Pagi harinya, Anara berusaha untuk menghubungi Jaka tapi Jaka sangat sulit untuk dihubungi, sekarang dia betul-betul butuh uang, dia tidak mau terjebak di dalam rumah itu lagi, dia tidak ingin lagi memikirkan mengenai perasaan yang dia miliki untuk Anjas, sebaiknya sekarang dia berpikir logis dan meninggalkan rumah itu atau dia mungkin akan menyesal. Nasya mengumpat beberpaa kali karena Jaka bahkan tidak membalas pesannya dan dia mengurung di dalam kamar, sekarang siapa yang akan memasak? Siapa yang akan membersihkan rumah? Yang membereskan rumah? Nasya? Anara? Mereka berdua mengurung diri di dalam kamar dan perut Anjas keroncongan, dia lapar tapi dia bahkan tidak punya niat untuk makan. Bagaimana dengan Nasya, dia lemas dan harus memberikan makanan untuk bayinya, susu dan asi, tapi tubuhnya begitu lemas sehingga seharusnya dia keluar dari kamar dan memasak makanan untuk dimakan olehnya, sayangnya dia sangat muak dengan wajah Anjas, karena memandang wajah suaminya saja membuat dia
"Pe ... Pengacara?" Anjas menganga tipis, "Apa maksud nya pengacara, apa Anda ... oh tidak, Nasya tidak akan bercerai Pak, kami tidak akan bercerai, sebaiknya Anda pergi saja dari sini." Anjas mencoba untuk melarang pria ini masuk ke dalam rumah dan mendorong pelan tubuhnya tetapi si pengacara mengernyitkan kening dan mencari-cari Nasya. "Tapi aku dan Bu Nasya sudah punya janji, Pak. Katanya dia tidak bisa keluar rumah karena Anda melarangnya keluar rumah, apa benar seperti itu, jika memang seperti itu, Anda akan mendapatkan pidana." "Pidana? Apa maksudnya? Dia masih sah istri saya, kenapa ada pidana di sini!" Mata Anjas sudah sangat nanar, "Sebaiknya jangan ancam saya seperti itu! Jangan bilang kamu ini pengacara gadungan! Benar?"Pria dengan setelan jas ini menggelengkan kepala, "Jika anda seperti itu maka berarti Anda memang salah dan menekan istri Anda yang sudah ingin bercerai dengan Anda, apalagi ada beberapa bukti bahwa anda melakukan perzinahan yang akan menambah hukuman, A
Langkah kaki remaja dengan seragam sekolah ini tampak lincah, dia ingin mengumpul tugas uang tidak sempat dikumpulnya pada salah satu gurunya, dia melihat Bu Nasya berjalan cepat di depan tapi beberapa saat kemudian di sisi lain koridor sekolah seseorang menarik tangannya. Anak ini sontak terkejut dan menelan salivanya, siapa yang menarik Bu Nasya masuk ke dalam gudang sekolah, dia menganga tipis dan pelan-pelan mengintip di belakang gudang , kebetulan atau untungnya ada jendela di sela-sela dinding, anak ini menatap dengan penasaran. Bu Nasya tampak tidak nyaman, mereka berbicara dengan penuh kecurigaan, dan dia berusaha menghindar, tetapi pria itu, dia mengenalinya, Roy terus memaksa Nasya untuk melakukan sesuatu. "Aku tidak punya waktu untuk bicara dengan kamu, Pak Roy, aku harus pulang, aku capek." Dia berusaha pergi dari sana. Menghindar tetapi Roy tidak ingin melepaskannya. "Nasya kamu tahu kan aku suka banget sama kamu, ayolah jangan terlalu alim seperti itu, aku kurang apa
