"Anjas ... Tolong ... Tolong pelan-pelan ... Ah ... Ah ... Ah ... Ini pertama kalinya, buat aku Ah ...." "Ini ... Juga pertama kalinya buat aku." Nasya mendesah apalagi ketika Anjas mulai memasukkan batang yang mengeras itu, junior miliknya yang sudah sangat lama ingin menyentuh Nasya yang sudah sangat ingin menyentuh kekasihnya. "Argh ... Sakit." "Memang sakit, awalnya. Kata orang, memang pada awalnya, perempuan akan kesakitan saat pertama kali." Nasya mengigit bibir bagian bawahnya, dan meremas seprei kasus, tetapi Anjas dengan pelan-pelan dia terus mendorong pinggulnya dan membuat Nasya mengerang. "Tapi perlahan demi perlahan Nasya, sayang ku, kamu juga akan suka." Anak muda menang seperti itu, mereka mengetahui cara bercinta dengan sendirinya, tanpa diberitahu, dan ketika mereka sudah merasakannya, maka mereka tidak akan berhenti, Anjas memang jujur, bahwa ini adalah pertama kalinya dia melakukan hubungan intim, dan Nasya pun demikian, tidak ada yang berbohong di sini, mere
Semua memori yang Anjas miliki mengenai Nasya tiba-tiba saja muncul, mulai ketika pertama kali mereka bertemu hingga akhirnya menikah, tapi sekarang bagaimana dia akan bertahan sendirian, tanpa Nasya. Mungkin dia akan mencoba, apalagi tabungan yang dia miliki mulai menipis, dia juga tidak bekerja lagi dan sebaiknya dia mencari pekerjaan, surat perceraian Nasya juga sudah datang padanya tapi masih belum dia tandatangani. Mungkin saat ini yang Anjas lakukan sebaiknya adalah menonton berita, televisi dan hidup tenang tanpa memusingkan sesuatu yang hanya akan menguras tenaganya, saat ini Anjas duduk dengan kaki terlentang ke depan, di atas sofa. Dan berita yang pertama kali muncul di layar televisi adalah berita mengenai pria yang ditemukan dengan kondisi patah setelah dia digebukin di dalam gedung kosong, pada nyatanya pria itu adalah sosok yang juga dilaporkan telah melakukan pemerkosaan terhadap salah satu rekan kerjanya. "Bukankah dia teman kerjanya Nasya?" Anjas yang mengernyitka
"Kamu laporin semuanya, Mas?" Nasya yang terlihat sangat panik, dia tinggal di apartemen yang Jaka berikan kepadanya dan tidak ingin tinggal serumah dengan pria lain selama dia masih resmi adalah istri seseorang. "Nggak aku nggak ngelakuin itu, Nasya. Aku cuman nyuruh anak buah aku buat nangkap dia tanpa memberikan informasi apa pun," jelas Jaka yang kuga berusaha untuk memberikan penjelasan kepada Nasya. "Tapi kenapa Mas, kenapa kamu ngelakuin ini, kenapa Mas harus laporin Roy, dia mungkin salah tapi sampai seperti ini? Kan jadinya semakin rumit, bagaimana kalau Mas Anjas tahu? Dia pasti bakal kecewa, dan marah sama aku. Apa mas nggak mikirin aku ya?" "Nasya, justru aku mikirin kamu jadi aku ngelakuin ini semua. Roy pantas akan apa yang dia alami sekarang. Roy pantas menderita. Dia udah ngelakuin hal yang nggak pantas sama kamu, tapi kamu masih mikirin Anjas dan nasib Roy?" Nasya terdiam mendengar perkataan Jaka yang memang benar dan tidak bisa mengelak, sementara Nasya menunduk
