"Kamu Vida?"Vida bereaksi mendengar tanya itu. Pertanyaan yang datang dari sisi kanannya tepat saat ia selesai telepon dengan Reyhan."Ya, kamu mengenalku?"Vida memutar kursi tinggi di depan meja bar sehingga dia berhadapan dengan orang yang memanggilnya."Namaku Jenni."Vida menyambut jabat tangannya dengan tersenyum."Apa kita pernah bertemu sebelumnya?"Vida penasaran karena ia merasa ini adalah pertama kalinya mereka bertatap muka satu sama lain tapi perempuan ini seperti sudah mengenalnya cukup lama. Ah, dia lupa! Dia sudah jadi terkenal sejak skandalnya dengan Dio jadi konsumsi publik.Perempuan bernama Jenni ini juga pasti tahu berita itu, apalagi percobaan pencurian dua juta dolar dari akun Danial Abdisatya yang mengguncang jagat bisnis."Belum. Tapi aku mengenalmu.""Kamu mengenalku? Apa aku seterkenal itu karena skandal panas?"Jenni menggeleng."Aku mengenalmu sebagai kakaknya Bela.""Kamu juga mengenal Bela?""Ya. Dia menikah dengan Nial. Nial adalah pria yang kuinginkan
Bela berlari memasuki taksi yang ia hentikan di depan kafe. Meninggalkan tatap khawatir Siska saat melihatnya tiba-tiba mengambil langkah seribu setelah mendengar Vida menangis ketkutan."Astaga ... bagaimana bisa dia dimintai uang? Apa yang dia lakukan, sih?'Bela mendengus kesal. Meminta sopir taksi untuk melaju lebih cepat ke King's Queen. Itu adalah nama sebuah club malam yang ada di dekat hotel dan restoran bintang lima.Ia mengerling sekilas pada jam di tangan kirinya. Sudah hampir jam sembilan malam dan kepalanya bertambah ingin meledak setiap detiknya.Ia sampai tak lama kemudian dan berlari keluar dari taksi. Bergegas masuk ke dalam ruangan yang temaram dan di langit-langitnya ada lampu besar bulat yang mengeluarkan warna-warni yang tidak nyaman untuk matanya.Alunan musik DJ membuatnya sakit telinga karena tempat ini terlalu berisik menurutnya. Saat itu, Bela melihat seorang perempuan dengan tiga orang lelaki duduk di kursi tak jauh dari meja bartender. Dan perempuan itu ad
"Pak Nial, istrimu dalam bahaya!"Jerry membuka pintu ruang kerja CEO Ones Air secara tiba-tiba. Membuat Nial yang tadinya memandang layar laptop dan sedang kerja lembur memutar kepalanya dengan cepat pada arah kedatangan Jerry."Apa? Kenapa?"Nial bangkit, menyambar jas dari gantungan dan bergegas keluar bersama dengan Jerry. Langkah gontai mereka memasuki lift untuk menuju lantai dasar."Siska baru saja menghubungiku kalau Bela tiba-tiba pergi setelah dapat telepon dari Vida. Dan aku nggak bisa menemukan di mana lokasi keberadannya saat ini. Ponselnya mati."Nial merasa kepalanya seperti kejatuhan besi berat hingga akan pingsan. Kabar yang dibawa masuk Jerry malam ini membuatnya marah. Jika dia tidak bisa menemukan di mana Bela? Lalu bagaimana caranya mneyelamatkannya?Dia berpikir dingin dan menemukan jawabannya."Lacak nomornya Vida, Jerry!""Baik."Jerry mengeluarkan ponselnya. Menghubungi orang IT Ones Company dan memintanya untuk menemukan Vida dalam kurun waktu kurang dari sa
***"Pusing ...."Bela merasa kepalanya akan meledak saat ia membuka mata dan perlahan bangun. Ia hampir limbung ke samping tepat saat kedua lengan kekar Nial menahannya."Sayang?"Nial menyentuh wajahnya. Bela memandangnya dengan mata yang masih sangat sulit dibuka. Pandangannya masih berkunang-kunang tapi ia ingin segera tahu apa yang terjadi semalam padanya.Takdir apa yang terjadi setelah mendengar kata 'Gilir dia!' dari mulut Vida sesaat sebelum ia ia kehilangan kesadaran.Siapa yang mengantarnya pulang? Pasti Vida dan ketiga teman lelakinya setelah membuatnya ternoda dengan tidak bisa menjaga kehormatannya, miliknya untuk Nial.Segala pikiran itu mengusiknya."Kamu baik-baik saja?"Bela mencium harum tubuh Nial yang bau sabun mandi. Dia pasti baru keluar dari kamar mandi tepat saat Bela bangun.Matahari sudah meninggi di luar tapi suasana di dalam kamarnya masih redup karena Nial belum membuka kelambu. Belum menyalakan lampu dan membiarkan Bela tidur dengan penerangan cahaya