"Oi, akhir-akhir ini aku liatin kamu kok liat Bu Nasya terus, kamu naksir ya sama guru?" Anak ini langsung mendorong temannya yang berkata seperti itu, lalu dia membentak, "Jangan asal ngomong kamu! Kebetulan mata aku aja yang mengarah ke dia!" "Santai aja kali, nggak usah mendorong kayak gitu. Oh iya, aku dengar tadi Bu Nasya sama Pak Roy bakal ketemu di sekret." "Sekret?" "Sekret Pramuka." Terlihat kecemasan di matanya dan dia langsung berlari ke arah sekret, menaruh sebuah ponsel, kamera dan berharap bahwa dia akan mendapatkan sebuah informasi jika saja Nasya diperlakukan buruk oleh Roy. Tetapi dia tidak keluar dari ruangan itu. Dia bersembunyi di lemari kusam yang kosong yang tak digunakan. Dia melubangi lemari itu seukuran dengan matanya dan menatap keluar. Seseorang masuk ke dalam sana, dia terlihat duduk cemas, Roy. Dia lalu berdiri dan mondar-mandir, seoalah dia punya beban pikiran yang sangat berat. Tetapi saat itu dia mengeluarkan kaki kemejanya yang cukup panjang, di
"Tuan Jaka, aku mohon jangan lakukan sesuatu pada anak kami! Jika dia melakukan sesuatu yang buruk tolong beritahu kami, maka kami yang akan menghukumnya!" Suara anak buah Jaka yang memohon di depan pintu kamar. "Bapak tolong Pak!" "Tidak! Sebelum kamu mengetakan semuanya! Katakan apa yang kamu lakukan! Ini bukan pertanyaan ini! Ini perintah untukmu! Katakan cepat jika tidak kau akan dapat masalah!" Jaka memaksa dan anak ini lalu berkata, "Baiklah! Aku akan katakan! Tapi tolong berhenti ... Mencekik ku!" Jaka lalu melonggarkan tangannya dan menurunkan bocah ini dari dinding, dia hampir kehilangan nafas dan terus berusaha untuk tetap bernafas saat ini. Bocah ini sesak nafas dan akhirnya bisa menyelaraskan nafasnya. "Katakan apa yang kamu lakukan lagi pada Nasya selain merekamnya." Tentu saja bocah ini berbohong ketika dia mengatakan menunggu di belakang dinding sekret Pramuka, tapi nyatanya tidak demikian, yang dia lakukan adalah mengintip dari dalam lemari kosong. "Aku ... Aku
"Kau yang binatang!" Jaka membesarkan suara, "Kau bercinta di hadapan istri mu yang hamil! Kau menghancurkan mentalnya! Dan sekarang kau tidak ingin bercerai dengan dia! Binatang bahkan lebih baik dari mu! Iblis bahkan malu melihat mu!" Anjas terhentak dan tidak bisa membalas apa yang akan dikatakan oleh Jaka, tentu apa yang Jaka katakan baru saja adalah sesuatu yang benar, Anjas betul-betul binatang dan dia bahkan tidak malu terhadap dirinya sendiri, dia tidak terlihat bahwa dia menyesal. "Pergi dari sini! Kalian semua! Pergi dari rumahku!" Anjas yang menunjuk ke arah pintu dan menatap semua yang ada di sana dengan tatapan yang nanar. "Aku muak melihat kalian!" "Well tentu saja aku akan pergi, tapi tidak jika tidak bersama Nasya!" Jaka yang kini meraih tangan Nasya, sementara Nasya hanya diam dan tidak merespon tatapannya kosong dan begitu lemas. "Nasya masih menjadi istriku, aku tidak akan membiarkannya pergi! Kau! Anara! Pengacara mu! Kalian semua pergi saja!" "Begitu kah Mas
Dia duduk meringkuk di atas lantai, Anjas kini sendirian dan dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan selanjutnya karena saat ini dia telah kehilangan banyak hal. Dia kehilangan pekerjaannya, keluarganya, bahkan dirinya sendiri. Lalu apa yang harus dia lakukan tanpa pekerjaan dan tanpa keluarganya sendiri? Bahkan menangis pun Anjas sekarang tidak bisa. Kepalanya terasa ingin meledak dan dia betul-betul menyesali apa yang telah dilakukan olehnya. Dia mengingat semua yang terjadi padanya, seandainya dia tidak melakukan hal demikian, seandainya dia tidak menerima godaan dari Anara, andai saja dia tidak melakukan semua itu, maka semua ini tidak akan terjadi. Anara bahkan tidak berada di sana, gadis itu bahkan tidak lagi ingin menerima Anjas, dan bahkan Anjas hanya bisa merasa malu terhadap dirinya sendiri. Apa yang dikatakan Jaka padanya memang lah benar, bahwa bahkan iblis malu terhadap perbuatan keji Anjas. "Katakan padaku! Apa yang harus aku lakukan sekarang! Bajingan! Hidup ku ha
