"Kenapa kau pulang tidak memberitahuku? Aku bisa mengantar kalian pulang."
Semula Celine hanya diam, malas untuk menjawab, dia menyerahkan jawaban itu pada Veronica namun nyatanya dia hanya diam."Nggak perlu. Aku dan Ibu bisa pulang dengan taksi." Tak tau bahwa saat itu juga Celine di perbolehkan untuk pulang, maka Veronica menyuruh sopirnya untuk pulang.Terpaksa mereka menggunakan taksi online untuk mengantarnya pulang."Bukan seperti itu! Aku cuma khawatir dengan kondisimu! Kenapa kau sangat keras kepala, Baby!""Kalau kau tidak suka, lebih baik kau ceraikan aku!"Semua spontan membelalakkan matanya, bukan hanya Zack saja, tapi juga Veronica yang tak mengira kalau Celine punya pemikiran seperti itu. Padahal dia sudah pernah berjanji kalau apapun yang terjadi, dia akan tetap menemani suaminya."Celine, apa yang kau katakan?""I-Iya gitu! Lalu apa yang harus aku pertahankan jika suamiku sudah tidak mencintai"Greta, sedang apa kau di sini! Bagaimana jika Mama dan Celine tau?" "Aku tidak perduli! Zack, ada yang mau aku bicarakan denganmu!" Siang hari Greta nekat datang ke istana Welyoston dan kebetulan saat itu Zack berada di depan rumah.Wanita itu sudah tidak perduli lagi dengan orang tua atau istri dari kekasihnya itu."Aku hamil! Dan kau harus bertanggung jawab!"Degh!Zack terperangah dengan ucapan Greta, bisa-bisanya wanita ini hamil di saat Celine baru saja kehilangan bayinya. Bagaimana perasaannya jika dia tau soal itu."Hamil? Nggak mungkin! Kau pasti berbohong, Greta!""Berbohong kau bilang? Ini buktinya!"Plak!Sebuah amplop berisi hasil pemeriksaan dokter, Greta letakkan kasar di atas meja. Perlahan Zack mengambil kertas itu dan membukanya pelan.Matanya membelalak saat melihat nama yang tertera di dalam kertas tersebut."Jadi ..., jadi kau benar-benar hamil? Antara senang dan
"Tidak, aku tidak boleh melakukan ini. Masih banyak hal yang bisa aku lakukan dari sekedar bunuh diri!" Klenting!Celine membuang pisau itu dengan penuh ketakutan di atas lantai. Saat itu juga pikirannya tersadar kalau mengakhiri hidupnya bukanlah penyelesaian masalah, bukankah tujuan semula iyalah untuk membawa Zack ke jalan yang benar, itu artinya dia harus menyadarkan suaminya itu dari pengaruh wanita jalang itu.Dengan telat yang kuat, Celine kembali keluar kamar dan menghampiri Zack dan Greta yang masih duduk d luar rumah.Melihat menantunya yang berjalan begitu tegas membuat Veronica penasaran, dia pun mengikuti di belakang Celine berjalan."Baby, apa kau baik-baik saja?" Zack seketika bangun dari duduknya."Aku menyetujui kau untuk menikah dengannya."Degh!Semua sontak tertegun dengan ucapannya, kecuali Greta yang tampak girang setelah melihat Celine menyerah."Celine, apa yang kau katakan? Ken
Dekorasi pernikahan bernuansa putih dengan bunga warna warni menghiasi sebuah gedung yang sengaja Zack sewa untuk janji suci pernikahannya dengan Greta.Bersama dengan kedua aduk gadisnya dan Veronica, Celine menguatkan diri untuk datang ke acara pernikahan suaminya akan di laksanakan.Dia berusaha tetap tegar, walau sesungguhnya dia sangat rapuh.Di dalam mobil dia termenung sambil memandang ke luar lewat jendela pintu."Kau tidak perlu khawatir, Celine. Semuanya akan baik-baik saja." Celine hanya tersenyum.Sampai di lokasi tersebut dimana Zack duduk berdampingan dengan Greta yang kini mengenakan gaun berwarna putih panjang dengan belahan dada rendah.Pria itu seketika bangun dari duduknya saat melihat rombongan keluarganya datang."Akhirnya, istrimu datang juga, Zack!" Namun Zack tidak menghiraukan ucapan calon istrinya. Pandanganya tetap fokus pada mereka yang kini mulai turun satu persatu."Ayok, kita kesan