di
"Baik, aku akan melakukannya."Panggilan telepon Jerry mati. Nial memeriksa video dari rekaman cctv yang tadi dikirimkan olehnya.Matanya basah saat melihat Bela yang ada di sana sedang dicekoki alkohol langsung dari botolnya. Saat ia mencoba kabur tapi malah ditahan oleh Vida, ditarik rambutnya dan ditampar. Saat Bela diangkat ke sofa dan pakaiannya mulai dikoyak selagi Vida hanya tertawa menyaksikan semua itu.Hati Nial teriris. Jika masih ada yang namanya hati nurani, maka keempat manusia itu pasti sudah kehilangannya.Nial terkejut, mematikan ponselnya dengan segera karena tangan kecil seseorang memeluknya dari belakang."Sayang?"Nial berbalik dan menjumpai Bela yang sudah di sana dan tersenyum memandangnya."Mas pikir kamu istirahat? Jadi telepon dengan Jerry di sini."Nial mengusap lembut puncak kepalanya."Nggak bisa tidur karena nggak ada kamu."Nial hanya tertawa, sementara Bela memejamkan matanya saat Nial mengecup bibirnya dan mengubahnya menjadi lebih dalam. Menghangatkan
***Bela berjalan menuruni tangga dengan cepat setelah Nial membacakan pesan dari Jerry yang mengatakan ia akan sampai dalam waktu satu menit lagi."Siska!""Bela!"Bela memeluknya dengan erat."I hope you doing well!"Siska tersenyum dan dibalas anggukan pasti oleh Bela."Selamat malam."Siska mengucapkannya pada Nial, bersamaan dengan Jerry yang juga mengucapkannya."Selamat malam, Jerry, Siska. Kalian baru kencan?"Nial mengisyaratkan agar mereka duduk di ruang makan saja setelah menerima tas milik Bela dari Jerry, juga ponsel baru. Karena ia sudah meminta Kim menyiapkan coklat hangat untuk mereka berempat."Baru makan malam, Pak Nial. Ini aku bawakan pizza."Siska mengangkat dua kotak pizza ukuran besar yang ada di tangannya."Wah, terima kasih."Bela menerimanya dan meletakkanya di atas meja makan. Membukanya dan mereka melahapnya dengan suka cita."Aku pikir, Pak Nial nggak makan junk food?"Siska mengerling sekilas pada Nial yang duduk di samping Bela, melahap pizza dengan tanp
***…."Nial?"Mata Vida melebar saat ia melihat Nial yang duduk dengan hanya dipisahkan oleh sekat kaca antara pengunjung dan tahanan yang ada di kantor polisi. Dengan Jerry yang berdiri di belakangnya tanpa bergerak seinchi pun dari tempatnya."Nial? Apa maumu?"Nial mendengus kesal. Vida dapat melihat mata penuh kebenciannya. Mata yang sama yang diberikan saat Nial mengusirnya pergi dari ranjang malam pertama mereka.Jam sudah sore, tapi Nial masih menawan dalam setelan jas yang dipakainyaDia tampak menggertakkan gigi-giginya. Menegakkan punggungnya yang sedari tadi bersandar di kursi dan menatap Vida lebih dekat."Aku tidak ingin membuang waktuku. Aku hanya ingin kebenarannya. Siapa yang memintamu melakukan ini?""Kenapa kamu harus bertanya? Jerry sudah memberi tahumu semuanya, 'kan?"Vida mengerling sekilas pada Jerry yang kedua sudut matanya meruncing. Lebih mengintimidasi dari pada mata serigala Nial."Jadi itu benar?" Nial menegaskan."Ya.""Aku tidak tahu bagaimana caramu be
…."Jalang, enyah kamu dari hidupku!"Bariton dingin Nial terdengar lirih dan mengintimidasi Jenni. Tadinya ia mengira Nial akan menciumnya sejak Nial memposisikannya terkunci di dinding. Dengan keadaan kedua bibir mereka yang hampir bersentuhan.Tapi bukan kata-kata sensual atau perlakuan romantis, Nial justru melemparkan sumpah serapahnya tepat di depan pucuk hidungnya."Nial!"Jenni mencoba pergi tapi Nial membuatnya kembali berdiri dengan kaku di tempatnya."Kamu ingin aku memperlakukanmu seperti ini? Sedekat dan semanis seperti kelihatannya, 'kan? Jangan mimpi!"Nial masih berbisik di samping telinga Jenni. Sementara Jerry tidak bisa mendengar apa yang dikatakan oleh Nial karena suaranya terlalu dalam untuk sampai di telinganya.Tapi ia mengamati perubahan mimik wajah Jenni dari yang berseri penuh debaran menjadi marah dan ketakutan dalam waktu yang bersamaan.Nial menegakkan punggungnya. Membenarkan kerah jas yang sedikit berantakan menurutnya."Aku tahu apa yang kamu lakukan pa