Pesawat mendarat di bandara Kota Pusat karena Hilbram harus menghadiri dan mengatur rapat dengan dewan direksinya terkait penyelenggaraan pemindahan pusat perusahaan Al Faruq ke Kota Surajaya.Setelah semua ini beres, dia akan berkantor saja di sana. Sembari itu akan berusaha menjalin hubungan baik kembali dengan Ayesha.Mereka sudah memiliki seorang anak, seharusnya Ayesha tidak menolak hubungan ini demi kebaikan anaknya itu?Hilbram memang telah kehilangan memori kebersamaan mereka berdua yang hanya sebentar. Namun, saat bertemu langsung dengan Ayesha malam itu, dia bisa merasakan bahwa memang diantara mereka ada hubungan yang spesial.Baginya tidak masalah juga jika memulai dari nol hubungan ini. Hilbram juga menyukai Ayesha.“Kakak!” panggil seseorang membuat Hilbram yang baru datang menoleh.“Kakak, aku kangen Kakak!” teriak Farin yang langsung berlari menghampiri Hilbram.“Eh, tunggu!” panggil Hamida, terlihat mencegah gadis itu mendekati Hilbram.“Kak Hilbram baru datang, mas
Kantor sangat sibuk akhir-akhir ini terkait pemindahan kantor pusat perusahaan. Semua devisi berbenah besar-besaran. Maya, wanita cantik dan elegan yang menjadi pimpinan mereka menijau pekerjaan bawahannya.“Kantor di sebelah sudah mulai diisi barang-barang dari kantor pusat, setelah ini kita juga bersiap pindah ke sebelah. Jadi rapikan dan kemas administrasi dengan baik agar tidak ribet ketika sewaktu-waktu dipindah,” perintah Maya pada bawahannya.Ketika melihat-lihat dan memeriksa pekerjaan pegawainya, Maya memperhatikan wanita yang baru masuk ruangan ketika yang lain sibuk bekerja.“Siapa, kau?” tanya Maya tegas.“Oh, saya pegawai baru, Bu. Nama saya Ayesha.” jawab Ayesha. Apa wanita ini marah karena dia barusan harus ke pantry untuk pumping.“Apa kantor ini milik keluargamu? Bagaimana kau terlihat begitu santai baru terlihat ketika yang lain sibuk bekerja. Darimana kau?” Maya memarahi Ayesha.
Miko sudah paham bagaimana karakter Ayesha, karenanya dia harus mematok harga agar Ayesha berpikir dia memang sedang mencari penumpang.“Kalau Ibu mau, saya bisa kok antar jemput. Kita ‘kan searah berangkat kerjanya, pas pulang saya juga sering lihat Ibu nunggu kendaraan di dekat perusahaan Al Faruq. Kerja saya antar paket kantornya di sebalah sana, Bu.” Miko membuat sebuah penawaran saat mereka di jalan.“Memangnya rumahnya di mana?”“Di Perumahan Rambutan, Bu.”Perumaahan Rambutan memang dekat dengan Perumahan Nangkajajar tempat tinggal Ayesha.“Saya punya anak tiga Bu, masih kecil-kecil juga. Lihat Ibu bawa anak jadi ingat istri saya di rumah. Makanya kalau mau kita bisa barengan kok, Bu!”“Ahaha, Tidak usah, Mas!” Ayesha tentu menolak. Tidak etis sekali harus sering menumpang pada pria asing yang tidak dikenalnya.“Mau Ibu ikut atau tidak toh saya lewat sini juga. Jadi maksud saya, kalau ibu mau ikut ‘kan lumayan dapat tambahan dari Ibu. Buat tambahan beli popok anak bayi saya.
