"Nasya?" Dia menatap layar ponselnya dan melihat foto sosial media Nasya, dia memandangi wajah gadis itu dan berkata, "Apa yang cantik darinya? Kenapa bocah manja itu suka sama dia? Padahal dia tidaklah cantik, atau bisa dikatakan biasa-biasa saja." Bibir Jaka mengerucut tipis dan kemudian dia mengigit bibirnya sambil duduk bersandar di atas kasur, menatap foto-foto yang diposting Nasya di sosial media, tapi gadis ini tidak begitu banyak memposting foto miliknya. "Dia cukup tertutup," ucapnya, lalu kemudian karen rasa iri san cemburu yang ada dalam dirinya terhadap Jaka, maka Anjas pun mulai menghubungi Nasya, mengirimkan dia beberapa pesan. Nasya: "Siapa?" Anjas menelan saliva dan berkata, "Anjas, dari fakultas ekonomi, ketua organisasi Mapala, kamu kenal?" Nasya: "Oh kak Anjas? Seniornya Jaka? Iya, saya kenal kok Kak." Anjas membalas, "Baguslah kalau kamu kenal saya, oh iya nanti bakal ada ramah tamah loh, kamu mau ikut Jaka? Atau coba masuk organisasi Mapala, siapa tahu nyama
"Ssst, jangan teriak, aku nggak bakal apa-apain kamu." Anjas yang sekarang berada di dalam tenda Nasya. Sementara Nasya saat itu hanya diam saja, "Aku mau nunjukin sesuatu ke kamu, mau nggak kamu?"!Nasya yang tidak paham dengan sikap Anjas yang tiba-tiba itu hanya mengangguk, berharap bahwa Anjas tidak akan melakukan hal buruk kepadanya. Mereka pun keluar dari tenda, berjalan-jalan di malam hari hingga akhirnya tiba di tempat yang Anjas inginkan. Jauh dari tenda. Jauh dari yang lainnya. Nasya tak paham dengan sikap Anjas tetapi dia juga tidak melawan. "Lihat." Anjas menunjuk ke arah semak di antara pepohonan di malam hari, semak yang dihiasi dengan kunang-kunang yang bercahaya emas. "Pecinta alam akan sangat suka dengan pemandangan ini. Aku sudah sering melihatnya, tapi kebanyakan orang-orang yang bisa menikmati pemandangan ini hanya ada di desa, tidak di kota. Kunang-kunang sudah mulai punah dan sangat jarang ditemukan di kota seperti ini." Anjas yang menangkap satu kunang-kunang l
"Gue tidak akan pernah menyerah apa pun rintangannya, Nasya bakal jadi milik Gue!" Anjas yang mahasiswa aja menatap ke arah Nasya, dia berpura-pura masuk ke dalam area fakultas bahasa hanya agar bisa bertemu dengan Nasya. Kali ini dia mengikuti Nasya masuk ke dalam perpustakaan pusat yang terletak di dalam fakultas bahasa. Sudah mencari tahu banyak hal mengenai Nasya. Walaupun dia merasa bahwa banyak yang mencurigai dirinya karena akhir-akhir ini dia sering kali bertanya mengenai pacar dari Jaka. Jadi sudah banyak yang tersebar berita bahwa Anjas menyukai Jaka. "Lu udah dengar nggak, Jak, kalau Anjas naksir sama cewek lu?" Pertanyaan yang diberikan oleh teman sekelas Jaka, mereka sekarang berada di kantin, "Gue heran sih, kenapa lu berdua naksir sama Nasya, padahal dia itu biasa aja, apalagi dia juga nggak berasal dari keluarga terpandang, orang tuanya dia aja dari desa, ya walaupun dia cukup punya nama karena penulis karya tulis ilmiah yang jadi kebanggan kampus. Tapi selebihnya ng
"Ya elah Anjas, kok sampai kau bunuh diri, jangan bercanda lu!" Temannya menepuk lengan Anjas dan membuat Anjas terhentak, "Lu pikir bakal mudah buat nyuruh cewek cantik ngegoda cowok kayak Jaka? Kurus gitu siapa yang mau. Kalau gue ya, mungkin Jaka bakal ada yang suka, karena bapak dia orang kaya, lah kalau sekedar ngejebak aja kan, aduh cewek mana yang nafsu sama dia, Anjas! Itu pun si Nasya juga sebanding, dia mau cantik tapi cantiknya biasa aja, jadi serasi lah sama Jaka, tapi kalau nyuruh cewek paling cantik, susah pasti." Anjas memahami perkataan temannya, tetapi teman-temannya sama sekali tidak paham dengannya, tidak paham dengan perasaan dan apa yang dirasakan Anjas mengenai Nasya. Saat teman-temannya menceritakan Nasya, bahwa gadis itu biasa-biasa saja, maka Anjas mengingat mengenai pertama kali dia melihat Nasya, senyum yang mekar, bibir yang berisi tapi tidak tebal, mata yang membentuk sabit, dan lesung pipi, ya jangan lupakan itu. Anjas tidak bosan menatapnya. Dan dia tid