"Jadi cowok yang sering berhenti di depan rumah itu, dia?" Anara mengernyitkan kening setelah menyadari bahwa pemuda yang sering mengintip masuk dari kejauhan ke rumah Nasya dan Anjas ternyata adalah Roy. Selama ini Anara memang sudah sangat sering menemukan Roy menatap masuk ke dalam rumah mereka, tetapi Anara sama sekali tidak pernah ingin menegur atau bahkan menggubris mengenai Roy. Yang dilakukan Anara hanya menatap keluar jendela setiap saat tetapi tidak pernah berani untuk mendatangi Roy dan menanyakan maksud dari tindakan yang dia lakukan. Jadi sekarang anara yang duduk hanya dengan menatap ke layar ponsel menerima banyak pesan dan juga membaca banyak berita selain itu sampai saat ini Anjas masih tidak pernah menghubunginya. Sebenarnya Anara masih memiliki sedikit rasa suka atau bahkan harapan terhadap Anjas, karena dia sendiri memang dari dulu menyukai kakak iparnya itu, baikan jika saja Jaka tidak menawarinya untuk menggoda Anjas, maka dia akan tetap melakukan hal yang sam
"Maaf Pak Anjas aku tidak bisa membiarkan Anda langsung masuk ke dalam ruangan Pak Jaka sebelum Pak Jaka mengatakan persetujuannya untuk Anda masuk ke dalam sana!" Si sekretaris berusaha untuk menghentikan Anjas tetapi pada saat itu Anjas tidak ingin mendengarkan siapapun hendak langsung masuk ke dalam ruangan Jaka tanpa memedulikan si sekretaris yang mungkin akan mendapatkan amarah dari Jaka jika saja Anjas berhasil masuk ke dalam ruangan itu tanpa persetujuan dari si atasan. Dan pada akhirnya Anjas yang berjalan dengan lincah kini masuk ke dalam ruangan itu dan menarik perhatian Jaka yang sedang mengerjakan sesuatu. "Apa-apaan ini kenapa kau tiba-tiba masuk dalam ruangan ku!" Jaka yang langsung berdiri dan meninggalkan pekerjaan yang sedang dia lakukan. Sekretaris yang berada di belakang Anjas berusaha untuk menjelaskan kepada Jaka bahwa dia sudah berusaha menghentikan Anjas tetapi Anjas tidak ingin berhenti. Tetapan Jaka tentu langsung mengiyakan semangat dari sekretaris ini unt
"Sialan Anjas, dia hanya datang ke ke sini dan buat hariku malah berantakan!" Jaga terus mengumpat beberapa kali dan terus-menerus mengumpat, dia tidak bisa berhenti memikirkan bagaimana dia akan mengalahkan Anjas. "siapa sekarang harus aku pikirkan dan bagaimana aku harus menyelesaikan masalah ini. Sialan sekali, aku memberikan dia pembelajaran, pelajaran yang tidak akan pernah dia bisa lupakan lihat saja kau Anjas!" Jaka yang sekarang memukul-mukul meja lalu kembali duduk di kursinya. Walau sekarang kepalanya terasa ingin meledak tetap saja jaga berusaha untuk mengerjakan pekerjaan tersisa yang ada di mejanya lalu kemudian dia akan segera pulang dan memikirkan apa yang harus dilakukan selanjutnya. Ia juga sudah tidak ingin kasus Roy diurusi olehnya. Dia berharap bahwa kasus Roy segera berakhir dan Roy bisa mendapatkan vonis yang jelas. Tetapi bahkan sebelum menjaga beranjak dari sana telepon seluler yang digunakan di dalam perusahaan itu kemudian berdering. Jaka mendengarkan dan ke
Nasya saat ini masih sendirian dalam apartemennya setelah beberapa hari mengalami sesuatu yang begitu memuakkan dan juga melelahkan. Apalagi dia sendirian merawat bayinya dan kadang merasa tidak nyaman karena Jaka terus saja datang hampir setiap hari. Tentu saja Nasya merasa sangat berterima kasih akan apa yang telah dilakukan oleh Jaka. Tetapi sayangnya dia masih tidak bisa lupa dengan Anjas dan masih sangat terluka apalagi sangat sulit menyembuhkan luka seperti itu. Sementara Jaka masih terus menerus mencoba untuk menyelesaikan semua masalah yang dihadapi dan telah mengakibatkan dirinya sendiri terlibat dalam masalah yang seharusnya dia sama sekali tidak terlibat. Dia mencari masalahnya sendiri dan Nasya merasa tidak enak dengan hal itu. Dia tidak mungkin bisa membalas semua jasa yang telah diberikan Jaka kepada Nasya. Dan Nasya juha pasti akan kesulitan jika harus membalas Jaka dengan cinta. Sangat sulit baginya untuk memberikan hal demikian kepada Jaka. Dan untuk sekarang ini ya
