"Aiska, dia Juragan Arun. Bapak dan ibu memiliki hutang besar.” Wanita paruh baya itu mengusap hidung merah dengan tangan, berat rasanya untuk kembali berucap. “ Dan kamu sebagai jaminan hutangnya.” Mata memerah itu kembali mengeluarkan bening air.
Aiska gadis berusia 19 tahun mengernyitkan dahi, “ Maksud Ibu apa?”“Kami tidak mampu membayarnya, Nak. Untuk itu sebagai pelunas hutang kau harus menikah dengan beliau.”Sang ayah melontarkan kalimat yang membuat hati Aiska bak disambar petir, Aiska dipaksa menikah dengan pria sedingin Juragan Arun. Tetapi Aiska tak punya pilihan lain."Kenapa kalian tidak pernah membicarakan masalah ini padaku? Kenapa kalian mengambil keputusan sepihak?”cebik Aiska, dadanya naik turun. Biar bagaimanapun, dia harus tahu sebelum memutuskan semua.“Aku tidak ingin waktuku terbuang sia-sia, jadi bagaimana?” tanya Arun yang tidak sabar. Pria dingin itu menekan kedua orang tua Aiska.“Beri kami waktu, aku akan coba mencicil hutangnya.” Dengan berani Aiska berkata. Walaupun dia belum tahu sanggup atau tidak, setidaknya mengulur waktu.Arun Sanjaya berusia 45 tahun tersenyum remeh, “Dengan apa keluarga kalian yang miskin ini mendapatkan uang? Rumahmu saja kurang untuk membayar hutangmu!” ejeknya lalu bangkit berdiri, “Tapi baiklah, aku tidak ingin terlihat sebagai orang jahat, satu minggu. Kau harus dapatkan uang dalam satu minggu untuk membayarnya!” tantang Arun.“Baiklah, terima kasih, Juragan,” jawab Aiska.Kedua orang tua Aiska hanya bisa menangis dan menunduk. “Bagaimana kita bisa mendapatkan uang banyak dalam waktu satu minggu, Nak?” Sang ibu menatap Aiska kebingungan.“Aku akan mencoba meminta tolong Farid, Bu.” Setelah berucap Aiska berpamitan pergi.Dia yakin, Farid akan membantunya. Apalagi dia tahu Farid merupakan dari keluarga yang berada berbeda dengan Aiska.Dalam hati gundah juga merasa tertekan dengan sikap juragan Arun yang tidak punya hati sama sekali. Selain kejam, lelaki itu juga sangat dingin dan sombong, itu yang membuat Aiska enggan menerima perjodohan tidak masuk akal kedua orang tuanya. “Setidaknya aku memiliki kekasih yang baik, semoga Farid mau menolongku kali ini,” ujarnya.Setelah perjalanan panjang naik angkutan desa. Langkah Aiska berhenti di depan sebuah rumah berlantai dua. Beberapa kali mengetuk pintu tidak ada jawaban. Gadis itu kemudian masuk ke dalam rumah. Aiska sering berkunjung ke rumah Farid, jadi paham benar di mana letak kamar sang kekasih itu berada.Namun, Aiska dikejutkan dengan suara desahan bersahutan di kamar sang kekasih.“Lakukan lebih cepat, Farid,” suara erangan seorang wanita yang Aiska kenal membuat mata berembun. Dada gadis itu kembang kempis. Secepatnya didorong pintu yang tidak tertutup rapat.“Kalian kurang ajar!” pekik Aiska histeris melihat sang kekasih dan teman baiknya bersetubuh. Pemandangan yang membuat hati Aiska sangat sakit.“Aiska, bukannya kamu baru pulang ke rumah, kenapa sudah—”“Kalian berdua brengsek!” Tanpa mendengar penjelasan lagi Aiska berlari keluar lalu berhenti di tepian jalan raya saat napasnya tersengal, lelah. Dia menangis sekenceng-kencangnya menumpahkan segala sesak yang mendadak menyeruak. “Kalian brengsek! Kurang ajar!”Belum berhenti tangis, suara ponsel berdering. Aiska meraih benda pipih di tas selempang yang dia tenteng. “Halo, Ibu,” Setelah mengambil napas dan mengontrol emosinya, gadis itu menjawab panggilan.“Aiska, bapak kamu masuk rumah sakit, Nak. Sakitnya kambuh.” Suara dari sang ibu menambah beban pikiran Aiska. Bagaimana tidak, dia baru saja melihat sebuah oenghiaantan Farid, dan kini dia harus mengurus sang ayah yang sedang sakit.