"Nasya?" Dia menatap layar ponselnya dan melihat foto sosial media Nasya, dia memandangi wajah gadis itu dan berkata, "Apa yang cantik darinya? Kenapa bocah manja itu suka sama dia? Padahal dia tidaklah cantik, atau bisa dikatakan biasa-biasa saja." Bibir Jaka mengerucut tipis dan kemudian dia mengigit bibirnya sambil duduk bersandar di atas kasur, menatap foto-foto yang diposting Nasya di sosial media, tapi gadis ini tidak begitu banyak memposting foto miliknya. "Dia cukup tertutup," ucapnya, lalu kemudian karen rasa iri san cemburu yang ada dalam dirinya terhadap Jaka, maka Anjas pun mulai menghubungi Nasya, mengirimkan dia beberapa pesan. Nasya: "Siapa?" Anjas menelan saliva dan berkata, "Anjas, dari fakultas ekonomi, ketua organisasi Mapala, kamu kenal?" Nasya: "Oh kak Anjas? Seniornya Jaka? Iya, saya kenal kok Kak." Anjas membalas, "Baguslah kalau kamu kenal saya, oh iya nanti bakal ada ramah tamah loh, kamu mau ikut Jaka? Atau coba masuk organisasi Mapala, siapa tahu nyama
Jaka panik luar biasa stelah dia melihat Nasya saat ini berada di dalam mobil yang berbeda dengannya, sebuah mobil taksi ke sebuah tempat yang dia kenali, yaitu rumah Anjas. Rupanya Nasya masih mengingat mengenai rumah mantan suaminya, tapi memorinya selama tiga tahun berlalu tidaklah dia ingat. Sementara di sisi yang lainnya Aysan sekarang berada di dalam rumah sakit dan berada dalam perawatan yang serius, yang membuat Jak betul-betul tidak bisa memahami situasi dan bagaimana dia akan mengontrol semua ini, semua yang terjadi sekarang. Walau pun seperti itu, dia tidak bisa melakukan apa pun selain ikut di belakang mobil taksi yang Nasya tumpangi, dan kini mobil itu berhenti tepat di hadapan rumah Anjas, sore sudah tiba, dan mungkin Anjas sudah berada di rumah saat ini, karena sudah jam pulang kantor. Nasya yang keluar dari taksi langsung menggedor-gedor pintu sambil berteriak di depan pintu, "Anjas, Mas, tolong cepat buka pintunya." "Nasya." Tangan Jaka langsung mencengkeram lenga
"Astaga." Kepanikan tentu saja sekarang dirasakan oleh Nasya, melihat bocah yang terus-menerus memanggilnya Mama sekarang terjatuh dari tangga menuju lantai paling bawah dan sekarang tubuhnya membeku tidak tahu bagaimana dan apa yang harus dilakukan olehnya. Tetapi beberapa saat kemudian dia tersadar bahwa kekacauan itu terjadi karenanya, Lalu Nasya kemudian berlari menuruni tangga. "Aku mohon jangan terjadi sesuatu, kamu harus baik-baik saja, apa yang aku telah lakukan padanya." air mata kemudian mengalir dari pipinya. dia langsung membungkuk dan meraih tubuhnya yang kepalanya sekarang terbentur dan mengalir darah dari sana. bocah ini tidak sadarkan diri Nasya sama sekali tidak tahu bagaimana harus apa. Jadi yang dia lakukan adalah mungkin membaca itu dan keluar dari rumah, ke arah pos satpam. Nasya sekarang panik lalu berteriak, "Tolong, terjadi sesuatu, Tolong! Bantu aku, Pak." satpam yang sedang meminum kopi dan membaca koran di pos satpam yaitu mendengar suara Nasya langsung
