"Jadi sampai sekarang kau betul-betul mutlak ingin menceraikan aku?" Pertanyaan itu diberikan oleh Anjas kepada Nasya yang diam lalu mengangguk. "Aku tidak punya kesempatan lagi rupanya.""Kau menghancurkan mental ku, dan butuh kesempatan? Kau bisa mendapatkan hukuman yang bahkan jauh lebih meyakinkan bagiku agar kau menderita." "Kau ingin aku menderita?" "Iya!" Nasya menjerit. "Aku ingin menderita, selamanya. Aku tidak mau kau cepat mati. Tapi aku mau kau tersiksa, lalu mati. Itu lebih menangkan bagiku." Nasya yang berusara besar dan Anjas terdiam. Dia menunduk menatap lantai dan menyadari kesalahannya. Dia menyesal tentu saja, Nasya memundurkan diri dan menjauh laku kemudian menunjuk ke arah pintu tanda bahwa seharusnya Anjas sudah meninggalkan ruangan. "Pergi dari sini." "Baiklah." Anjas menaruh buku yang berada di tangannya itu di atas meja. "Tuntut aku semau mu, jadikan aku penjahat mu, tidak masalah karena aku memang penjahat di cerita mu. Tapi kita masih belum tahu kebenaran
"Aku tidak sedang bersama Nasya." Anjas yang sekarang bertemu dengan kepala sekolah, Anjas yang baru saja pulang ke rumahnya tiba-tiba menemukan orang lain di sana berdiri di teras dan ternyata itu adalah kepala sekolah yang ingin mencari tahu dan bertanya langsung kepada Nasya. "Maaf Pak tapi Nasya sekarang tidak berada di rumah jadi aku pikir aku akan menghubungi anda Jika saja Nasya sudah kembali." "Oh jadi seperti itu ya pak. Padahal kami sangat butuh informasi dari Bu Nasya. Reputasi dari sekolah kami terancam dan banyak sekali guru-guru yang merasa tidak nyaman apalagi anak-anak siswa yang merasa bahwa guru-guru yang ada di sekolah itu sama saja dan melakukan hal bejat. Bahkan ada yang ingin menuntut kami karena tidak aware terhadap hal ini." Sikap kepala sekolah kemudian menundukkan kepala dan kembali berkata, "apalagi setelah mereka tahu bahwa yang merekam kejadian itu adalah salah satu dari siswa kami. Mereka takut jika anak-anak mereka melihat sesuatu yang tidak senonoh."
"Sangat menyebalkan berada di sini. Apalagi sendirian dan ini sangat membosankan. Astaga bagaimana aku bisa hidup kalau begini. Punya banyak uang tapi tidak bisa ku gunakan. Apa Jaka memang se cinta itu pada Mbak Nasya sampai harus membayar ku sebanyak ini." Anara yang masih dalam kondisi yang lemas, dia tidak tahu apa yang harus dia ajukan selain tidur makan dan menikmati kesendiriannya. Sampai pada saat dia melihat notifikasi di ponselnya. Rara: Mau ke klub nggak, kita main yuk, udah lama nggak ketemu. Tiba-tiba saja teman yang pernah dia temui di kampus saat masih mendaftar langsung menghubunginya dan itu tentu bisa diterima oleh Anara sendiri sedang bosan-bosannya berada di dalam kosan sendirian. Anara: Klub mana ha? Rara: Bentar gue tunjukin, enak loh di sana, bagus klub nya. Anara: Jam berapa Rara: Jam sepuluhan, gue jemput ya. Di rumah kakak lu kan. Anara: Bukan, bentar aku kirim lokasinya. Iya sampai jam 10.00 malam Mereka pun berangkat menuju klub tujuan pada saat itu