“Apa?” Aiska memijat kening, “Ais akan segera menyusul ke rumah sakit, Bu,” jawabannya lalu bangkit berdiri.Kesedihan semakin menumpuk, ditambah berita sang ayah masuk rumah sakit. Di rumah sakit sang ibu sudah menangis di depan ruang gawat darurat.“Kita butuh uang untuk operasi ayahmu sakit usus buntu ayahmu harus segera di operasi kalau tidak maka akan semakin parah, Nak. Bagaimana ini?” Sambutan yang diterima Aiska saat baru sampai. Gadis itu hanya bisa memeluk tubuh sang ibu tanpa berbicara.“Aiska.” Suara Farid terdengar.Aiska menoleh dan menatap jijik kekasih yang baru saja berhubungan badan dengan teman gadisnya. “Kau mengikutiku?”Farid mengangguk, “Mari kita bicara, kau butuh uang, bukan?”Aiska ragu, tetapi melihat keadaan sekarang mungkin Farid bisa berbesar hati untuk membantunya meminjamkan uang setidaknya sebagai biaya operasi sang ayah.“Baiklah.” Aiska mengajak Farid ke arah lorong rumah sakit yang sepi usai berpamitan dengan ibunya.“Katakan,” ucap Aiska dengan kesal.“Sayang, maaf untuk yang tadi—”“Tidak perlu basa-basi, kau tahu aku sekarang membutuhkan uang, jika kau tidak bisa meminjamkan aku—”“Akan aku berikan untuk operasi ayahmu, asalkan kau mau tidur denganku.” Giliran Farid yang menyela ucapan Aiska.Mata gadis itu melebar, “Maka kita harus menikah, aku akan coba memaafkan kalian dan menganggap tidak pernah melihat dirimu berhubungan badan bersama temanku itu, tapi—”“Oh, Aiska. Ayolah Sayang, kita tidak mungkin menikah. Kau tahu orang tuaku membencimu—”“Jadi kau ingin merenggut kesucian diriku tanpa ikatan sah? Kau gila Farid!”“Oh, ayolah, bukankah ini transaksi bagus, kau mendapatkan uang dan aku menikmati tubuhmu.” Suara menjijikkan kembali membuat Aiska meradang. Dia tak menyangka pria yang dia banggakan, ternyata seorang pria bejat.“Jangan pernah menemuiku kembali, aku jijik melihat bajingan seperti dirimu!” pekik Aiska.“Kau mau pergi ke mana? Mau menjual dirimu untuk mendapatkan banyak uang. Aku tahu kau sedang terdesak, terima saja dan mari saling menikmati—”Plak! Tamparan keras mendarat di pipi Farid. Farid tampak memegangi pipinya yang habis di tampar Aiska.“Dasar jalang sombong!” Lelaki itu melebarkan mata lalu melayangkan tangan ke arah Aiska. "Kalau bukan aku, siapa lagi yang akan menolongmu?" tanya Farid sombong. Seakan hanya dia dewa penolong untuk masalah Aiska.Gadis itu menutup mata dan menyilangkan tangan di depan wajah bersiap menghalangi pukulan Farid. Sepersekian detik tidak ada reaksi. Aiska membuka mata, dia terkejut bukan main.“Melakukan kekerasan pada seorang wanita hanya perbuatan lelaki pecundang!” Arun berdiri tegak mencengkeram tangan Farid. Hingga Farid merasa kesakitan pada pergelangan tangannya.“Lepas sialan,” pekik Farid.Arun menghempaskan tangan pemuda itu.“Pergilah, siapa kau, beraninya ikut campur urusan kami”“Dia calon suamiku.” Mulut Aiska yang sedari tadi tertutup mengeluarkan suara.Kedua lelaki tersebut menatap ke arahnya. “Heh, jangan bilang kau menjual tubuhmu untuk orang tua ini!” sindir Farid.“Setidaknya dia siap menikah denganku, tidak seperti seseorang yang hanya mementingkan selangkangan saja,” tegas Aiska. “Mari kita pergi, Juragan!” Aiska merangkul Arun.Juragan Arun tersenyum menyeringai, lalu berbisik pada Aiska “Orang yang memiliki harga diri seperti dirimu menyerah begitu saja?”“Apalagi yang harus aku pertahankan? Kekasihku sudah berselingkuh dengan temanku, hutang keluarga tidak bisa terbayar, dan sekarang ayah membutuhkan uang untuk biaya operasi. Setidaknya dengan menerima perjodohan dengan Anda, aku terhindar dari lelaki bajingan yang hanya menginginkan tubuhku saja,” keluh Aiska.Arun terdiam tanpa ekspresi, bahkan ketika mereka sampai di depan ruang IGD, lalu sampai akhir operasi dilakukan. Dalam pikiran Aiska ada sedikit penyesalan, mengapa dia sebodoh itu untuk melontarkan sesuatu yang jelas-jelas tidak ingin dia lakukan. Pada akhirnya, kini Aiska berada di sebuah rumah makan mewah tidak jauh dari rumah sakit. Bagaimana dia berada di sana, tentu saja setelah keterkejutan akan keadaan mendesak sang bapak yang membuat linglung.“Aku sudah melunasi biaya rumah sakit, kini giliranmu menepati janji,” kata Arun yang kini duduk berseberangan terhalang meja kaca di tengah. Salah satu anak buahnya membawa sebuah map lalu menyerahkan pada Arun. “Ini surat perj