"Akan ada operasi yang mungkin kau akan lakukan, jadi aku mohon janga membangkang untuk kesembuhan kau, Nasya, aku harap aku paham." Jaka yang saat ini masih memandang ke arah Nasya yang duduk di hadapannya. sebenarnya pikran Nasya masih ingin percaya dengan apa yang dikatakan oleh Jaka tetapi sepertinya berbeda dengan hati Nasya yang tentu saja masih berpikir bahwa Anjas atau mantan suaminya itu adalah pribadi yang setia dan tidak mungkin menghianati Nasya. jadi Nasya masih memilih untuk tidak mempercayai apa yang Jaka katakan. "Aku hanya ingin sekali saja bertemu dengan Anjas dan mendengar apa yang dia katakan, jika kau mengurungku seperti ini bagaimana aku bisa percaya kepadamu, aku sama sekali tidak ...." dia menundukkan kepala dan merasa bimbang dengan apa yang harus dia katakan. Sesekali dia menelan saliva dan mencoba berpikir kata apa yang harus dia keluarkan dari mulutnya. "tentu saja ... astaga apa yang harus aku katakan lagi agar bisa membuat kau percaya. sepertinya tidak
"Aku sudah katakan semuanya, berkali-kali, Nasya, tapi kenapa kau sama sekali tidak percaya?" Jaka mencondongkan tubuhnya ke arah Nasya yang menghindar dan mengernyitkan kening. "Tolong jangan terlalu dekat dengan ku," ucap Nasya, dia memalingkan pandangan dan Jaka merasa bahwa ya sebaiknya Nasya diberikan sedikit ruang. Lalu tidak lama setelah itu, Boca berusia tiga tahun yang sudah bisa dikatakan aktif dalam berbicara dan memahami pembicaraan ringan seseorang itu berjalan ke arah Jaka. "Aysan." Jaka berdiri dari duduknya dan menghampiri Aysan, "Apa kau butuh sesuatu?" "Apa Mama masih marah sama Aysan?" dia menundukkan kepala cara dia bicara masih sangat sulit untuk dipahami tapi Jaka bisa cukup memahami ucapan Aysan, Nasya juga bisa memahami ucapan itu tapi dia memalingkan pandangannya sekarang, dia tidak ingin memikirkan banyak hal selain pikirannya sendiri yang lupa semuanya. Sementara Jaka dia berlutut setengah di hadapan Aysan dan berusaha meyakinkan bocah itu. "Aysan, Nak.
"Aku tidak bisa terus seperti ini," ucap Nasya yang sekarang berada dalam kondisi yang berantakan, wajahnya dan rambut gelombang yang bahkan belum disisir, matanya menandakan bahwa dia lelah dan tidak bisa berpikir jernih. Semua seolah menghilang dari memorinya. Dan hidup seolah tetap sama, dia merasa bahwa hidupnya sama seperti sebelumnya, tidak seperti apa yang dilihatnya sekarang, yaitu Jaka yang berada di hadapannya mungkin hanyalah omong kosong yang dibuat-buat oleh Jaka untuk mendekati Nasya, itulah Jaka di pikiran Nasya. "Seperti apa?" Jaka yang menyuguhkan makanan di atas meja, sekarang mereka berada di taman halaman depan rumah, Nasya tidak mau makan jika masih berada di dalam rumah karena dia menganggap bahwa jika dia terus berada di dalam rumah maka dia seolah dikurung di dalam sana. Dan dia tidak ingin seperti itu, Jaka pun tidak mau Nasya berpikir demikian. Sehingga yang dia lakukan adalah menuruti saja apa yang diinginkan oleh Nasya untuk saat ini. "Kau seperti menguru
Tok ... tok ... tok .... Suara ketukan yang datang dari luar kamar Nasya, saatnya adalah sarapan pagi, Nasya tidak membuka pintu semalam sehingga tidak ada makan malam yang membuat Jaka merasa cemas. Bagaimana tidak, Nasya menolak bertemu sementara Jaka terus membujuk dan menjelaskan apa yang terjadi. Walau berusaha, Jaka masih belum bisa membujuk. Pagi harinya, Jaka masih berusaha keras, tapi sepertinya Nasya masih menolak, karena itulah Jaka pun mencoba untuk membujuk satu kali, berharap kali ini Nasya mengurungkan niat untuk bersifat keras. Ketukan demi ketukan, bujukan demi bujukan, tak ada satu pun yang berhasil. Aysan juga sudah sangat ingin bertemu dengan ibunya, yang semakin membuat Jaka merasa tidak nyaman. Makan malam gagal, sarapan pagi pun tidak digubris, hingga akhirnya makan siang tiba, Jaka bahkan tidak masuk kerja, dan dia pun bersama dengan Aysan mencoba membujuk Nasya. "Mama tidak mau makan." Aysan dengan ucapan yang masih belum fasih, "Aku tidak mau kalau Mama