"Jadi sampai sekarang kau betul-betul mutlak ingin menceraikan aku?" Pertanyaan itu diberikan oleh Anjas kepada Nasya yang diam lalu mengangguk. "Aku tidak punya kesempatan lagi rupanya.""Kau menghancurkan mental ku, dan butuh kesempatan? Kau bisa mendapatkan hukuman yang bahkan jauh lebih meyakinkan bagiku agar kau menderita." "Kau ingin aku menderita?" "Iya!" Nasya menjerit. "Aku ingin menderita, selamanya. Aku tidak mau kau cepat mati. Tapi aku mau kau tersiksa, lalu mati. Itu lebih menangkan bagiku." Nasya yang berusara besar dan Anjas terdiam. Dia menunduk menatap lantai dan menyadari kesalahannya. Dia menyesal tentu saja, Nasya memundurkan diri dan menjauh laku kemudian menunjuk ke arah pintu tanda bahwa seharusnya Anjas sudah meninggalkan ruangan. "Pergi dari sini." "Baiklah." Anjas menaruh buku yang berada di tangannya itu di atas meja. "Tuntut aku semau mu, jadikan aku penjahat mu, tidak masalah karena aku memang penjahat di cerita mu. Tapi kita masih belum tahu kebenaran
Jaka panik luar biasa stelah dia melihat Nasya saat ini berada di dalam mobil yang berbeda dengannya, sebuah mobil taksi ke sebuah tempat yang dia kenali, yaitu rumah Anjas. Rupanya Nasya masih mengingat mengenai rumah mantan suaminya, tapi memorinya selama tiga tahun berlalu tidaklah dia ingat. Sementara di sisi yang lainnya Aysan sekarang berada di dalam rumah sakit dan berada dalam perawatan yang serius, yang membuat Jak betul-betul tidak bisa memahami situasi dan bagaimana dia akan mengontrol semua ini, semua yang terjadi sekarang. Walau pun seperti itu, dia tidak bisa melakukan apa pun selain ikut di belakang mobil taksi yang Nasya tumpangi, dan kini mobil itu berhenti tepat di hadapan rumah Anjas, sore sudah tiba, dan mungkin Anjas sudah berada di rumah saat ini, karena sudah jam pulang kantor. Nasya yang keluar dari taksi langsung menggedor-gedor pintu sambil berteriak di depan pintu, "Anjas, Mas, tolong cepat buka pintunya." "Nasya." Tangan Jaka langsung mencengkeram lenga
"Astaga." Kepanikan tentu saja sekarang dirasakan oleh Nasya, melihat bocah yang terus-menerus memanggilnya Mama sekarang terjatuh dari tangga menuju lantai paling bawah dan sekarang tubuhnya membeku tidak tahu bagaimana dan apa yang harus dilakukan olehnya. Tetapi beberapa saat kemudian dia tersadar bahwa kekacauan itu terjadi karenanya, Lalu Nasya kemudian berlari menuruni tangga. "Aku mohon jangan terjadi sesuatu, kamu harus baik-baik saja, apa yang aku telah lakukan padanya." air mata kemudian mengalir dari pipinya. dia langsung membungkuk dan meraih tubuhnya yang kepalanya sekarang terbentur dan mengalir darah dari sana. bocah ini tidak sadarkan diri Nasya sama sekali tidak tahu bagaimana harus apa. Jadi yang dia lakukan adalah mungkin membaca itu dan keluar dari rumah, ke arah pos satpam. Nasya sekarang panik lalu berteriak, "Tolong, terjadi sesuatu, Tolong! Bantu aku, Pak." satpam yang sedang meminum kopi dan membaca koran di pos satpam yaitu mendengar suara Nasya langsung