Wanita itu mendekati Farid dan memeluknya. Dia mendekap Farid seakan tak ingin ditinggal. Namun, Farid justru menghindar dan mendekati Aiska yang pingsan dengan darah mengucur di pelipis.“Ais, Sayang, aku mohon sadarlah, maafkan aku.” Farid hendak mengelus pipi Aiska. Namun, Arun segera menepis tangannya. “Kau!” Farid menatap nyalang.Arun melirik ke arah wanita itu kemudian menatap Farid dengan senyum menyeringai. “Berhenti mengganggu istri orang, urus saja wanitamu itu!” “Kau, kau yang telah merebutnya dariku!” Farid tidak mau mengalah.“Farid, sudahlah, tinggalkan dia. Ayo kita pulang!” rengek Maya kembali bergelayut pada Farid.Arun tidak peduli dengan penentangan Farid, terlebih karena ulah mantan kekasih istrinya itu Aiska terluka. Lelaki matang tersebut langsung mengangkat istrinya dan meninggalkan sepasang kekasih gila itu.“Farid ayo pulang!” Maya semakin mengoceh.Farid menghempaskan tangan Maya, menatap nyalang wanita itu, “Lepaskan Maya!” pekik Farid. “Suaramu mengganggu
Arun kembali ke kamar, dia tanpa menyapa Aiska dan langsung saja pergi ke kamar mandi untuk membersihkan wajahnya. Setelah itu naik ke atas ranjang."Juragan...Juragan," panggil Aiska memberanikan diri.Tak mendapatkan jawaban, Aiska mendekatkan diri ke arah ranjang."Juragan, bagaimana ini? Ais bingung," kata Aiska."Berisik, bingung apa lagi?" tanya Arun kesal karena terganggu. "Jangan mendekat lagi!" larang Arun.Aiska memberanikan diri untuk bicara, dia tak mau jika terus kepikiran soal permintaan orang tua Arun."Juragan, Bagaimana saya bisa hamil kalau kita tidak saling bersentuhan? Sementara keluarga Juragan menekan kita untuk segera mempunyai keturunan," kata Aiska."Sudah jangan pikirkan hal itu, lagi pula waktu satu tahun itu masih lama," ucap Arun. "lebih baik kamu segera tidur dan jangan ganggu aku lagi," Arun menutupi tubuhnya dengan selimut.Aiska kembali ke sofa dan berusaha untuk tidur walaupun dia sama sekali tak bisa memejamkan matanya. Sementara itu, terdengar dengk
Aiska tidak lama di kampus, mereka lalu pulang kembali. Sampai di rumah ada mobil yang asing bagi Aiska karena itu bukan mobil keluarga Arun."Juragan, sepertinya ada tamu," kata Aiska.Arun mengabaikan Aiska dan masuk ke dalam rumah. Dia melihat wanita yang selama ini dia cintai berada di sana."Nesya mengapa kamu ke sini lagi?" tanya Arun.Aiska melihat Nesya mendekati Arun dan memeluknya. Arun sama sekali tak menolak pelukan Nesya."Aku kangen kamu sayang, beberapa hari ini kamu tidak menemui aku. Makanya ku beranikan datang kemari. Aku takut dengan adanya wanita itu akan menggantikan posisi aku di hati kamu," jawab Nesya."Nesya, aku ngerti tapi tolong jangan sering ke sini. Aku akan temui kamu nanti," kata Arun.Nesya semakin erat memeluk Arun saat melihat ada Aiska. Dia sengaja membuat Aiska cemburu. Aiska yang sudah tak mampu melihat adegan selanjutnya segera masuk ke kamar."Sayang, apa kamu yakin tidak akan mencintai wanita itu?" tanya Nesya. "Aku ingin kita segera kembali, A
