Semua memori yang Anjas miliki mengenai Nasya tiba-tiba saja muncul, mulai ketika pertama kali mereka bertemu hingga akhirnya menikah, tapi sekarang bagaimana dia akan bertahan sendirian, tanpa Nasya. Mungkin dia akan mencoba, apalagi tabungan yang dia miliki mulai menipis, dia juga tidak bekerja lagi dan sebaiknya dia mencari pekerjaan, surat perceraian Nasya juga sudah datang padanya tapi masih belum dia tandatangani. Mungkin saat ini yang Anjas lakukan sebaiknya adalah menonton berita, televisi dan hidup tenang tanpa memusingkan sesuatu yang hanya akan menguras tenaganya, saat ini Anjas duduk dengan kaki terlentang ke depan, di atas sofa. Dan berita yang pertama kali muncul di layar televisi adalah berita mengenai pria yang ditemukan dengan kondisi patah setelah dia digebukin di dalam gedung kosong, pada nyatanya pria itu adalah sosok yang juga dilaporkan telah melakukan pemerkosaan terhadap salah satu rekan kerjanya. "Bukankah dia teman kerjanya Nasya?" Anjas yang mengernyitka
"Kamu laporin semuanya, Mas?" Nasya yang terlihat sangat panik, dia tinggal di apartemen yang Jaka berikan kepadanya dan tidak ingin tinggal serumah dengan pria lain selama dia masih resmi adalah istri seseorang. "Nggak aku nggak ngelakuin itu, Nasya. Aku cuman nyuruh anak buah aku buat nangkap dia tanpa memberikan informasi apa pun," jelas Jaka yang kuga berusaha untuk memberikan penjelasan kepada Nasya. "Tapi kenapa Mas, kenapa kamu ngelakuin ini, kenapa Mas harus laporin Roy, dia mungkin salah tapi sampai seperti ini? Kan jadinya semakin rumit, bagaimana kalau Mas Anjas tahu? Dia pasti bakal kecewa, dan marah sama aku. Apa mas nggak mikirin aku ya?" "Nasya, justru aku mikirin kamu jadi aku ngelakuin ini semua. Roy pantas akan apa yang dia alami sekarang. Roy pantas menderita. Dia udah ngelakuin hal yang nggak pantas sama kamu, tapi kamu masih mikirin Anjas dan nasib Roy?" Nasya terdiam mendengar perkataan Jaka yang memang benar dan tidak bisa mengelak, sementara Nasya menunduk
"Jadi cowok yang sering berhenti di depan rumah itu, dia?" Anara mengernyitkan kening setelah menyadari bahwa pemuda yang sering mengintip masuk dari kejauhan ke rumah Nasya dan Anjas ternyata adalah Roy. Selama ini Anara memang sudah sangat sering menemukan Roy menatap masuk ke dalam rumah mereka, tetapi Anara sama sekali tidak pernah ingin menegur atau bahkan menggubris mengenai Roy. Yang dilakukan Anara hanya menatap keluar jendela setiap saat tetapi tidak pernah berani untuk mendatangi Roy dan menanyakan maksud dari tindakan yang dia lakukan. Jadi sekarang anara yang duduk hanya dengan menatap ke layar ponsel menerima banyak pesan dan juga membaca banyak berita selain itu sampai saat ini Anjas masih tidak pernah menghubunginya. Sebenarnya Anara masih memiliki sedikit rasa suka atau bahkan harapan terhadap Anjas, karena dia sendiri memang dari dulu menyukai kakak iparnya itu, baikan jika saja Jaka tidak menawarinya untuk menggoda Anjas, maka dia akan tetap melakukan hal yang sam
"Maaf Pak Anjas aku tidak bisa membiarkan Anda langsung masuk ke dalam ruangan Pak Jaka sebelum Pak Jaka mengatakan persetujuannya untuk Anda masuk ke dalam sana!" Si sekretaris berusaha untuk menghentikan Anjas tetapi pada saat itu Anjas tidak ingin mendengarkan siapapun hendak langsung masuk ke dalam ruangan Jaka tanpa memedulikan si sekretaris yang mungkin akan mendapatkan amarah dari Jaka jika saja Anjas berhasil masuk ke dalam ruangan itu tanpa persetujuan dari si atasan. Dan pada akhirnya Anjas yang berjalan dengan lincah kini masuk ke dalam ruangan itu dan menarik perhatian Jaka yang sedang mengerjakan sesuatu. "Apa-apaan ini kenapa kau tiba-tiba masuk dalam ruangan ku!" Jaka yang langsung berdiri dan meninggalkan pekerjaan yang sedang dia lakukan. Sekretaris yang berada di belakang Anjas berusaha untuk menjelaskan kepada Jaka bahwa dia sudah berusaha menghentikan Anjas tetapi Anjas tidak ingin berhenti. Tetapan Jaka tentu langsung mengiyakan semangat dari sekretaris ini unt
