Bela merasakan telinganya yang berdengung. Ia menyentuh keningnya yang mengalirkan darah dari sana bertepatan saat Nial memanggil namanya. Nial yang melihat Bela roboh kemudian menahannya dan Han yang tadi berdiri di belakang Bela terlihat marah. Ia menghantamkan tinju mentahnya ke wajah lawan yang baru saja mencelakai nonanya."Ayo pergi dari sini, Pak Han!"Nial mengangkat Bela dan dengan cepat membawanya ke dalam mobil. Dia dengan langkah yang tertatih, sebenarnya juga terluka karena terkena sabetan belati."Pergi dari sini, Jerry!"Nial memerintahkan Jerry agar mundur dari sana karena ia mendengar sirine polisi yang menderu memecah malam sekaligus membubarkan kerusuhan. Jerry menurut saja dan mengemudikan mobil Nial menjauh dari sana karena Jerry sendiri datang ke sini dengan ikut salah satu bodyguard dari Ones Company yang tadi menjemputnya."Apa kita bawa Nona Bela ke rumah sakit?" Han mengerling pada kaca spion di atasnya saat mobil melaju pada kecepatan penuh. Pada Nial yan
Niko baru mengenakan jas dokternya saat seorang perawat bernama Silvana datang menghampirinya dengan mengatakan,"Dokter William memintamu untuk melihat keadaan pasien di semua ruang VIP karena beliau sudah pindah shift.""Iya. Ayo kita ke sana!"Silvana mengangguk. Mengikuti langkah kaki Niko yang berjalan meninggalkan ruang dokter menuju ruang VIP pertama. Ruangannya tertutup, kordennya juga. Dan lampunya juga belum dinyalakan. Tapi dia dapat mendengar orang yang bercakap-cakap di dalam.Niko ragu, tapi ia harus memastikannya. Dia mengetuk pintu dengan lirih tapi tidak mendapat jawaban. Akhirnya memutar kenop dan mengambil satu langkah masuk ke dalam."Selamat pagi!"Tapi yang dilihatnya membuat hatinya jatuh hingga hancur berkeping-keping. Karena yang ada di dalam sana adalah Bela. Bersama dengan Nial.Dengan bahu yang terbuka karena mereka tampak terkejut saat Niko masuk dan membuat Nial dengan cepat menarik kepalanya."Bela?"Bela terkejut, terang saja! Ia merapikan pakaiannya de
"Mana Nial?" Sebuah suara mengejutkan Jerry dan Siska. Tanya itu datang dari Hendro pada keduanya yang melihatnya meletakkan sashimi di atas meja makan.Jerry dan Siska segera menoleh dan menunduk menyambut kedatangannya yang memasuki ruang makan."Selamat datang. Pak Nial masih di kamar, Pak Hendro." Hendro mengangguk menjawab Jerry. Dia datang ke sini karena Bela memintanya datang, mengatakan akan ada pesta barbeque tapi sepertinya gagal sejak di luar hujan dan Jerry tangan kanan yang serba bisa itu tampak akan memanjakan lidah mereka dengan makanan yang dibuatnya."Di mana Bela?" Sebuah pertanyaan lain akhirnya datang.Sekali lagi membuat Jerry yang mengambil salad buah yang baru dibuat Siska segera memandangnya lagi. "Selamat datang, Pak Handoko, Bu Sasti. Pak Nial dan Nona masih ada di kamar." Mereka datang ke sini untuk memenuhi undangan Nial yang mengatakan bawa mereka akan mengadakan makan-makan kecil untuk menyambut kepulangan Bela dari rumah sakit.Karena tahu Nial itu
"Apa yang kamu lakukan di sini?"Nial bereaksi dengan cepat saat melihat perempuan yang sama sekali tidak ingin dia lihat atau dia temui. Karenanya, dia hampir bertengkar dengan Bela selepas acara reuni SMA mereka."Melihat pameran. Tentu saja." Dia menjawab tanpa dosa.Bela sangat muak. Jika sebelumnya ada Dio yang terobsesi dengannya dan juga Niko yang mengejarnya tanpa henti, maka sekarang ada Jenni. Perempuan yang datang dari masa lalu Nial.Yang setelah penolakannya terhadap Nial kini justru merangsek masuk untuk merecoki hidup bahagianya, biduk rumah tangganya."Kamu--" Nial mengeluarkan suara setelah mungkin hampir seabad kebisuan."Mas?"Bela memanggil Nial dengan mesra, menahan tangannya untuk tidak melangkah menjauh. Agar sebaiknya mereka pergi saja dari sini untuk menjaga mood baik mereka.Nial mendengus kesal. Mereka pergi dari sana dengan diikuti Marvin yang berjalan di samping Nial. Meninggalkan Jenni yang bediri kaku di tempatnya.Ia kesal. Dilihat dari bagaimana patuhn