"Akan ada operasi yang mungkin kau akan lakukan, jadi aku mohon janga membangkang untuk kesembuhan kau, Nasya, aku harap aku paham." Jaka yang saat ini masih memandang ke arah Nasya yang duduk di hadapannya. sebenarnya pikran Nasya masih ingin percaya dengan apa yang dikatakan oleh Jaka tetapi sepertinya berbeda dengan hati Nasya yang tentu saja masih berpikir bahwa Anjas atau mantan suaminya itu adalah pribadi yang setia dan tidak mungkin menghianati Nasya. jadi Nasya masih memilih untuk tidak mempercayai apa yang Jaka katakan. "Aku hanya ingin sekali saja bertemu dengan Anjas dan mendengar apa yang dia katakan, jika kau mengurungku seperti ini bagaimana aku bisa percaya kepadamu, aku sama sekali tidak ...." dia menundukkan kepala dan merasa bimbang dengan apa yang harus dia katakan. Sesekali dia menelan saliva dan mencoba berpikir kata apa yang harus dia keluarkan dari mulutnya. "tentu saja ... astaga apa yang harus aku katakan lagi agar bisa membuat kau percaya. sepertinya tidak
"Aku sudah katakan semuanya, berkali-kali, Nasya, tapi kenapa kau sama sekali tidak percaya?" Jaka mencondongkan tubuhnya ke arah Nasya yang menghindar dan mengernyitkan kening. "Tolong jangan terlalu dekat dengan ku," ucap Nasya, dia memalingkan pandangan dan Jaka merasa bahwa ya sebaiknya Nasya diberikan sedikit ruang. Lalu tidak lama setelah itu, Boca berusia tiga tahun yang sudah bisa dikatakan aktif dalam berbicara dan memahami pembicaraan ringan seseorang itu berjalan ke arah Jaka. "Aysan." Jaka berdiri dari duduknya dan menghampiri Aysan, "Apa kau butuh sesuatu?" "Apa Mama masih marah sama Aysan?" dia menundukkan kepala cara dia bicara masih sangat sulit untuk dipahami tapi Jaka bisa cukup memahami ucapan Aysan, Nasya juga bisa memahami ucapan itu tapi dia memalingkan pandangannya sekarang, dia tidak ingin memikirkan banyak hal selain pikirannya sendiri yang lupa semuanya. Sementara Jaka dia berlutut setengah di hadapan Aysan dan berusaha meyakinkan bocah itu. "Aysan, Nak.
"Aku tidak bisa terus seperti ini," ucap Nasya yang sekarang berada dalam kondisi yang berantakan, wajahnya dan rambut gelombang yang bahkan belum disisir, matanya menandakan bahwa dia lelah dan tidak bisa berpikir jernih. Semua seolah menghilang dari memorinya. Dan hidup seolah tetap sama, dia merasa bahwa hidupnya sama seperti sebelumnya, tidak seperti apa yang dilihatnya sekarang, yaitu Jaka yang berada di hadapannya mungkin hanyalah omong kosong yang dibuat-buat oleh Jaka untuk mendekati Nasya, itulah Jaka di pikiran Nasya. "Seperti apa?" Jaka yang menyuguhkan makanan di atas meja, sekarang mereka berada di taman halaman depan rumah, Nasya tidak mau makan jika masih berada di dalam rumah karena dia menganggap bahwa jika dia terus berada di dalam rumah maka dia seolah dikurung di dalam sana. Dan dia tidak ingin seperti itu, Jaka pun tidak mau Nasya berpikir demikian. Sehingga yang dia lakukan adalah menuruti saja apa yang diinginkan oleh Nasya untuk saat ini. "Kau seperti menguru
Tok ... tok ... tok .... Suara ketukan yang datang dari luar kamar Nasya, saatnya adalah sarapan pagi, Nasya tidak membuka pintu semalam sehingga tidak ada makan malam yang membuat Jaka merasa cemas. Bagaimana tidak, Nasya menolak bertemu sementara Jaka terus membujuk dan menjelaskan apa yang terjadi. Walau berusaha, Jaka masih belum bisa membujuk. Pagi harinya, Jaka masih berusaha keras, tapi sepertinya Nasya masih menolak, karena itulah Jaka pun mencoba untuk membujuk satu kali, berharap kali ini Nasya mengurungkan niat untuk bersifat keras. Ketukan demi ketukan, bujukan demi bujukan, tak ada satu pun yang berhasil. Aysan juga sudah sangat ingin bertemu dengan ibunya, yang semakin membuat Jaka merasa tidak nyaman. Makan malam gagal, sarapan pagi pun tidak digubris, hingga akhirnya makan siang tiba, Jaka bahkan tidak masuk kerja, dan dia pun bersama dengan Aysan mencoba membujuk Nasya. "Mama tidak mau makan." Aysan dengan ucapan yang masih belum fasih, "Aku tidak mau kalau Mama