Untuk saat ini, Anara terlupakan dan dia hidup dengan dirinya sendiri, tidak ada siapa pun yang dia temani bahkan Jaka tak lagi menghubunginya, sementara dia sendiri berusaha untuk hidup tenang walau masih ada rasa benci terhadap kakaknya sendiri. Dia tidak ingin kakaknya bahagia dan dia berusaha agar bisa kembali mendapatkan kedamaian dan kebahagian dari kakaknya. Dengan kata lain dia berusaha agar bisa menghancurkan hidup kakaknya sendiri. Tetapi bukan momennya menceritakan mengenai Anara yang dab masalahnya yang terus menerus merugikan tubuhnya dan hidup dalam kebebasan malam, karena saat ini Nasya sedang bergelut dengan dirinya sendiri dan pikirannya, dia mondar-mandir dan bahkan lupa apa yang selama ini terjadi pada hidupnya. Foto dan rekaman terus dia lihat tapi sama sekali tidak ada yang membuat Nasya merasa percaya. Seolah semuanya begitu dibuat-buat. Jaka sementara mencoba menenangkan Aysan yang terus menangis memanggil ibunya yang terkunci di dalam kamar, walau berada di d
"Aku pikir Bu Nasya sudah sembuh, tapi ternyata itu hanya bersifat sementara saja," kata dokter Afia yang dipanggil kembali oleh Jaka, dokter Afia sangat baik dan merawat Nasya sebelumnya, dan Jaka berharap bahwa dokter Afia kembali bisa membantu Nasya. "Aku pikir begitu juga, dokter. Sayangnya aku salah dan ternyata alzheimer tidak semudah itu untuk hilang bagi pengidapnya." Dokter Afia diam sejenak dan berpikir lalu berkata, "Aku pikir itu bukan Alzheimer. Ini penyakit yang berbeda, aku tidak tahu apa. Alzheimer adalah penyakit yang tidak akan sembuh dan Bu Nasya sempat mengingat semuanya sementara penderita Alzheimer tidak bisa. Mungkin ini adalah penyakit yang disebabkan trauma berat, bukankah penyakit Bu Nasya pertama kali ada setelah dia mengalami trauma yang terjadi padanya di sekolah, Pak Jaka?" Jaka diam karena terlalu fokus dalam mendengarkan dan dia membayangkan apa yang akan terjadi jika penyakit Nasya betul-betul kembali dan Anjas datang kepadanya maka Nasya pasti akan
Mengetahui bahwa Nasya sekarang kembali mengalami penyakit Alzheimer yang akan melupakan apa pun yang terjadi membuat Anjas merasa semakin bersemangat untuk melakukan misi yang diberikan padanya, kini dia tahu apa yang harus dia lakukan, selain itu dia juga meminta agar Aina memberikan dia sebuah pekerjaan yang pada akhirnya Aina memberikan pekerjaan untuk menjadi seorang bodyguard pribadi dari Aina. Awalnya Anjas merasa enggan dan tak mau menjadi seorang bodyguard, tapi pada akhirnya dia menerima saja apa yang diinginkan oleh Aina. Lagi pula mereka memiliki misi yang sama dan berharap bahwa mereka bisa meraih misi mereka, memisahkan Jaka dan juga Nasya, yang di mana Anjas juga memiliki perasaan dendam pada Jaka, untuk pertama kali dalam hidupnya dia tidak akan membiarkan Jaka menang, dia sebenarnya jika bersaing dengan Jaka, maka Anjas akan keluar sebagai pemenang, tapi kali ini Jaka memenangkan Nasya bahkan Aysan yang membuat Anjas semakin membara karena selama ini dia belum pernah