"Marcel." Semua membelalakkan matanya saat pria tampan itu sampai di hadapan mereka, begitu juga dengan Greta yang tidak asing dengan pemuda itu.Veronica tersenyum lega sambil memeluk tubuh Celine sangat erat seolah mengatakan kalau dialah yang selama ini di tunggu."Pak pendeta tolong hentikan acara pernikahan ini. Pernikahan ini tidak sah." Dengan santainya Marcel naik ke atas altar dan menghampiri mereka.Melihat ulah adiknya yang datang tiba-tiba tentu membuat Zack tak terima. Dia spontan merai kerah baju Marcel seraya berkata. "Hei, apa maksudmu! Kenapa kau tiba-tiba datang dan mengacaukan semuanya!" Tapi Marcel justru tersenyum.Dia memandang pada Greta yang terlihat salah tingkah."Wanita yang akan kau nikahi ini adalah, ular!""Sial! Apa maksudmu?" Semuanya tampak panik."Kau tanyakan saja kepadanya. Kita pernah melakukan itu di Italia dulu."Wajah bengis Zack seketika mengarah pada Greta.
"Maafkan Mommy, Sayang. Mommy baru bisa menemui-mu sekarang. Kau pasti bahagia di sana, dengan Tuhan. Tuhan pasti sangat baik padamu, dia pasti begitu menyayangimu, anak'ku."Di atas pusara anaknya, Celine kembali meneteskan air mata. Bahkan bulir bening itu tampak membasahi batu nisan yang tertuliskan nama Alvaro. Sengaja Zack memberi nama itu di atas batu nisan agar si jabang bayi yang baru berusia 7 bulan mudah untuk di ingat.Di temani oleh Marcel yang duduk di sampingnya, Celine begitu terlihat terpukul, sekaligus lega bahwa suaminya telah gagal menikah.Namun bukan berarti dirinya sudah memaafkan Zack, rasanya berat sekali untuk percaya padanya kembali, walau pria itu minta maaf sekalipun."Doakan Mommy, agar Mommy kuat menjalani semua ini, Sayang. Mommy tau, kau pasti melihat dari atas sana. Bersenang-senanglah dengan Tuhanmu, Sayang."Usai melepas semua kegundahan hatinya, Celine dan Marcel pulang ke rumah dimana semua keluarga se
"Zack, keluar kau! Keluar kau, Sayang. Aku menunggumu di sini!" Teriakan Greta membuat semua penghuni istana keluar rumah tanpa terkecuali.Zack yang kini hanya mengenakan kaos berwarna putih ketat lengan pendek, memperlihatkan otot lengannya yang begitu menonjol dengan celana pendek di atas lutut berbahan katun."Greta, apa yang kau lakukan pagi-pagi di sini? Kau mengganggu waktu sarapan kita!" ucap Veronica ketus."Diam! Ibu mertua. Aku tidak ada urusan denganmu!" Greta lalu berjalan dengan manjanya dan bergelayut di lengan kekar Zack.Sementara Zack sendiri mencoba menepis karena merasa risih dengan Celine dan juga Marcel yang turut serta ada di tempat itu."Kau kenapa tega meninggalkan aku, aku tidak bisa hidup tanpamu, Sayang!""Greta lepaskan aku! Aku sudah memutuskan untuk mengakhiri hubungan denganmu!""Apa? Jadi kita putus?" Greta menangis."Kau tega, Sayang. Padahal aku begitu mencintaimu! Iy
