Ya Tuhan, itu Arga. Aduh, kenapa dia marah-marah sih. Kan malu di depan dokter Ariana."Kamu nggak lihat aku pakai baju apa? Baju seragam dan tanpa perlu aku jelaskan pasti kamu sudah tahu," jawab Najas dengan memajukan dada bidangnya.Aduh, apa mereka akan bertengkar di dalam ruangan ini? Bikin malu aja kalau sampai itu terjadi.Itu Arga kenapa juga pakai acara datang ke sini segala. Bukannya tadi dia bilang tidak mau ikut memeriksakan kandungan. Kenapa tiba-tiba malah datang sih. "Maaf, Anda siapa?" tanya dokter Ariana.Dengan cepat Arga menjawab. "Saya suaminya." Seraya melirik ke arahku."Oh, silahkan duduk dan mari kita lihat hasil pemeriksaannya," ujar dokter Ariana dan Arga langsung patuh.Mereka sudah seperti anak kecil saja. Saat Arga akan duduk, dia mendorong tubuh Najas agar menjauh. Hingga terjadi aksi dorong-dorongan hingga Najas hampir saja terjatuh karena Arga mendorong terlalu kuat."Najas, tolong ambilkan ultrasound gel," pinta dokter Ariana saat tahu jika kedua pria
"Iya, Dok, berita bagus gimana maksudnya?" tanyaku."Anda mengandung anak kembar," jawab dokter Ariana seraya menunjukkan kantung janin yang sudah mulai membentuk itu.Seperti ada dua benda berjejer. Ah, aku hamil kembar. Ya Allah, aku benar-benar bahagia mendengarnya, bahkan air mata ini sampai menetes mendengar kata anak kembar."Benarkah?" tanya Arga tak percaya jika dia akan menjadi ayah dari dua anak sekaligus."Bener, coba lihat sendiri. Terlihat jelas bukan, jika ada dua janin di sana," tutur dokter Ariana terlihat ikut bahagia."Alhamdulillah, Dok. Saya senang sekali," ucap Arga yang matanya mulai mengembun."Selamat ya. Tapi ingat, hamil anak kembar itu lebih rentan dari pada yang hamil tunggal. Jadi Anda harus benar-benar dijaga dengan baik," dokter memegang erat tanganku untuk memberi semangat."Baik, Dok," jawabku tak bisa berkata-kata lagi. Sungguh bahagia hati ini.Apalagi saat dokter memperdengarkan pertama kali detak jantung mereka. Masyaallah. Air mata ini menetes kia
"Aldo!" teriakku saat Aldo akan ikut melangkah masuk."Salma." Aldo kaget melihatku ada di rumah sakit. Pasti dia bertanya kenapa aku ada di sini."Siapa yang sakit?" tanyaku berjalan mendekat padanya."Juragan Amran dan Sinta, mereka tadi sempat cek cok di atas balkon dan aku tidak tahu apa masalahnya hingga mereka bisa jatuh berdua," jawab Aldo.Ya, sejak pernikahan Arga dan Mbak Sinta resmi bercerai. Tidak ada lagi yang tahu bagaimana keadaan juragan Amran dan Mbak Sinta. Pertemuan terakhir adalah dua bulan lalu di rumah sakit ini. Bahkan, saat Arga resmi menikahiku secara hukum dan acara syukuran pun sama sekali tidak mengundang juragan Amran. Tepatnya satu setengah bulan lalu. Sebenarnya Arga sudah menyusun rencana resepsi, tetapi karena aku mual saat dekat dia. Alhasil hanya acara akad dan syukuran saja.Tidak apa-apa, yang penting aku bukan lagi istri siri ataupun madu. Aku resmi menjadi istri Argantara Pramudya. Insyaallah selamanya hingga maut yang memisahkan kami."Innalill
"Pak ini dari siapa?" tanyaku pada sang supir."Loh saya nggak tahu, Mbak. Saya pikir itu tadi benar pesanan dari Mbak," jawabnya.Sebuah buket bunga ada di jok tempat dudukku. Siapa yang memberikan? Apakah mungkin Arga yang memberikan ini untukku?Ah entahlah, semoga saja benar pemberian dari dia. Namun, setelah dipikir-pikir kapan dia membeli? Bukankah tadi saat aku masuk belum ada? Apa aku yang lupa.Ah, memikirkan buket bunga malah jadi pusing. Sudahlah, tidak terlalu penting bunga ini dari siapa. Saat ini Arga lebih butuh dukungan daripada sibuk memikirkan bunga ini.Mobil ambulans sudah lebih dulu melaju. Kini aku meminta sang supir untuk pulang ke rumah juragan Amran. Sebelum aku sampai di rumah mertua, ibuku sudah terlebih dahulu aku mintai untuk datang ke sana. Walaupun ibu sedang sakit, setidaknya dia datang untuk melawat.Setibanya di rumah mertua. Sudah banyak orang yang datang untuk melayat.Aku segera turun dan masuk ke dalam rumah. Aku memakai masker dobel saat mau mend
