"Tuan Jaka, aku mohon jangan lakukan sesuatu pada anak kami! Jika dia melakukan sesuatu yang buruk tolong beritahu kami, maka kami yang akan menghukumnya!" Suara anak buah Jaka yang memohon di depan pintu kamar. "Bapak tolong Pak!" "Tidak! Sebelum kamu mengetakan semuanya! Katakan apa yang kamu lakukan! Ini bukan pertanyaan ini! Ini perintah untukmu! Katakan cepat jika tidak kau akan dapat masalah!" Jaka memaksa dan anak ini lalu berkata, "Baiklah! Aku akan katakan! Tapi tolong berhenti ... Mencekik ku!" Jaka lalu melonggarkan tangannya dan menurunkan bocah ini dari dinding, dia hampir kehilangan nafas dan terus berusaha untuk tetap bernafas saat ini. Bocah ini sesak nafas dan akhirnya bisa menyelaraskan nafasnya. "Katakan apa yang kamu lakukan lagi pada Nasya selain merekamnya." Tentu saja bocah ini berbohong ketika dia mengatakan menunggu di belakang dinding sekret Pramuka, tapi nyatanya tidak demikian, yang dia lakukan adalah mengintip dari dalam lemari kosong. "Aku ... Aku
"Kau yang binatang!" Jaka membesarkan suara, "Kau bercinta di hadapan istri mu yang hamil! Kau menghancurkan mentalnya! Dan sekarang kau tidak ingin bercerai dengan dia! Binatang bahkan lebih baik dari mu! Iblis bahkan malu melihat mu!" Anjas terhentak dan tidak bisa membalas apa yang akan dikatakan oleh Jaka, tentu apa yang Jaka katakan baru saja adalah sesuatu yang benar, Anjas betul-betul binatang dan dia bahkan tidak malu terhadap dirinya sendiri, dia tidak terlihat bahwa dia menyesal. "Pergi dari sini! Kalian semua! Pergi dari rumahku!" Anjas yang menunjuk ke arah pintu dan menatap semua yang ada di sana dengan tatapan yang nanar. "Aku muak melihat kalian!" "Well tentu saja aku akan pergi, tapi tidak jika tidak bersama Nasya!" Jaka yang kini meraih tangan Nasya, sementara Nasya hanya diam dan tidak merespon tatapannya kosong dan begitu lemas. "Nasya masih menjadi istriku, aku tidak akan membiarkannya pergi! Kau! Anara! Pengacara mu! Kalian semua pergi saja!" "Begitu kah Mas
Dia duduk meringkuk di atas lantai, Anjas kini sendirian dan dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan selanjutnya karena saat ini dia telah kehilangan banyak hal. Dia kehilangan pekerjaannya, keluarganya, bahkan dirinya sendiri. Lalu apa yang harus dia lakukan tanpa pekerjaan dan tanpa keluarganya sendiri? Bahkan menangis pun Anjas sekarang tidak bisa. Kepalanya terasa ingin meledak dan dia betul-betul menyesali apa yang telah dilakukan olehnya. Dia mengingat semua yang terjadi padanya, seandainya dia tidak melakukan hal demikian, seandainya dia tidak menerima godaan dari Anara, andai saja dia tidak melakukan semua itu, maka semua ini tidak akan terjadi. Anara bahkan tidak berada di sana, gadis itu bahkan tidak lagi ingin menerima Anjas, dan bahkan Anjas hanya bisa merasa malu terhadap dirinya sendiri. Apa yang dikatakan Jaka padanya memang lah benar, bahwa bahkan iblis malu terhadap perbuatan keji Anjas. "Katakan padaku! Apa yang harus aku lakukan sekarang! Bajingan! Hidup ku ha
"Nasya?" Dia menatap layar ponselnya dan melihat foto sosial media Nasya, dia memandangi wajah gadis itu dan berkata, "Apa yang cantik darinya? Kenapa bocah manja itu suka sama dia? Padahal dia tidaklah cantik, atau bisa dikatakan biasa-biasa saja." Bibir Jaka mengerucut tipis dan kemudian dia mengigit bibirnya sambil duduk bersandar di atas kasur, menatap foto-foto yang diposting Nasya di sosial media, tapi gadis ini tidak begitu banyak memposting foto miliknya. "Dia cukup tertutup," ucapnya, lalu kemudian karen rasa iri san cemburu yang ada dalam dirinya terhadap Jaka, maka Anjas pun mulai menghubungi Nasya, mengirimkan dia beberapa pesan. Nasya: "Siapa?" Anjas menelan saliva dan berkata, "Anjas, dari fakultas ekonomi, ketua organisasi Mapala, kamu kenal?" Nasya: "Oh kak Anjas? Seniornya Jaka? Iya, saya kenal kok Kak." Anjas membalas, "Baguslah kalau kamu kenal saya, oh iya nanti bakal ada ramah tamah loh, kamu mau ikut Jaka? Atau coba masuk organisasi Mapala, siapa tahu nyama