"Aku sayang sama kamu Nasya kamu mau kan nikah sama aku?" Mereka saling bertatap di atas gedung di bawah langit malam, "Aku udah beli rumah, dan aku kau kamu liat rumah itu hari ini, buat kita, untuk pernikahan kita," ucap Anjas sekali lagi. "Rumah?" "Iya, aku pengen kita nikah secepatnya, aku juga udah dapat pekerjaan dan udah bisa beli rumah karena tabunganku, semua itu buat kita, kamu dan keluarga yang akan kita bangun. Aku cuman mau kamu cepat lulus saja, tahun ini kan kamu udan lulus kuliah, dan aku juga sudah punya pekerjaan tetap, jadi aku sama kamu sudah bisa nikah, tabungan ku juha semuanya udah banyak, ayo Nasya, kita nikah." Nasya terharu, dia langsung meneteskan air mata, secepat ini? Bahkan Nasya belum punya pekerjaan dan tidak memberitahu orang tuanya mengenai pernikahan, dan Anjas langsung mengajaknya menikah. "Kenapa ... Kenapa kamu nangis, apa ada yang salah ... Apa kamu nggak mau nikah sama aku ... Kenapa?" Nasya menggelengkan kepala dan tersenyum, "Ngg
"Anjas ... Tolong ... Tolong pelan-pelan ... Ah ... Ah ... Ah ... Ini pertama kalinya, buat aku Ah ...." "Ini ... Juga pertama kalinya buat aku." Nasya mendesah apalagi ketika Anjas mulai memasukkan batang yang mengeras itu, junior miliknya yang sudah sangat lama ingin menyentuh Nasya yang sudah sangat ingin menyentuh kekasihnya. "Argh ... Sakit." "Memang sakit, awalnya. Kata orang, memang pada awalnya, perempuan akan kesakitan saat pertama kali." Nasya mengigit bibir bagian bawahnya, dan meremas seprei kasus, tetapi Anjas dengan pelan-pelan dia terus mendorong pinggulnya dan membuat Nasya mengerang. "Tapi perlahan demi perlahan Nasya, sayang ku, kamu juga akan suka." Anak muda menang seperti itu, mereka mengetahui cara bercinta dengan sendirinya, tanpa diberitahu, dan ketika mereka sudah merasakannya, maka mereka tidak akan berhenti, Anjas memang jujur, bahwa ini adalah pertama kalinya dia melakukan hubungan intim, dan Nasya pun demikian, tidak ada yang berbohong di sini, mere
Semua memori yang Anjas miliki mengenai Nasya tiba-tiba saja muncul, mulai ketika pertama kali mereka bertemu hingga akhirnya menikah, tapi sekarang bagaimana dia akan bertahan sendirian, tanpa Nasya. Mungkin dia akan mencoba, apalagi tabungan yang dia miliki mulai menipis, dia juga tidak bekerja lagi dan sebaiknya dia mencari pekerjaan, surat perceraian Nasya juga sudah datang padanya tapi masih belum dia tandatangani. Mungkin saat ini yang Anjas lakukan sebaiknya adalah menonton berita, televisi dan hidup tenang tanpa memusingkan sesuatu yang hanya akan menguras tenaganya, saat ini Anjas duduk dengan kaki terlentang ke depan, di atas sofa. Dan berita yang pertama kali muncul di layar televisi adalah berita mengenai pria yang ditemukan dengan kondisi patah setelah dia digebukin di dalam gedung kosong, pada nyatanya pria itu adalah sosok yang juga dilaporkan telah melakukan pemerkosaan terhadap salah satu rekan kerjanya. "Bukankah dia teman kerjanya Nasya?" Anjas yang mengernyitka
"Kamu laporin semuanya, Mas?" Nasya yang terlihat sangat panik, dia tinggal di apartemen yang Jaka berikan kepadanya dan tidak ingin tinggal serumah dengan pria lain selama dia masih resmi adalah istri seseorang. "Nggak aku nggak ngelakuin itu, Nasya. Aku cuman nyuruh anak buah aku buat nangkap dia tanpa memberikan informasi apa pun," jelas Jaka yang kuga berusaha untuk memberikan penjelasan kepada Nasya. "Tapi kenapa Mas, kenapa kamu ngelakuin ini, kenapa Mas harus laporin Roy, dia mungkin salah tapi sampai seperti ini? Kan jadinya semakin rumit, bagaimana kalau Mas Anjas tahu? Dia pasti bakal kecewa, dan marah sama aku. Apa mas nggak mikirin aku ya?" "Nasya, justru aku mikirin kamu jadi aku ngelakuin ini semua. Roy pantas akan apa yang dia alami sekarang. Roy pantas menderita. Dia udah ngelakuin hal yang nggak pantas sama kamu, tapi kamu masih mikirin Anjas dan nasib Roy?" Nasya terdiam mendengar perkataan Jaka yang memang benar dan tidak bisa mengelak, sementara Nasya menunduk