Untuk saat ini, Anara terlupakan dan dia hidup dengan dirinya sendiri, tidak ada siapa pun yang dia temani bahkan Jaka tak lagi menghubunginya, sementara dia sendiri berusaha untuk hidup tenang walau masih ada rasa benci terhadap kakaknya sendiri. Dia tidak ingin kakaknya bahagia dan dia berusaha agar bisa kembali mendapatkan kedamaian dan kebahagian dari kakaknya. Dengan kata lain dia berusaha agar bisa menghancurkan hidup kakaknya sendiri. Tetapi bukan momennya menceritakan mengenai Anara yang dab masalahnya yang terus menerus merugikan tubuhnya dan hidup dalam kebebasan malam, karena saat ini Nasya sedang bergelut dengan dirinya sendiri dan pikirannya, dia mondar-mandir dan bahkan lupa apa yang selama ini terjadi pada hidupnya. Foto dan rekaman terus dia lihat tapi sama sekali tidak ada yang membuat Nasya merasa percaya. Seolah semuanya begitu dibuat-buat. Jaka sementara mencoba menenangkan Aysan yang terus menangis memanggil ibunya yang terkunci di dalam kamar, walau berada di d
"Aku pikir Bu Nasya sudah sembuh, tapi ternyata itu hanya bersifat sementara saja," kata dokter Afia yang dipanggil kembali oleh Jaka, dokter Afia sangat baik dan merawat Nasya sebelumnya, dan Jaka berharap bahwa dokter Afia kembali bisa membantu Nasya. "Aku pikir begitu juga, dokter. Sayangnya aku salah dan ternyata alzheimer tidak semudah itu untuk hilang bagi pengidapnya." Dokter Afia diam sejenak dan berpikir lalu berkata, "Aku pikir itu bukan Alzheimer. Ini penyakit yang berbeda, aku tidak tahu apa. Alzheimer adalah penyakit yang tidak akan sembuh dan Bu Nasya sempat mengingat semuanya sementara penderita Alzheimer tidak bisa. Mungkin ini adalah penyakit yang disebabkan trauma berat, bukankah penyakit Bu Nasya pertama kali ada setelah dia mengalami trauma yang terjadi padanya di sekolah, Pak Jaka?" Jaka diam karena terlalu fokus dalam mendengarkan dan dia membayangkan apa yang akan terjadi jika penyakit Nasya betul-betul kembali dan Anjas datang kepadanya maka Nasya pasti akan
Mengetahui bahwa Nasya sekarang kembali mengalami penyakit Alzheimer yang akan melupakan apa pun yang terjadi membuat Anjas merasa semakin bersemangat untuk melakukan misi yang diberikan padanya, kini dia tahu apa yang harus dia lakukan, selain itu dia juga meminta agar Aina memberikan dia sebuah pekerjaan yang pada akhirnya Aina memberikan pekerjaan untuk menjadi seorang bodyguard pribadi dari Aina. Awalnya Anjas merasa enggan dan tak mau menjadi seorang bodyguard, tapi pada akhirnya dia menerima saja apa yang diinginkan oleh Aina. Lagi pula mereka memiliki misi yang sama dan berharap bahwa mereka bisa meraih misi mereka, memisahkan Jaka dan juga Nasya, yang di mana Anjas juga memiliki perasaan dendam pada Jaka, untuk pertama kali dalam hidupnya dia tidak akan membiarkan Jaka menang, dia sebenarnya jika bersaing dengan Jaka, maka Anjas akan keluar sebagai pemenang, tapi kali ini Jaka memenangkan Nasya bahkan Aysan yang membuat Anjas semakin membara karena selama ini dia belum pernah