Bibir Nasya yang bersatu dengan bibir Jaka kini terpisah dan menyadari bahwa mungkin saatnya adalah menyatu, apa Nasya akan segera memberikan dirinya pada Jaka itu tergantung bagaimana situasi akan berjalan. Dan bagaimana mereka akan mengontrol perasaan mereka apalagi Nasya yang masih tidak bisa lupa akan Anjas. Dia masih bisa belum menerima apa pun sebelum perceraian. Apalagi Anjas sudah melihat mereka, dan tempat di mana Nasya tinggal saat ini adalah apartemen milik Jaka. Sehingga akan sulit bagi Nasya untuk menjelaskan semuanya di pengadilan nanti jika Anjas tiba-tiba menuntut mereka dengan menggunakan kata perselingkuhan antara Nasya dan Jaka. Semuanya tergantung bagaimana mereka akan menghadapi situasi, dan aja sendiri tidak ingin kalah di pengadilan nanti, Nasya tahu akan soal itu. Mereka sekarang masih bertatap satu sama lain, dan masih diam, tangan Jaka kini meraih tangan Nasya dan menggenggam tangan itu cukup erat, Nasya diam dan mengalihkan pandangan, dia tidak ingin ber
Rupanya sekarang Nasya memberikan dirinya kepada Jaka yang terlihat menatap lengkap cuma wajah Nasya yang untuk pertama kalinya dia bisa merasakan momen ini dan tanpa memberikan paksaan kepada Nasya. Juga Nasya terlihat terlihat menikmati sentuhan Jaka, walau pun Jaka tidak tahu bahwa yang ada di dalam Nasya sekarang adalah pertengkaran di mana dia memaksa dirinya untuk tidak membayangkan Anjas, sangat sulit baginya untuk melupakan wajah Anjas. Mereka melakukan hubungan intim mereka di atas sofa, tapi sepertinya itu tidak cukup, saat Jaka yang sudah puas menjilati, meremas dan bahkan mengecup leher Nasya terus-menerus dia mulai membuka kemejanya, celana kainnya dan membiarkan semua pakaian yang menempel di tubuh mereka terjatuh di atas lantai dan Jaka mulai memasukkan junior yang sudah mengeras itu ke dalam lubang surgawi Nasya, dan saat itu Nasya mulai bersuara dan menjerit nikmat. Tubuhnya yang masih menempel dengan Jaka diangkat oleh Jaka dan dia berjalan masuk ke dalam kamar, ba
"Apa yang Mama lakukan di sini?" Jaka yang menganga tipis setelah melihat ibunya yang tiba-tiba saja berada di hadapannya lalu bertanya mengenai Aina. "Tentu saja Mama di sini untuk mengetahui bagaimana kabarmu, dan juga apa kau tidak rindu pada Mama kau sama sekali tidak menghubungi Mama lagi dalam waktu yang lama, tentu Mama rindu kepadamu dan ingin bertemu denganmu." Sang ibu yang sekarang berjalan keluar dari kamar dan membuat Jaka juga ikut berjalan di belakangnya. "Mama ingin menanyakan mengenai Aina, Mama ingin tahu bagaimana perkembangan hubungan kalian. Kau tahu bahwa ayah mu berwasiat untuk menikah dengan putri Pak Hartono kan? Aina adalah gadis yang paling pantas untuk mu, ibu harap semuanya baik-baik saja." Mereka menuruni tangga tetapi saat ini Jaka betul-betul tidak tahu bagaimana harus menjelaskan semuanya tanpa harus membuat ibunya merasa marah, yang di mana hubungan antara Jaka dan juga Aina sudah sangat lama berakhir, mungkin Aina juga tidak memberitahu siapa pun
Srekkkk .... Suara resleting Anjas yang sekarang terbuka, dibuka oleh tangan kecil Anara yang sekarang berada di atas celana Anjas, sementara Anjas sendiri hanya diam duduk di hadapan kemudi membiarkan Anara melakukan aksinya. Tatapan menggoda Anara menatap Anjas sementara tangannya berada di dalam celana Anjas yang sekarang tangan itu, genggaman tangan itu mengeluarkan batang keras junior Anjas dari mulut celana, mulut Anjas terbuka setengah dan batang itu terlihat begitu jelas. Mulut Anjas terbuka, dan matanya menatap Anara dengan tatapan yang membesar apalagi dia merasa gelisah dan berpikir bahwa apa yang dia lakukan adalah hal yang salah, lagii. Tapi bukankah hal ini hal biasa, maka dari itu lah Anjas tidak peduli. Selama dia merasa puas dan apalagi mereka dalam porses perceraian sehingga Anjas mungkin harus membiarkan sedikit pusing di kepalanya menghilang. Anjas bersandar di sandaran dan kedua tangannya dia lemas kan membuatkan mesin mobil mati dan jendela kaca mobil terbuka