"Iya, bukankah besok adalah hari ulang tahunmu?" Ah, aku sampai lupa jika besok usiaku genap 22 tahun. Ternyata suamiku itu benar-benar perhatian denganku. Ya Tuhan, kurang bersyukur bagaimana coba, setelah bertahun-tahun hidup dengan penuh air mata dan penyiksaan dari ibu tiri. Kini aku merasakan hidup dengan penuh kasih sayang dari orang yang begitu tulus mencintaiku.Ternyata dibalik setiap cobaan, akan ada hikmah yang datang. Sepertiku saat ini. Tak pernah terbayangkan jika akan menikah dengan seorang reader di fb.Soal cerita, selama hamil aku tak pernah lagi menulis. Mungkin bawaan anak kali ya, rasanya malas mau ngetik dan lebih suka scroll medsos dan main ular. Ah, snake adalah permainan yang paling aku suka sejak jaman hp jadul hingga muncul android."Maaf ya, rencananya aku akan buat pesta kecil-kecilan sekaligus syukuran atas kehamilanmu, tetapi karena ada musibah. Semua itu aku batalkan.""Tidak apa-apa, aku sudah tidak mual saja itu sudah hadiah paling terindah dari Tuha
"Arga!""Astaga, ganggu aja. Mau apa sih dia ke sini!" Arga berdecak kesal, begitu juga denganku. Kami bangkit bersama dan menghadap ke arah ibu tiriku yang sedang berjalan menuju teras."Hei. Kenapa semua harta juragan Amran kamu jual semua? Ha!""Memangnya apa urusan Anda dengan harta papa? Itu uang papa dan aku adalah anaknya," sahut Arga."Tapi Sinta juga berhak atas harta itu," engah ibu."Sinta juga sudah meninggal. Jadi, hanya aku yang berhak," balas Arga yang memang benar seperti itu kenyataannya. Hanya ibu saja yang gila akan harta, makanya dia mengusik."Dasar menantu jahat! Nggak mikirin mertua.""Anda hanya mantan mertua, jadi jangan harap aku akan memberikan warisan papa itu pada Anda. Sepeser pun tidak akan!"Ibu meradang mendengar penuturan dari Arga. Dia tidak terima kalau harta papa mertua dijual semua."Jahat kamu Arga!" Ibu menunjuk-nunjuk ke arah Arga."Cukup, Bu!" bentak Arga ketika ibu mulai tak terkendali."Jika sampai tangan ini menyentuh aku dan Salma. Maka a
Hampir lima belas menit aku ada di dalam toilet bersama Arga yang kini menunggu di depan toilet. Sengaja aku mengajaknya masuk agar mereka tidak saling bertemu."Sayang, sudah belum?" tanya Arga."Iya, sebentar," jawabku.Aku harus menghubungi dokter Ariana terlebih dahulu. Menanyakan padanya apakah Najas memang diajak ke sini atau memang pria itu sengaja datang setelah tahu aku akan cek di sini."Halo, assalamualaikum," jawab dokter Ariana dari seberang telepon."Waalaikumsallam, Dok," balasku sedikit ragu. Tetapi aku harus yakin."Ada apa, Bu Salma?" tanyanya ramah."Apakah? Em ... maaf sebelumnya, apakah Najas masih ada di situ?"Dokter Ariana sedikit tertawa mendengar pertanyaanku yang sedikit berbisik."Dia sudah pulang, lelaki itu hanya meminta tanda tangan dariku. Prakteknya sudah selesai," jawabnya dan aku bisa bernapas lega.Saking bahagianya, aku sampai lupa mengucapkan terima kasih dan langsung mengakhiri panggilan secara sepihak. Aku sadar ketika aku sudah keluar dan menga
Namun, ketika aku membuka gerbang, bukan Arga yang ada di dalam mobil itu, tetapi Najas.Sejak kapan dia tahu alamat rumah ini? Dan mau apa dia ke sini?Lelaki itu turun dari mobil lalu mendekat padaku. Dengan cepat aku kembali menutup gerbang, tetapi Najas lebih cekatan."Tunggu, Sal!""Lepasin!" Aku berusaha berontak ketika tangan Najas kembali menyentuh tanganku."Aku hanya ingin ngobrol sama kamu sebentar saja.""Maaf, seorang istri akan berdosa jika menerima tamu seorang laki-laki. Jadi tolong, pergi!"Namun, ucapanku tidak digubris sama sekali oleh Najas. "Aku mencintaimu, Sal. Bercerai lah dengan Arga dan menikahlah denganku.'Aku menggeleng. "Jangan berbuat gil4, Najas. Aku dan Arga tidak akan bercerai. Tidak akan pernah bercerai kecuali maut yang memisahkan!" tandasku.Najas memang keras kepala, bahkan dia juga menutup pintu gerbang. Aku mulai khawatir. Bagaimana jika Najas berbuat nekad."Pulanglah, Najas, aku mohon," ibaku padanya.Tubuhku mulai gemetar saat Najas kian men