"Kamu Vida?"Vida bereaksi mendengar tanya itu. Pertanyaan yang datang dari sisi kanannya tepat saat ia selesai telepon dengan Reyhan."Ya, kamu mengenalku?"Vida memutar kursi tinggi di depan meja bar sehingga dia berhadapan dengan orang yang memanggilnya."Namaku Jenni."Vida menyambut jabat tangannya dengan tersenyum."Apa kita pernah bertemu sebelumnya?"Vida penasaran karena ia merasa ini adalah pertama kalinya mereka bertatap muka satu sama lain tapi perempuan ini seperti sudah mengenalnya cukup lama. Ah, dia lupa! Dia sudah jadi terkenal sejak skandalnya dengan Dio jadi konsumsi publik.Perempuan bernama Jenni ini juga pasti tahu berita itu, apalagi percobaan pencurian dua juta dolar dari akun Danial Abdisatya yang mengguncang jagat bisnis."Belum. Tapi aku mengenalmu.""Kamu mengenalku? Apa aku seterkenal itu karena skandal panas?"Jenni menggeleng."Aku mengenalmu sebagai kakaknya Bela.""Kamu juga mengenal Bela?""Ya. Dia menikah dengan Nial. Nial adalah pria yang kuinginkan
Bela berlari memasuki taksi yang ia hentikan di depan kafe. Meninggalkan tatap khawatir Siska saat melihatnya tiba-tiba mengambil langkah seribu setelah mendengar Vida menangis ketkutan."Astaga ... bagaimana bisa dia dimintai uang? Apa yang dia lakukan, sih?'Bela mendengus kesal. Meminta sopir taksi untuk melaju lebih cepat ke King's Queen. Itu adalah nama sebuah club malam yang ada di dekat hotel dan restoran bintang lima.Ia mengerling sekilas pada jam di tangan kirinya. Sudah hampir jam sembilan malam dan kepalanya bertambah ingin meledak setiap detiknya.Ia sampai tak lama kemudian dan berlari keluar dari taksi. Bergegas masuk ke dalam ruangan yang temaram dan di langit-langitnya ada lampu besar bulat yang mengeluarkan warna-warni yang tidak nyaman untuk matanya.Alunan musik DJ membuatnya sakit telinga karena tempat ini terlalu berisik menurutnya. Saat itu, Bela melihat seorang perempuan dengan tiga orang lelaki duduk di kursi tak jauh dari meja bartender. Dan perempuan itu ad
"Pak Nial, istrimu dalam bahaya!"Jerry membuka pintu ruang kerja CEO Ones Air secara tiba-tiba. Membuat Nial yang tadinya memandang layar laptop dan sedang kerja lembur memutar kepalanya dengan cepat pada arah kedatangan Jerry."Apa? Kenapa?"Nial bangkit, menyambar jas dari gantungan dan bergegas keluar bersama dengan Jerry. Langkah gontai mereka memasuki lift untuk menuju lantai dasar."Siska baru saja menghubungiku kalau Bela tiba-tiba pergi setelah dapat telepon dari Vida. Dan aku nggak bisa menemukan di mana lokasi keberadannya saat ini. Ponselnya mati."Nial merasa kepalanya seperti kejatuhan besi berat hingga akan pingsan. Kabar yang dibawa masuk Jerry malam ini membuatnya marah. Jika dia tidak bisa menemukan di mana Bela? Lalu bagaimana caranya mneyelamatkannya?Dia berpikir dingin dan menemukan jawabannya."Lacak nomornya Vida, Jerry!""Baik."Jerry mengeluarkan ponselnya. Menghubungi orang IT Ones Company dan memintanya untuk menemukan Vida dalam kurun waktu kurang dari sa
***"Pusing ...."Bela merasa kepalanya akan meledak saat ia membuka mata dan perlahan bangun. Ia hampir limbung ke samping tepat saat kedua lengan kekar Nial menahannya."Sayang?"Nial menyentuh wajahnya. Bela memandangnya dengan mata yang masih sangat sulit dibuka. Pandangannya masih berkunang-kunang tapi ia ingin segera tahu apa yang terjadi semalam padanya.Takdir apa yang terjadi setelah mendengar kata 'Gilir dia!' dari mulut Vida sesaat sebelum ia ia kehilangan kesadaran.Siapa yang mengantarnya pulang? Pasti Vida dan ketiga teman lelakinya setelah membuatnya ternoda dengan tidak bisa menjaga kehormatannya, miliknya untuk Nial.Segala pikiran itu mengusiknya."Kamu baik-baik saja?"Bela mencium harum tubuh Nial yang bau sabun mandi. Dia pasti baru keluar dari kamar mandi tepat saat Bela bangun.Matahari sudah meninggi di luar tapi suasana di dalam kamarnya masih redup karena Nial belum membuka kelambu. Belum menyalakan lampu dan membiarkan Bela tidur dengan penerangan cahaya di