"Sedang apa kau di sini?""Ma-Marcel, kau sendiri sedang apa di sini?"Rupanya adik dari Zack ini mengikuti di belakang taksi yang membawa Celine pergi, sepulang dari rumah sakit jiwa, dia menyempatkan diri untuk berhenti di sebuah taman kota hanya untuk sekedar membuang penatnya.Celine duduk di tengah-tengah taman di kelilingi dengan bunga warna warni, serta tampak jembatan kecil dengan sungai kecil yang mengalir jernih."Aku ...""Jangan bilang kau mengikuti-ku?" Marcel terdiam.Celine menghembuskan nafas kasar karena tau diamnya adik ipar itu berarti benar, kalau pria tampan ini mengikutinya."Aku hanya mengkhawatirkan-mu. Di situasi yang seperti ini, mana mungkin aku membiarkanmu pergi sendirian." Dia lalu duduk di samping Celine."Sebenarnya apa yang kau pikirkan? Apa kau masih ragu dengan Zack?" Marcel bicara sambil menghisap rokok."Aku sendiri juga tidak tau, Cel. Apakah aku masih bisa menerima
"Morning Mah!""Morning Zack, Celine." Veronica tersenyum."Syukurlah kalian sudah baikkan, aku senang melihatnya. Satu persatu permasalahan terselesaikan dengan baik, sekarang tinggal fokus untuk pernikahan Granella.""Zack, alangkah baiknya jika gantian kita yang menyambangi kediaman Alexander, kapan kau punya waktu?""Aku bisa saja nanti malam, Mah. Apa Mama sudah konfirmasi dulu dengan Granella?" Veronica menggeleng."Jangan seperti pada saat Alex dan keluarganya datang, Mah. Kali ini Granella harus tau supaya dia bisa bersiap untuk nanti malam.""Mama coba panggil Granella kemari." Tapi Celine mencegahnya."Ah, Bu. Biar aku saja yang memanggil Granella."Ketika Celine sampai di depan kamarnya, terdengar kalau Greta sedang bicara dengan seseorang di dalam kamarnya.Ketukan pintu Celine spontan membuat dia mematikan panggilan itu."Granella." Pintu pun di buka."Kak Celine, iya ada
"Aku akan beri mereka nama Eleana dan Evander, mereka cantik dan juga gagah seperti aku." Zack begitu bangganya."Eleana dan Evander? Em, nama yang bagus, aku suka dengan nama itu, Honey." Zack mengecup kening sang istri dengan begitu hikmatnya."Oh, iya kalian belum memberitahu berita bahagia ini pada Marcel dan juga Granella bukan? Biar Mama yang menelepon mereka." Veronica mengambil ponselnya dan menelepon kedua anaknya yang berada di seberang sana.Marcel memicingkan matanya saat melihat nama yang terpampang di layar ponselnya membuat Granella penasaran siapa yang meneleponnya."Siapa yang menelepon-mu, Kak?"Marcel menunjukan ponselnya pada Granella. Mereka berharap tidak ada hal buruk yang menimpa keluarganya di sana, Marcel segera menggeser tombol berwarna hijau hingga panggilan tersambung."Hai Mah, apa Mama baik-baik saja bukan?" Wajah Veronica terlihat di layar ponsel setelah saat melakukan vidio call."Aku baik-baik saja, kau tidak perlu mengkhawatirkan aku. Oh iya, Marcel,
Kandungan Celine yang semakin membesar membuat dia susah untuk melakukan aktifitas seperti biasanya. Di klaim oleh dokter kalau Celine memiliki bayi kembar di dalam rahimnya.Zack begitu senang setelah tau kalau calon anaknya kembar, satu pria dan satu wanita setelah mereka tau lewat USG yang di lakukan setiap kali periksa."Zack, lebih baik hari ini kau jangan dulu masuk ke kantor. Hari ini bukankah HPL istrimu, Celine? Aku tidak menyangka kalau Celine memilih melahirkan secara normal!" Veronica bergidik ngeri.Membayangkan wanita yang kesakitan hendak melahirkan normal, tapi itu jalan yang dipilih oleh menantunya.Sengaja Celine memilih persalinan normal supaya dia bisa tau bagaimana rasanya melahirkan secara spontan."Hem, seperti biasanya, Mah. Aku hanya sebentar untuk absen. Setelah itu, aku akan segera pulang. Mana mungkin aku melewatkan detik-detik yang paling berharga untuk'ku!"Wanita hamil itu masih di dalam kamarnya pa