"Sialan Anjas, dia hanya datang ke ke sini dan buat hariku malah berantakan!" Jaga terus mengumpat beberapa kali dan terus-menerus mengumpat, dia tidak bisa berhenti memikirkan bagaimana dia akan mengalahkan Anjas. "siapa sekarang harus aku pikirkan dan bagaimana aku harus menyelesaikan masalah ini. Sialan sekali, aku memberikan dia pembelajaran, pelajaran yang tidak akan pernah dia bisa lupakan lihat saja kau Anjas!" Jaka yang sekarang memukul-mukul meja lalu kembali duduk di kursinya. Walau sekarang kepalanya terasa ingin meledak tetap saja jaga berusaha untuk mengerjakan pekerjaan tersisa yang ada di mejanya lalu kemudian dia akan segera pulang dan memikirkan apa yang harus dilakukan selanjutnya. Ia juga sudah tidak ingin kasus Roy diurusi olehnya. Dia berharap bahwa kasus Roy segera berakhir dan Roy bisa mendapatkan vonis yang jelas. Tetapi bahkan sebelum menjaga beranjak dari sana telepon seluler yang digunakan di dalam perusahaan itu kemudian berdering. Jaka mendengarkan dan ke
Nasya saat ini masih sendirian dalam apartemennya setelah beberapa hari mengalami sesuatu yang begitu memuakkan dan juga melelahkan. Apalagi dia sendirian merawat bayinya dan kadang merasa tidak nyaman karena Jaka terus saja datang hampir setiap hari. Tentu saja Nasya merasa sangat berterima kasih akan apa yang telah dilakukan oleh Jaka. Tetapi sayangnya dia masih tidak bisa lupa dengan Anjas dan masih sangat terluka apalagi sangat sulit menyembuhkan luka seperti itu. Sementara Jaka masih terus menerus mencoba untuk menyelesaikan semua masalah yang dihadapi dan telah mengakibatkan dirinya sendiri terlibat dalam masalah yang seharusnya dia sama sekali tidak terlibat. Dia mencari masalahnya sendiri dan Nasya merasa tidak enak dengan hal itu. Dia tidak mungkin bisa membalas semua jasa yang telah diberikan Jaka kepada Nasya. Dan Nasya juha pasti akan kesulitan jika harus membalas Jaka dengan cinta. Sangat sulit baginya untuk memberikan hal demikian kepada Jaka. Dan untuk sekarang ini ya
"Jadi sampai sekarang kau betul-betul mutlak ingin menceraikan aku?" Pertanyaan itu diberikan oleh Anjas kepada Nasya yang diam lalu mengangguk. "Aku tidak punya kesempatan lagi rupanya.""Kau menghancurkan mental ku, dan butuh kesempatan? Kau bisa mendapatkan hukuman yang bahkan jauh lebih meyakinkan bagiku agar kau menderita." "Kau ingin aku menderita?" "Iya!" Nasya menjerit. "Aku ingin menderita, selamanya. Aku tidak mau kau cepat mati. Tapi aku mau kau tersiksa, lalu mati. Itu lebih menangkan bagiku." Nasya yang berusara besar dan Anjas terdiam. Dia menunduk menatap lantai dan menyadari kesalahannya. Dia menyesal tentu saja, Nasya memundurkan diri dan menjauh laku kemudian menunjuk ke arah pintu tanda bahwa seharusnya Anjas sudah meninggalkan ruangan. "Pergi dari sini." "Baiklah." Anjas menaruh buku yang berada di tangannya itu di atas meja. "Tuntut aku semau mu, jadikan aku penjahat mu, tidak masalah karena aku memang penjahat di cerita mu. Tapi kita masih belum tahu kebenaran
"Aku tidak sedang bersama Nasya." Anjas yang sekarang bertemu dengan kepala sekolah, Anjas yang baru saja pulang ke rumahnya tiba-tiba menemukan orang lain di sana berdiri di teras dan ternyata itu adalah kepala sekolah yang ingin mencari tahu dan bertanya langsung kepada Nasya. "Maaf Pak tapi Nasya sekarang tidak berada di rumah jadi aku pikir aku akan menghubungi anda Jika saja Nasya sudah kembali." "Oh jadi seperti itu ya pak. Padahal kami sangat butuh informasi dari Bu Nasya. Reputasi dari sekolah kami terancam dan banyak sekali guru-guru yang merasa tidak nyaman apalagi anak-anak siswa yang merasa bahwa guru-guru yang ada di sekolah itu sama saja dan melakukan hal bejat. Bahkan ada yang ingin menuntut kami karena tidak aware terhadap hal ini." Sikap kepala sekolah kemudian menundukkan kepala dan kembali berkata, "apalagi setelah mereka tahu bahwa yang merekam kejadian itu adalah salah satu dari siswa kami. Mereka takut jika anak-anak mereka melihat sesuatu yang tidak senonoh."