"Ssst, jangan teriak, aku nggak bakal apa-apain kamu." Anjas yang sekarang berada di dalam tenda Nasya. Sementara Nasya saat itu hanya diam saja, "Aku mau nunjukin sesuatu ke kamu, mau nggak kamu?"!Nasya yang tidak paham dengan sikap Anjas yang tiba-tiba itu hanya mengangguk, berharap bahwa Anjas tidak akan melakukan hal buruk kepadanya. Mereka pun keluar dari tenda, berjalan-jalan di malam hari hingga akhirnya tiba di tempat yang Anjas inginkan. Jauh dari tenda. Jauh dari yang lainnya. Nasya tak paham dengan sikap Anjas tetapi dia juga tidak melawan. "Lihat." Anjas menunjuk ke arah semak di antara pepohonan di malam hari, semak yang dihiasi dengan kunang-kunang yang bercahaya emas. "Pecinta alam akan sangat suka dengan pemandangan ini. Aku sudah sering melihatnya, tapi kebanyakan orang-orang yang bisa menikmati pemandangan ini hanya ada di desa, tidak di kota. Kunang-kunang sudah mulai punah dan sangat jarang ditemukan di kota seperti ini." Anjas yang menangkap satu kunang-kunang l
"Gue tidak akan pernah menyerah apa pun rintangannya, Nasya bakal jadi milik Gue!" Anjas yang mahasiswa aja menatap ke arah Nasya, dia berpura-pura masuk ke dalam area fakultas bahasa hanya agar bisa bertemu dengan Nasya. Kali ini dia mengikuti Nasya masuk ke dalam perpustakaan pusat yang terletak di dalam fakultas bahasa. Sudah mencari tahu banyak hal mengenai Nasya. Walaupun dia merasa bahwa banyak yang mencurigai dirinya karena akhir-akhir ini dia sering kali bertanya mengenai pacar dari Jaka. Jadi sudah banyak yang tersebar berita bahwa Anjas menyukai Jaka. "Lu udah dengar nggak, Jak, kalau Anjas naksir sama cewek lu?" Pertanyaan yang diberikan oleh teman sekelas Jaka, mereka sekarang berada di kantin, "Gue heran sih, kenapa lu berdua naksir sama Nasya, padahal dia itu biasa aja, apalagi dia juga nggak berasal dari keluarga terpandang, orang tuanya dia aja dari desa, ya walaupun dia cukup punya nama karena penulis karya tulis ilmiah yang jadi kebanggan kampus. Tapi selebihnya ng
"Ya elah Anjas, kok sampai kau bunuh diri, jangan bercanda lu!" Temannya menepuk lengan Anjas dan membuat Anjas terhentak, "Lu pikir bakal mudah buat nyuruh cewek cantik ngegoda cowok kayak Jaka? Kurus gitu siapa yang mau. Kalau gue ya, mungkin Jaka bakal ada yang suka, karena bapak dia orang kaya, lah kalau sekedar ngejebak aja kan, aduh cewek mana yang nafsu sama dia, Anjas! Itu pun si Nasya juga sebanding, dia mau cantik tapi cantiknya biasa aja, jadi serasi lah sama Jaka, tapi kalau nyuruh cewek paling cantik, susah pasti." Anjas memahami perkataan temannya, tetapi teman-temannya sama sekali tidak paham dengannya, tidak paham dengan perasaan dan apa yang dirasakan Anjas mengenai Nasya. Saat teman-temannya menceritakan Nasya, bahwa gadis itu biasa-biasa saja, maka Anjas mengingat mengenai pertama kali dia melihat Nasya, senyum yang mekar, bibir yang berisi tapi tidak tebal, mata yang membentuk sabit, dan lesung pipi, ya jangan lupakan itu. Anjas tidak bosan menatapnya. Dan dia tid
"Aku sayang sama kamu Nasya kamu mau kan nikah sama aku?" Mereka saling bertatap di atas gedung di bawah langit malam, "Aku udah beli rumah, dan aku kau kamu liat rumah itu hari ini, buat kita, untuk pernikahan kita," ucap Anjas sekali lagi. "Rumah?" "Iya, aku pengen kita nikah secepatnya, aku juga udah dapat pekerjaan dan udah bisa beli rumah karena tabunganku, semua itu buat kita, kamu dan keluarga yang akan kita bangun. Aku cuman mau kamu cepat lulus saja, tahun ini kan kamu udan lulus kuliah, dan aku juga sudah punya pekerjaan tetap, jadi aku sama kamu sudah bisa nikah, tabungan ku juha semuanya udah banyak, ayo Nasya, kita nikah." Nasya terharu, dia langsung meneteskan air mata, secepat ini? Bahkan Nasya belum punya pekerjaan dan tidak memberitahu orang tuanya mengenai pernikahan, dan Anjas langsung mengajaknya menikah. "Kenapa ... Kenapa kamu nangis, apa ada yang salah ... Apa kamu nggak mau nikah sama aku ... Kenapa?" Nasya menggelengkan kepala dan tersenyum, "Ngg