"Gimana, kalian sudah siap? Kalau sudah kita berangkat sekarang?"Usai sarapan mereka bertiga keluar untuk jalan-jalan. Marcel sengaja membatalkan semua urusan kantornya demi adiknya mumpung Granella ada di kota itu.Kini saatnya untuk membuat dia senang."Siap, Kak. Aku udah siap! Kita berangkat sekarang!"Sekitar 15 menit lamanya, mereka di perjalanan, Marcel justru membawa mereka ke tempat yang tidak terduga, terutama oleh angel sendiri.Mereka ke sebuah taman di tengah-tengah kota. Pemandangan yang sangat indah serta wahana yang membuat mereka merasa tertantang ingin mencobanya, namun tidak untuk Angel."Astaga, kenapa kau membawaku kemari, Marcel? Memangnya nggak ada tempat lain untuk berlibur? Kita bisa ke Mall atau ke pantai?""Apa yang kau katakan, Kak? Di sini? Kak Angel kau lihat! Di sana ada wahana itu. Bagaimana kalau kita mencobanya?""Apa? Naik? Tidak, tidak, tidak! Aku tidak berani mencobanya."
"Oh iya, ada apa kau kemari?""Daddy menyuruhku untuk datang ke rumah. Dia bilang ada hal penting yang mau dibicarakan denganmu!""Hal penting? Hal penting apa?"Angel hanya mengangkat tangan dan bahunya yang menandakan kalau dia tidak tau."Ya sudah, nanti siang aku curi-curi waktu untuk datang ke rumahmu. Atau jangan-jangan kau sengaja menyuruh Daddy-mu agar aku datang ke sana." Marcel terkekeh. "Marcel!" "Sudah, aku mau pulang. Pokonya kau harus datang, Daddy menunggumu di rumah."Angel bangun dari duduknya untuk pulang namun Marcel kembali bicara."Kau yakin mau pulang? Memangnya kau tidak mau ikut dengan kami untuk jalan-jalan?"Dilewatkan juga sayang, akan tetapi rasanya malu jika mendadak dia mau ikut untuk jalan-jalan bersama kakak beradik itu."Jalan-jalan? Jalan-jalan kemana?""Ya kemana aja, ke bukit kayak kemaren?" Angel membelalakkan matanya malu di depan Granella.
Tok!Tok!"Marcel buka pintunya! Marcel, buka!"Granella berlari saat seseorang mengetuk pintu apartemen kakaknya.Pasalnya Marcel sendiri tengah berada di kamar mandi saat ini. Siapa yang berani datang sambil mengetuk pintu lumayan kencang."Iya, iya. Sebentar!"Begitu pintu di buka, "Iya, ada yang bisa saya bantu?" Angel mengerutkan alisnya saat melihat wanita lain di dalam apartemen Marcel.Entah mengapa perasaannya marah, dia mengira kalau Marcel dan wanita ini memiliki hubungan walau sebenarnya bukan urusan dia jika memang itu benar.Karena Angel sendiri hanya teman, bukan siapa-siapanya Marcel."Siapa kau? Kenapa kau berada di apartemen Marcel?" Granella tersenyum."Kau pasti Angel, bukan? Aku Granella, Adiknya Kak Marcel." Granella mengulurkan tangannya mengajak Angel salaman.Berapa malunya Angel yang setelah tau dialah Granella gadis yang sering mereka bicarakan.Nad
