"Jaka?" "Iya yang baru semua ini Mas Jaka, kostan aku, biaya hidup aku, semuanya dia biayain, maklum lah kan aku udah ngelakuin apa yang dis suruh." Anara saat ini masih dalam kondisi mabuk, dia tidak menyadari apa yang baru saja dia katakan. "Memangnya apa yang Jaka mau kamu lakukan?" Anjas memajukan sedikit wajahnya ke arah Anara, dan berharap bahwa anara akan menjawab semuanya dan pada saat itulah Anjas kemudian langsung menyalakan rekaman dari ponselnya dan ingin merekam semua yang akan dikatakan oleh Anara. "Ayo Katakan padaku apa yang diperintahkan oleh Jaka kepadamu, Anara, Apa kau juga melakukan hal yang sama dengannya seperti yang kamu lakukan padaku?" Lalu kemudian ada orang yang masih setengah mabuk itu tertawa terbahak-bahak, lalu nasi goreng yang berada di atas piring mereka masih terasa panas dan kemudian perlahan-perlahan berubah menjadi dingin. "Tidak mungkin, Mas Jaka bukan seperti itu. Lagi pula kalau dia mau, aku juga pasti menolak karena aku tidak suka dengan w
"Mas Anjas!" Anara yang tiba-tiba terbangun dari tidurnya dan mengingat bahwa orang terakhir yang dia temui adalah Anjas. "Aduh kenapa ini kepalaku tiba-tiba saja pusing. Apa aku terlalu banyak minum ya semalam. Aduh sakit banget." Sambil memijat-mijat kepalanya dan berusaha mengingat apa yang terjadi semalam. Dia langsung membulatkan mata setelah mengingat bahwa Anjas berada di dalam kosannya dan kemudian mengingat bahwa dia telah menceritakan semuanya kepada Anjas. "Mampus aku, mampus bangat ini! Astaga! Aduh! GIMANA INI KALAU MAS JAKA TAHU!" Tentu saja saat itu anara semakin pusing dan tidak bisa berpikir secara jernih maka Karena itulah dia langsung berdiri dan turun dari ranjang masuk ke dalam dapur dan menunggu air gelas. Dia lalu membuat jus lemon dan meminumnya agar bisa menghilangkan rasa sakit kepalanya tetapi bukannya menghilangkan rasa sakit kepala, anara semakin pusing karena dia tidak tahu bagaimana dia harus mengatakan semua ini kepada Jaka. "Apa aku harus kasih tahu
"Aku ingin bertemu dengan tahanan yang bernama Roy seorang guru dengan kasus pelecehan terhadap sesama guru." Penjas yang sekarang memberitahu kepada seorang penjaga lapas dan akhirnya dia disuruh menunggu di ruang jenguk. "Baiklah Pak silakan menunggu saja di tempat yang diarahkan." "Terima kasih." Anjas duduk di tempat yang sudah diarahkan kepadanya dan menunggu kedatangan si tahanan, yang tidak lama kemudian tahanan yang sekarang berkepala pelontos itu dikeluarkan dari jeruji menuju tempat penjenguk kan, Anjas duduk di depan meja dan begitu terkejutnya dia melihat wajah Roy yang sudah babak belur saat itu, dia menganga tipis, dan memang benar bahwa para tahanannya sangat berbahaya jika mengetahui bahwa tahanan lain adalah seorang pemerkosa. "Waktu anda berbicara hanya lima belas menit." Penjaga sipir itu pun berdiri cukup jauh di belakang Anjas dan ada yang di belakang Roy. Terlihat keterkejutan di mata Roy dan dia berpikir bahwa Anjas mungkin ingin melakukan sesuatu kepada diri
Setelah melakukan pertemuan dengan Anara, Jaka pun meninggalkan rumah makan itu dan melakukan tugas lain yaitu mencari di mana Anjas berada tetapi pada saat Jaka mendatangi rumah Anjas di sana sama sekali tidak ada orang dan rumah itu kosong. Jaka berpikir di mana mungkin keberadaan dari Anjas, lalu dia tetap memantau rumah itu tetapi mobil Anjas tidak datang dan dia mencari kemana-mana tapi tidak menemukan Anjas sampai rekan dari Jaka yang bekerja di kantor polisi menghubunginya. Saat itulah dia akan mengetahui bahwa Anjas berada di kantor polisi yang sedang ditahan di sana karena memukul seseorang. Sebenarnya rekan dari Jaka ini tidak tahu tentang anda tetapi dia terus memantau Roy, sehingga ketika dia mendapatkan kabar bahwa Roy kritis dan dipukul oleh seseorang maka ia mencari tahu siapa orang itu. Dalam menemukan fakta bahwa orang yang memukul adalah Anjas, suami dari Nasya. Apakah pada saat itulah dengan cepat dia menghubungi Jaka. "Baiklah katakan kepadaku jika dia sudah kel