“Sha, jangan nglamun!” Nola menyenggol Ayesha yang sepertinya tidak mendengar seseorang memanggilnya.“Hah, kenapa?” Cepat-cepat Ayesha mengemasi pikirannya.“Pak Dannil itu, dia manggil kamu sejak tadi!” bisik Nola.Ayesha melihat ke depan dan pria itu sudah memasang senyumnya. Entah mengapa Ayesha tampak jenggah sekali melihatnya. Tapi dia harus profesional.“Iya, Pak? Ada yang bisa saya bantu?” tanya Ayesha pada Dannil.“Bagaimana, Sha? Apa kau punya ide tentang penyambutan ini?” Dannil bertanya yang sama dengan Nola.“Ceilah, tahu saja sama yang seger-seger!” seloroh rekan pria lainnya mencandai Dannil.Yang diledek pasang wajah lempeng saja.“Dasar mata keranjang!” Verni mencebik karena ulah Dannil yang mengabaikannya, malah sok manis pada Ayesha.“Oh, Saya pikir acara makan-makan sambil dengar pendapat, bukanlah ide yang
“Maafin, Mas Anton, Sha!” Hanin merasa tidak enak pada sahabatnya itu ketika datang dan mendengar cerita dari ibunya tentang sikap Anton pada Ayesha.“Tidak apa, Nin. Adam aku titipkan di Daycare dekat kantor. Aku baru tahu kalau ada Daycare di sana,” ujar Ayesha memangku dan memberi dot Adam yang sudah mengantuk itu.“Pasti biayanya mahal?”“Iya sih, tapi sebanding dengan gajiku. Masih sisa banyaklah untuk beli popok Adam.” Ayesha mengulas senyum agar temannya itu tidak terus mencemaskannya.Lagi pula, Hanin dan keluarganya sejak dulu selalu baik padanya. Sudah sering bantu-bantu selama ini. Ayesha tidak enak kalau membuat mereka repot. Mau sampai kapan Ayesha merepotkan mereka terus? “Ya sudahlah kalau begitu!” Hanin membelai rambut Adam dan melihat bayi itu sudah tambah besar saja. Padahal baru beberapa hari tidak bertemu.“Hei Adamku sudah menua saja, be
Ketika semuanya sedang mempersiapkan diri menyambut orang-orang penting perusahaan, Ayesha justru memikirkan cara agar tidak ikut terlibat acara itu. Dia belum menyiapkan mental dengan baik untuk melihat pria itu lagi. Ayesha berpikir bahwa dia sudah bekerja keras ikut mempersiapkan acara ini sebelumnya. Jika hanya izin ketika penyambutan setidaknya bukan jadi masalah.“Kenapa malah tidak ikut? Semua pegawai di sini ingin langsung melihat big bos dan para direksi perusahaan kita, kamu kok malah izin?” Nola heran Ayesha justru tidak tertarik dengan acara ini.“Maaf, La. Anakku sepertinya kurang enak badan!” Ayesha memang tidak berkata bohong, Adam sedikit rewel, tapi sudah diperiksakannya di bidan dekat rumahnya. Katanya hanya gejala tumbuh gigi saja. Makanya rewel dan sedikit hangat suhu tubuhnya. Namun setelah menitipkannya di Daycare tadi, sepertinya Adam sudah jauh lebih baik.Nola terperangah mengetahui bahwa Ayesha sudah punya anak. “Aku pikir kau belum...?” “Iya aku sud
Miko masih menemani Ayesha saat dokter membawa Adam ke ruang perawatan. Sekarang bayi itu sudah tidur dengan pulas. Sepertinya lelah sekali seharian merasa tidak nyaman dengan kondisinya. Ayesha jadi menyalahkan dirinya yang ceroboh itu.Melirik Miko dia jadi merasa tidak enak.“Terima kasih, Miko. Saya sudah merepotkanmu. Kalau kau sibuk tidak apa kok ditinggal.”“Oh, tidak apa juga, Nyonya. Barangkali masih ada yang harus saya kerjakan,” tukas Miko pada Ayesha.Ayesha baru merasa ada yang aneh. Jika tadi dia masih fokus pada anaknya, sekarang dia baru menyadari sesuatu.“Kenapa kau memanggilku nyonya?” tanya Ayesha heran. Dia hanya menduga-duga saja tapi segera dilenyapkannya. Tidak mungkin sekali hal itu.“Maaf, saya terbiasa memanggil Nyonya pada beberapa pelanggan jasa saya!” Miko dengan sopan menyampaikan alasannya.Ayesha tidak bertanya lagi. Sungguh pertanyaan yang konyol. Memangnya kenapa kalau ada orang memanggilnya nyonya?Melirik Miko yang belum juga berjingkat dan pergi
“Sha, kemarilah kita bicara sebentar!” ujar Hilbram pada Ayesha yang sejak tadi melengos dan menghindarinya itu.Ayesha tidak ingin membuka suaranya dahulu. Dadanya penuh sesak dengan segunung kekesalan. Tidak mau membuat air matanya terlihat menetes di hadapan pria ini. Dia harus ingat bahwa sudah sepakat dengan dirinya sendiri untuk mematikan rasa pada pria yang kejam ini.Tidak cukupkah bagi pria itu menyakitinya selama ini?Untuk apa masih datang hanya untuk mengatakan bahwa dirinya sudah tahu Adam adalah anaknya.Lantas mau apa kalau memang mengetahui kenyataan itu?Bukankah dia sudah menikah lagi?Merasa Ayesha mengabaikan kehadirannya, dia bangkit dan hendak menghampiri Ayesha. Namun dengan sigap Ayesha juga bangkit sambil menahan Hilbram dengan tatapan tajamnya yang penuh luka yang masih berdarah.Hatinya masih belum terima mengetahui bahwa pria ini begitu cepat berbahagia dengan wanita lain, sementara dirinya terpuruk dalam kubangan derita karena tujuan kebaikannya. Rasanya