"Jaka?" "Iya yang baru semua ini Mas Jaka, kostan aku, biaya hidup aku, semuanya dia biayain, maklum lah kan aku udah ngelakuin apa yang dis suruh." Anara saat ini masih dalam kondisi mabuk, dia tidak menyadari apa yang baru saja dia katakan. "Memangnya apa yang Jaka mau kamu lakukan?" Anjas memajukan sedikit wajahnya ke arah Anara, dan berharap bahwa anara akan menjawab semuanya dan pada saat itulah Anjas kemudian langsung menyalakan rekaman dari ponselnya dan ingin merekam semua yang akan dikatakan oleh Anara. "Ayo Katakan padaku apa yang diperintahkan oleh Jaka kepadamu, Anara, Apa kau juga melakukan hal yang sama dengannya seperti yang kamu lakukan padaku?" Lalu kemudian ada orang yang masih setengah mabuk itu tertawa terbahak-bahak, lalu nasi goreng yang berada di atas piring mereka masih terasa panas dan kemudian perlahan-perlahan berubah menjadi dingin. "Tidak mungkin, Mas Jaka bukan seperti itu. Lagi pula kalau dia mau, aku juga pasti menolak karena aku tidak suka dengan w
Jaka panik luar biasa stelah dia melihat Nasya saat ini berada di dalam mobil yang berbeda dengannya, sebuah mobil taksi ke sebuah tempat yang dia kenali, yaitu rumah Anjas. Rupanya Nasya masih mengingat mengenai rumah mantan suaminya, tapi memorinya selama tiga tahun berlalu tidaklah dia ingat. Sementara di sisi yang lainnya Aysan sekarang berada di dalam rumah sakit dan berada dalam perawatan yang serius, yang membuat Jak betul-betul tidak bisa memahami situasi dan bagaimana dia akan mengontrol semua ini, semua yang terjadi sekarang. Walau pun seperti itu, dia tidak bisa melakukan apa pun selain ikut di belakang mobil taksi yang Nasya tumpangi, dan kini mobil itu berhenti tepat di hadapan rumah Anjas, sore sudah tiba, dan mungkin Anjas sudah berada di rumah saat ini, karena sudah jam pulang kantor. Nasya yang keluar dari taksi langsung menggedor-gedor pintu sambil berteriak di depan pintu, "Anjas, Mas, tolong cepat buka pintunya." "Nasya." Tangan Jaka langsung mencengkeram lenga
"Astaga." Kepanikan tentu saja sekarang dirasakan oleh Nasya, melihat bocah yang terus-menerus memanggilnya Mama sekarang terjatuh dari tangga menuju lantai paling bawah dan sekarang tubuhnya membeku tidak tahu bagaimana dan apa yang harus dilakukan olehnya. Tetapi beberapa saat kemudian dia tersadar bahwa kekacauan itu terjadi karenanya, Lalu Nasya kemudian berlari menuruni tangga. "Aku mohon jangan terjadi sesuatu, kamu harus baik-baik saja, apa yang aku telah lakukan padanya." air mata kemudian mengalir dari pipinya. dia langsung membungkuk dan meraih tubuhnya yang kepalanya sekarang terbentur dan mengalir darah dari sana. bocah ini tidak sadarkan diri Nasya sama sekali tidak tahu bagaimana harus apa. Jadi yang dia lakukan adalah mungkin membaca itu dan keluar dari rumah, ke arah pos satpam. Nasya sekarang panik lalu berteriak, "Tolong, terjadi sesuatu, Tolong! Bantu aku, Pak." satpam yang sedang meminum kopi dan membaca koran di pos satpam yaitu mendengar suara Nasya langsung