Terlihat ruangan persidangan hanya dihadiri oleh beberapa orang penting termasuk Anara, karena beberapa hari sebelumnya Anjas mendatangi rumah Anara dan meminta Anara untuk mengatakan semuanya, tetapi nyatanya antara menolak saat itu. Dia tidak ingin menjadi saksi jika berada di pihak Anjas karena dia mau Anjas dan juga Nasya bercerai, sehingga dia menolak tawaran dari Anjas. Tetapi tentu saja Anjas tidak akan tinggal diam dan menerima penolakan dari Anara. Dia mengancam Anara bahwa Anara akan dituntut akan persekongkolan yang dilakukan dia dengan Jaka, dan itu melanggar hukum karena mencoba menghancurkan pernikahan orang lain dengan bekerja sama. Saat itu ketika Anjas baru saja mendapatkan balasan dari Jaka dan dipukuli hingga babak belur, Anjas langsung mendatangi kostan Anara, dan berharap bahwa Anara akan memberikan dia respon positif. Apalagi ketika dia berdiri di ambang pintu kostan Anara dia mendengar suara pria berada di dalam sana, berbicara dan tertawa dengan Anara, apa or
"Nasya sudah saatnya. Oh iya aku membawa salah satu pembantu ku untuk merawat Aysan hari ini, dia akan aman di sini," kata Jaka dengan senyum sementara Nasya dia juga sudah siap dan tersenyum pada Jaka lalu menyambut pembantu yang akan dia percayakan merawat Aysan dalam waktu satu hari ini. Entahlah perasaan Nasya tentu campur aduk tapi bukan saatnya untuk berpikir lebih dalam sekarang. "Baiklah kalau begitu, ayo." Mereka keluar dari apartemen menuju pengadilan berharap bahwa semuanya akan berjalan lancar, "Aku gugup sekali Mas." Nasya yang berusaha untuk menyelaraskan nafasnya karena terlalu grogi. "Semuanya akan berakhir di sini, kamu tenang saja. Anjas pasti akan bercerai dengan mu, aku yakinkan itu. Kita akan bertemu dengan Pak Anton di pengadilan." Mendengarnya Nasya tersenyum mengangguk, dia sedikit lega dengan bagaimana Jaka mencoba untuk menenangkannya. Dan hati ini adalah pertama kali dari sekian lama dia keluar dari apartemen, dia menghirup udara luar yang mungkin sudah be
"Maaf ya Mas, aku nggak bisa berbuat lebih, Mas Jaka dia sudah membayar aku dan aku tidak bisa melakukan banyak hal untuk Mas," ucap anara yang berdiri di samping Anjas, mereka sekarang bersandar di mobil. "Lagi pula kalaupun aku dibayar oleh Mas Jaka untuk melakukan seperti yang sudah kulakukan kepada Mas Anjas, jujur saja itu sama sekali bukan paksaan, dan aku senang karena mas Jaka memberi uang yang banyak untuk itu." Mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh Anara, membuat Anjas langsung tertawa kecil dan meremehkan apa yang Anara katakan. Dia bahkan tidak mau menatap ke arah gadis itu dan hanya menatap ke atas ke arah langit yang cerah. Sesekali menggeleng-gelengkan kepala. "Memang itulah tugasmu, kamu tahu kenapa tidak ada yang serius dengan, itu karena kamu terlalu murah, dan akan melakukan apa pun demi uang, tidak ada yang bisa mengelak bahwa kamu itu cantik, tetapi cantik belum tentu pantas untuk dijadikan istri." Anjas yang sekarang memalingkan pandangannya kepada Anara,
"Beri aku waktu Mas." Tatapan yang mengarah keluar ke arah pemandangan kota metropolitan yang terlihat begitu jelas. "Sepertinya aku harus kembali ke desa dan mengatakan semua yang terjadi kepada orang tuaku, mereka pasti sudah tahu semuanya dan terkejut. Aku bahkan belum memberitahu mereka mengenai perceraian yang aku lakukan dengan Anjas, karena mereka pasti akan bertanya kenapa." Jaka yang berdiri di belakangnya menatap Nasya dan tersenyum lalu mendekat ke arahnya, dia berdiri di samping aja tetapi dalam hatinya dia tidak bisa terus menunggu tetapi jika memang harus menunggu apakah itu tidak masalah baginya asalkan Nasya bisa memberikan apa yang diharapkan oleh Jaka. Dia masih menatap wajah Nasya yang terus menetap keluar, lalu jemarinya mengantuk wajahnya Nasya dan mengelus lembut rambut Nasya. "Aku akan memberikan waktu, seberapa banyak waktu pohon akan aku berikan kepada mu Nasya, tetapi tolong jangan terlalu lama, karena aku takut sesuatu mungkin akan terjadi, entahlah aku t