngidam?" tanyaku dan Arga bersamaan."Iya, kamu hamil, Sal," imbuhnya saat melihat keanehan padaku dan Arga."Coba kamu ingat-ingat sudah haid apa belum bulan ini," ujar ibu.Aku pun mulai mengingat dan menghitung. Dan benar saja kalau bulan ini aku sudah telat hampir sepuluh hari. Sampai-sampai aku tidak sadar jika sudah selama itu tidak datang bulan."Buruan ajak periksa ke dok
Ya Tuhan, itu Arga. Aduh, kenapa dia marah-marah sih. Kan malu di depan dokter Ariana."Kamu nggak lihat aku pakai baju apa? Baju seragam dan tanpa perlu aku jelaskan pasti kamu sudah tahu," jawab Najas dengan memajukan dada bidangnya.Aduh, apa mereka akan bertengkar di dalam ruangan ini? Bikin malu aja kalau sampai itu terjadi.Itu Arga kenapa juga pakai acara datang ke sini segala. Bukannya tadi dia bilang tidak mau ikut memeriksakan kandungan. Kenapa tiba-tiba malah datang sih. "Maaf, Anda siapa?" tanya dokter Ariana.Dengan cepat Arga menjawab. "Saya suaminya." Seraya melirik ke arahku."Oh, silahkan duduk dan mari kita lihat hasil pemeriksaannya," ujar dokter Ariana dan Arga langsung patuh.Mereka sudah seperti anak kecil saja. Saat Arga akan duduk, dia mendorong tubuh Najas agar menjauh. Hingga terjadi aksi dorong-dorongan hingga Najas hampir saja terjatuh karena Arga mendorong terlalu kuat."Najas, tolong ambilkan ultrasound gel," pinta dokter Ariana saat tahu jika kedua pria
"Iya, Dok, berita bagus gimana maksudnya?" tanyaku."Anda mengandung anak kembar," jawab dokter Ariana seraya menunjukkan kantung janin yang sudah mulai membentuk itu.Seperti ada dua benda berjejer. Ah, aku hamil kembar. Ya Allah, aku benar-benar bahagia mendengarnya, bahkan air mata ini sampai menetes mendengar kata anak kembar."Benarkah?" tanya Arga tak percaya jika dia akan menjadi ayah dari dua anak sekaligus."Bener, coba lihat sendiri. Terlihat jelas bukan, jika ada dua janin di sana," tutur dokter Ariana terlihat ikut bahagia."Alhamdulillah, Dok. Saya senang sekali," ucap Arga yang matanya mulai mengembun."Selamat ya. Tapi ingat, hamil anak kembar itu lebih rentan dari pada yang hamil tunggal. Jadi Anda harus benar-benar dijaga dengan baik," dokter memegang erat tanganku untuk memberi semangat."Baik, Dok," jawabku tak bisa berkata-kata lagi. Sungguh bahagia hati ini.Apalagi saat dokter memperdengarkan pertama kali detak jantung mereka. Masyaallah. Air mata ini menetes kia
"Aldo!" teriakku saat Aldo akan ikut melangkah masuk."Salma." Aldo kaget melihatku ada di rumah sakit. Pasti dia bertanya kenapa aku ada di sini."Siapa yang sakit?" tanyaku berjalan mendekat padanya."Juragan Amran dan Sinta, mereka tadi sempat cek cok di atas balkon dan aku tidak tahu apa masalahnya hingga mereka bisa jatuh berdua," jawab Aldo.Ya, sejak pernikahan Arga dan Mbak Sinta resmi bercerai. Tidak ada lagi yang tahu bagaimana keadaan juragan Amran dan Mbak Sinta. Pertemuan terakhir adalah dua bulan lalu di rumah sakit ini. Bahkan, saat Arga resmi menikahiku secara hukum dan acara syukuran pun sama sekali tidak mengundang juragan Amran. Tepatnya satu setengah bulan lalu. Sebenarnya Arga sudah menyusun rencana resepsi, tetapi karena aku mual saat dekat dia. Alhasil hanya acara akad dan syukuran saja.Tidak apa-apa, yang penting aku bukan lagi istri siri ataupun madu. Aku resmi menjadi istri Argantara Pramudya. Insyaallah selamanya hingga maut yang memisahkan kami."Innalill
"Pak ini dari siapa?" tanyaku pada sang supir."Loh saya nggak tahu, Mbak. Saya pikir itu tadi benar pesanan dari Mbak," jawabnya.Sebuah buket bunga ada di jok tempat dudukku. Siapa yang memberikan? Apakah mungkin Arga yang memberikan ini untukku?Ah entahlah, semoga saja benar pemberian dari dia. Namun, setelah dipikir-pikir kapan dia membeli? Bukankah tadi saat aku masuk belum ada? Apa aku yang lupa.Ah, memikirkan buket bunga malah jadi pusing. Sudahlah, tidak terlalu penting bunga ini dari siapa. Saat ini Arga lebih butuh dukungan daripada sibuk memikirkan bunga ini.Mobil ambulans sudah lebih dulu melaju. Kini aku meminta sang supir untuk pulang ke rumah juragan Amran. Sebelum aku sampai di rumah mertua, ibuku sudah terlebih dahulu aku mintai untuk datang ke sana. Walaupun ibu sedang sakit, setidaknya dia datang untuk melawat.Setibanya di rumah mertua. Sudah banyak orang yang datang untuk melayat.Aku segera turun dan masuk ke dalam rumah. Aku memakai masker dobel saat mau mend