"Kenapa kamu melihat kami seperti itu? Kamu tahu kan kalau kami masih saling mencintai? Jadi aku harap kamu menyerah saja. Kalau tidak begitu, kamu beri Arun anak lalu tinggalkan dia," kata Nesya.Arun terlihat hendak melepaskan tangannya dari tangan Nesya tetapi Nesya justru memegangnya semakin erat."Sayang, beri tahu istri kamu ini dong. Kalau kamu masih sangat mencintai aku," kata Nesya. "Biar dia sadar diri, dia tidak sebanding dengan kamu," sambung Nesya."Nesya, lebih baik kamu pulang naik taxi. Jangan bikin kerusuhan ditempat umum," kata Arun."Sayang, kamu membela dia," kata Nesya kesal. "Katakan padanya, kalau kamu sayang sama aku," bujuk Nesya.Arun melihat ke arah Aiska, dia menatap Aiska yang menunggu ucapannya."Ini jam kuliah, kenapa kamu tidak di kampus? Kalau malas kuliah pulanglah, jangan ganggu kami," ucap Arun. "Dan ingat aku masih mencintai Nesya," kata Arun terlihat berat."Sudah dengar, jadi mendingan kamu pulang sana," usir Nesya. Nesya langsung mengajak Arun p
Aiska tidak akan mudah menyerah, dia akan berusaha untuk mendapatkan hati Arun Sanjaya. Dia tidak mempermasalahkan jika semua orang mengolok-oloknya karena menikah dengan Duda. Toh baginya Arun bukanlah Duda sembarangan."Ngapain bengong, sana ke dapur bantu Bibi siapkan makanan!" perintah Arun yang tanpa Aiska sadari sudah keluar dari kamar mandi.Aiska mencuci wajahnya sebentar lalu merapikan rambutnya dan keluar ke kamar mandi. Sebelum keluar Arun menarik tangannya."Jangan keluar pakai baju seperti itu! Kamu mau menggoda siapa?" tanya Arun.Aiska lupa kalau baju tidur yang dia pakai sedikit terbuka. Dia mencari baju rumahan lalu segera ke dapur setelah ganti baju."Makin lama makin mesum itu anak," omel Arun.Aiska membaut nasi goreng terenak untuk Arun. Dia tidak mau Arun kembali pada Nesya, wanita masa lalu yang harus dibuang jauh-jauh."Masak apa kamu?" tanya Nawang."Mama, aku kira siapa. Ini masak nasi goreng, Ma," jawab Aiska berusaha mendekatkan diri pada sang mertua.Nawan
Arun segera masuk ke kamar mandi, melihat tingkah Arun yang salah tingkah membuat Aiska tersenyum. Dia menunggu Arun kembali dari kamar mandi. Cukup lama Arun berada di dalam sana."Juragan, apa yang Juragan lakukan di dalam sana?" tanya Aiska.Tidak ada jawaban dari dalam hanya ada suara air saja. Aiska memilih duduk santai di tepi ranjang. Capek menunggu, Aiska berbaring di ranjang dengan posisi yang sangat menggoda.Arun yang baru saja keluar dari kamar mandi terkejut kala melihat Aiska berbaring."Sini, Juragan!" pinta Aiska.Arun naik ke atas ranjang melalui sisi yang lain. Dia sedikit menghindari pandangannya dari tubuh Aiska."Juragan aku sudah siap kalau Juragan mau," kata Aiska."Maaf aku belum bisa," kata Arun lalu berbaring membelakangi Aiska. Bukannya Aiska mundur dia malah mendekatkan tubuhnya ke Arun. Di peluknya Arun dari belakang. "Lepaskan!" pinta Arun.Aiska bergeming, dia masih memeluk Arun dengan erat. Bahkan dia menenggelamkan wajahnya di bahu Arun."Aku tahu Jura
Arun melayangkan bogem ke wajah Farid, Farid segera melakukan perlawanan. Namun, tenaga Farid tak ada apa-apanya di bandingkan Arun.Semua siswa mengerumuni mereka, Aiska berusaha melerai mereka . Arun yang terlanjur emosi hilang kendali."Stop, Mas!" pinta Aiska."Dia sudah mengganggu kamu Aiska, aku tidak akan membiarkan dia mengganggu kamu lagi," kata Arun.Tidak berapa lama satpam dan beberapa dosen datang dan melerai mereka."Ada apa ini?" tanya salah satu dosen."Pak, tolong jangan biarkan anak ini mengganggu Aiska. Dia berusaha melecehkan Aiska. Saya tidak terima, saya akan bawa kasus ini ke jalur hukum," jawab Arun. Arun sedang dipegangi oleh salah satu satpam."Aiska apa benar yang dikatakannya?" tanya dosen itu."Benar, Pak," jawab Aiska "Lalu anda ini siapanya Aiska?" tanya Dosen tadi pada Arun."Saya suami Aiska, Pak," jawab Arun jujur.Aiska tidak menyangka kalau Arun akan membongkar identitasnya secepat itu. Aiska kira, Arun tidak mengakuinya sebagai istri."Baiklah kal