"Baby, aku berangkat dulu. Kamu baik-baik di rumah, jaga bayi kita dengan baik!""Kau hati-hati Honey, jangan pulang terlambat, atau aku akan merajuk?" ucap Celine pura-pura cemberut."Kau tidak perlu khawatir! Akan ku habiskan waktuku untuk kalian yang tersayang." Zack memeluk tubuh istrinya dengan sangat erat sambil menciumi pucuk kepalanya.Usai melakukan itu, dia pergi untuk bekerja setelah mengecup kening sang istri. Usia kandungan Celine yang semakin membesar membuat dia cepat lelah dan memerlukan banyak istirahat.Zack tak pernah lama di kantor setelah tau kalau istrinya hamil untuk yang kedua kalinya.Dia menjadi calon Daddy yang siaga, akan tetapi tuntutan pekerjaan membuat dia harus absen berangkat walau hanya beberapa jam saja di kantornya."Suamimu sudah berangkat?" tanya Veronica."Baru saja, Ibu. Hari ini Honey ada meeting dengan para stafnya, dia bilang ada rencana baru yang akan di buat oleh perusahaannya
"Astaga, kenapa aku sampai lupa untuk ke belakang! Ok, makasih Edward, aku ke belakang dulu!" Edward menunjukan toilet dengan tangannya.Dia beranjak lebih dulu kembali ke kamar poppy-nya bergabung bersama Marcel dan mommy-nya.Obrolan mereka serasa menyenangkan baginya, padahal biasanya Edward sendiri enggan untuk berkumpul."Betulkan, Edward. Kalau menurutmu bagaimana jika Poppy menanam saham di perusahaan milik Nona Granella. Jadi komunikasi kita bisa terus berlanjut."Edward menghela nafas kasar sebelum bicara, "Iya, itu ide yang bagus, Pih. Tapi apa Poppy yakin kalau Nona Granella bakal menerima tawaran itu?""Nanti kita tanyakan langsung pada Nona Granella." Tuan Mickey terlihat begitu bersemangat.Tak berapa lama kemudian, Granella keluar dari kamar mandi, tuan Mickey mengatakan niatnya itu pada gadis ini untuk mengajaknya kerja sama.Semula Granella tidak yakin dan mengira kalau tuan Mickey hanya bercanda.
"Ok, Nak. Kau di sini saja, biar aku yang menghubungi Kakak kamu itu.""Apa Uncle yakin?" Pasalnya Granella sendiri tidak yakin kalau tuan Mickey ini mengenal kakaknya. Begitu juga dengan Edward dan nyonya Amelie yang saling pandang dengan pikiran masing-masing."Kenapa tidak, tunggu!"Tuan Mickey mengambil ponselnya lalu menghubungi Marcel yang kini berada di kantornya."Halo, Tuan Mickey ada yang bisa saya bantu?" Suara Marcel dari sambungan telepon."Tuan muda Welyoston, bisa kan anda datang ke rumahku sekarang juga?" Granella membelalakkan matanya saat tuan Mickey menyebut nama tuan muda Welyoston. Itu artinya tuan Mickey memang mengenal kakaknya."Ada hal yang sangat penting yang harus ada ketahui sekarang juga!""Kalau boleh tau, apa hal penting itu, Tuan. Karena saya tidak punya banyak waktu untuk berleha-leha.""Oh, tentu ini sangat penting, Tuan." Tuan Mickey melirik pada Granella."D
"Em, Berlian, Louise tunggu!""Iya, Nona.""Sekarang kalian bebas untuk kemana aja, aku pun akan mencari dimana tempat tinggal Kakak'ku di sini, pulang nanti kita akan bertemu di hotel ini lagi."Kedua bawahannya itu seperti mendapatkan kesempatan emas untuk mengunjungi tempat-tempat indah di kota itu tanpa gangguan soal pekerjaan."Sungguh, Nona?""Iya, bersenang-senanglah kalian, selamat berlibur!"Berpisah dari hotel yang sama mereka berpencar ke tempat tujuan masing-masing.Granella beranjak ke kota lain untuk mencari keberadaan Marcel sekarang."Kak Marcel pasti terkejut kalau tau tiba-tiba aku ada di sini."Menaiki sebuah taksi Granella duduk di kursi belakang sambil memandang indahnya kota tersebut.Laju kendaraan terhenti saat lampu lalu lalu lintas menunjukan warna merah. Dari kejauhan tak sengaja Granella melihat seorang pria tua yang berdiri sambil memegangi kepalanya yang terasa sak