"Akan ada operasi yang mungkin kau akan lakukan, jadi aku mohon janga membangkang untuk kesembuhan kau, Nasya, aku harap aku paham." Jaka yang saat ini masih memandang ke arah Nasya yang duduk di hadapannya. sebenarnya pikran Nasya masih ingin percaya dengan apa yang dikatakan oleh Jaka tetapi sepertinya berbeda dengan hati Nasya yang tentu saja masih berpikir bahwa Anjas atau mantan suaminya itu adalah pribadi yang setia dan tidak mungkin menghianati Nasya. jadi Nasya masih memilih untuk tidak mempercayai apa yang Jaka katakan. "Aku hanya ingin sekali saja bertemu dengan Anjas dan mendengar apa yang dia katakan, jika kau mengurungku seperti ini bagaimana aku bisa percaya kepadamu, aku sama sekali tidak ...." dia menundukkan kepala dan merasa bimbang dengan apa yang harus dia katakan. Sesekali dia menelan saliva dan mencoba berpikir kata apa yang harus dia keluarkan dari mulutnya. "tentu saja ... astaga apa yang harus aku katakan lagi agar bisa membuat kau percaya. sepertinya tidak
"Aku sudah katakan semuanya, berkali-kali, Nasya, tapi kenapa kau sama sekali tidak percaya?" Jaka mencondongkan tubuhnya ke arah Nasya yang menghindar dan mengernyitkan kening. "Tolong jangan terlalu dekat dengan ku," ucap Nasya, dia memalingkan pandangan dan Jaka merasa bahwa ya sebaiknya Nasya diberikan sedikit ruang. Lalu tidak lama setelah itu, Boca berusia tiga tahun yang sudah bisa dikatakan aktif dalam berbicara dan memahami pembicaraan ringan seseorang itu berjalan ke arah Jaka. "Aysan." Jaka berdiri dari duduknya dan menghampiri Aysan, "Apa kau butuh sesuatu?" "Apa Mama masih marah sama Aysan?" dia menundukkan kepala cara dia bicara masih sangat sulit untuk dipahami tapi Jaka bisa cukup memahami ucapan Aysan, Nasya juga bisa memahami ucapan itu tapi dia memalingkan pandangannya sekarang, dia tidak ingin memikirkan banyak hal selain pikirannya sendiri yang lupa semuanya. Sementara Jaka dia berlutut setengah di hadapan Aysan dan berusaha meyakinkan bocah itu. "Aysan, Nak.
"Aku tidak bisa terus seperti ini," ucap Nasya yang sekarang berada dalam kondisi yang berantakan, wajahnya dan rambut gelombang yang bahkan belum disisir, matanya menandakan bahwa dia lelah dan tidak bisa berpikir jernih. Semua seolah menghilang dari memorinya. Dan hidup seolah tetap sama, dia merasa bahwa hidupnya sama seperti sebelumnya, tidak seperti apa yang dilihatnya sekarang, yaitu Jaka yang berada di hadapannya mungkin hanyalah omong kosong yang dibuat-buat oleh Jaka untuk mendekati Nasya, itulah Jaka di pikiran Nasya. "Seperti apa?" Jaka yang menyuguhkan makanan di atas meja, sekarang mereka berada di taman halaman depan rumah, Nasya tidak mau makan jika masih berada di dalam rumah karena dia menganggap bahwa jika dia terus berada di dalam rumah maka dia seolah dikurung di dalam sana. Dan dia tidak ingin seperti itu, Jaka pun tidak mau Nasya berpikir demikian. Sehingga yang dia lakukan adalah menuruti saja apa yang diinginkan oleh Nasya untuk saat ini. "Kau seperti menguru
Tok ... tok ... tok .... Suara ketukan yang datang dari luar kamar Nasya, saatnya adalah sarapan pagi, Nasya tidak membuka pintu semalam sehingga tidak ada makan malam yang membuat Jaka merasa cemas. Bagaimana tidak, Nasya menolak bertemu sementara Jaka terus membujuk dan menjelaskan apa yang terjadi. Walau berusaha, Jaka masih belum bisa membujuk. Pagi harinya, Jaka masih berusaha keras, tapi sepertinya Nasya masih menolak, karena itulah Jaka pun mencoba untuk membujuk satu kali, berharap kali ini Nasya mengurungkan niat untuk bersifat keras. Ketukan demi ketukan, bujukan demi bujukan, tak ada satu pun yang berhasil. Aysan juga sudah sangat ingin bertemu dengan ibunya, yang semakin membuat Jaka merasa tidak nyaman. Makan malam gagal, sarapan pagi pun tidak digubris, hingga akhirnya makan siang tiba, Jaka bahkan tidak masuk kerja, dan dia pun bersama dengan Aysan mencoba membujuk Nasya. "Mama tidak mau makan." Aysan dengan ucapan yang masih belum fasih, "Aku tidak mau kalau Mama
Untuk saat ini, Anara terlupakan dan dia hidup dengan dirinya sendiri, tidak ada siapa pun yang dia temani bahkan Jaka tak lagi menghubunginya, sementara dia sendiri berusaha untuk hidup tenang walau masih ada rasa benci terhadap kakaknya sendiri. Dia tidak ingin kakaknya bahagia dan dia berusaha agar bisa kembali mendapatkan kedamaian dan kebahagian dari kakaknya. Dengan kata lain dia berusaha agar bisa menghancurkan hidup kakaknya sendiri. Tetapi bukan momennya menceritakan mengenai Anara yang dab masalahnya yang terus menerus merugikan tubuhnya dan hidup dalam kebebasan malam, karena saat ini Nasya sedang bergelut dengan dirinya sendiri dan pikirannya, dia mondar-mandir dan bahkan lupa apa yang selama ini terjadi pada hidupnya. Foto dan rekaman terus dia lihat tapi sama sekali tidak ada yang membuat Nasya merasa percaya. Seolah semuanya begitu dibuat-buat. Jaka sementara mencoba menenangkan Aysan yang terus menangis memanggil ibunya yang terkunci di dalam kamar, walau berada di d
"Aku pikir Bu Nasya sudah sembuh, tapi ternyata itu hanya bersifat sementara saja," kata dokter Afia yang dipanggil kembali oleh Jaka, dokter Afia sangat baik dan merawat Nasya sebelumnya, dan Jaka berharap bahwa dokter Afia kembali bisa membantu Nasya. "Aku pikir begitu juga, dokter. Sayangnya aku salah dan ternyata alzheimer tidak semudah itu untuk hilang bagi pengidapnya." Dokter Afia diam sejenak dan berpikir lalu berkata, "Aku pikir itu bukan Alzheimer. Ini penyakit yang berbeda, aku tidak tahu apa. Alzheimer adalah penyakit yang tidak akan sembuh dan Bu Nasya sempat mengingat semuanya sementara penderita Alzheimer tidak bisa. Mungkin ini adalah penyakit yang disebabkan trauma berat, bukankah penyakit Bu Nasya pertama kali ada setelah dia mengalami trauma yang terjadi padanya di sekolah, Pak Jaka?" Jaka diam karena terlalu fokus dalam mendengarkan dan dia membayangkan apa yang akan terjadi jika penyakit Nasya betul-betul kembali dan Anjas datang kepadanya maka Nasya pasti akan
Mengetahui bahwa Nasya sekarang kembali mengalami penyakit Alzheimer yang akan melupakan apa pun yang terjadi membuat Anjas merasa semakin bersemangat untuk melakukan misi yang diberikan padanya, kini dia tahu apa yang harus dia lakukan, selain itu dia juga meminta agar Aina memberikan dia sebuah pekerjaan yang pada akhirnya Aina memberikan pekerjaan untuk menjadi seorang bodyguard pribadi dari Aina. Awalnya Anjas merasa enggan dan tak mau menjadi seorang bodyguard, tapi pada akhirnya dia menerima saja apa yang diinginkan oleh Aina. Lagi pula mereka memiliki misi yang sama dan berharap bahwa mereka bisa meraih misi mereka, memisahkan Jaka dan juga Nasya, yang di mana Anjas juga memiliki perasaan dendam pada Jaka, untuk pertama kali dalam hidupnya dia tidak akan membiarkan Jaka menang, dia sebenarnya jika bersaing dengan Jaka, maka Anjas akan keluar sebagai pemenang, tapi kali ini Jaka memenangkan Nasya bahkan Aysan yang membuat Anjas semakin membara karena selama ini dia belum pernah