"Kenapa kamu tiba-tiba tutup pintunya, kenapa harus dikunci?" kata Anjas yang sekarang masuk ke dalam rumah bersama sang ayah mertua. "Aku juga nggak ingat kenapa aku kunci rumahnya, kok Mas bareng bapak, sih. Pak bapak nggak sama ibu?" Sang ayah menggelengkan kepala dan berbicara dengan bahasa isyarat yang berkata, 'Adik kamu di rumah sakit, ibu mu harus jagain dia.'Setelah mengetahui hal itu, Nasya langsung cemas tapi Anjas tidak menggubris dan hanya mengambil tas lalu pergi dari sana menuju kantor. Dia pasti akan kena marah lagi, dia sudah berkali-kali terlambat. Sebenarnya sebelum ini dia jarang kena marah oleh Jaka, dan lebih sering ditegur oleh kepala divisi, tapi entah mengapa akhir-akhir ini Jaka sering kali memarahinya. Anjas berusaha untuk tidak berpikir sesuatu yang aneh, dia hanya ingin bekerja dengan tenang dan hidup dengan tenang pula. Tapi keputusannya untuk berselingkuh dari Nasya ditambah dengan penyakit Nasya yang tiba-tiba diderita olehnya tentu cukup merepotk
"Memangnya ada apa sih Nak, sampai kamu harus mencoba untuk bunuh diri?" Saat ini sang ibu sudah berada di dalam kamar rawat Anara. Gadis dengan wajah imut yang menggemaskan ini hanya tampak cemberut, dia sudah bangun beberapa saat lalu. "Aku stres Bu, aku nggak mau balik ke desa, aku benci di sana." Nada suara Anara ketus dan membuat sang ibu seoalah merasa bersalah. "Aduh apa cuman gara-gara itu ya?" Sang ibu duduk dan merenung dengan wajah yang lemah, tentu dia merasa heran kenapa putrinya sampai benci untuk kembali ke desa. "Cuman? Bu, orang-orang yang ada di desa itu jahat-jahat, omongan mereka nggak bisa aku toleransi, apalagi kalau tahu aku nggak masuk kuliah, pasti mereka bakal terus bergunjing!" Suara Anara mulai membesar. "Tetapi bagaimana dengan Bapakmu, Nak, kalau kamu nggak balik siapa yang akan jagain bapakmu." "Ya Ibu lah!" Suara itu semakin membesar, "Mana mungkin aku mau jagain bapak, toh dia udah dewasa, usah mau kakek-kakek juga, kenapa harus dijagain! Lagian
"Aku ... Merasa bahwa aku ingat semuanya Mas," ucap Nasya dan menatap ke arah Anjas, "Aku bisa mengingat sesuatu yang terus-menerus terjadi, ibu dan bapak ada di sini, tapi untuk kejadian-kejadian lain, aku ... Aku masih sulit mengingat semuanya." Anjas yang masih mengunyah makanan memutar bola matanya mengarah pada Anara yang terlihat pucat dan kemudian mengarah ke ayah mertuanya. "Wah bagus lah kalau begitu, ada perkembangan, Nasya." Sang ibu tersenyum dan Nasya ikut tersenyum ke arahnya. "Hmm, aku juga senang, Nasya. Aku senang kamu bisa memperlihatkan perkembangan sekarang sayang." Anjas mengelus punggung tangan istrinya dan tersenyum kepadanya. Tapi Pak Arif yang telah melihat semuanya, menyaksikan kejahatan Anjas terlihat sama sekali tidak tersenyum. Mata Pak Arif memandang ke arah Anara yang juga membalas tatapan ayahnya dengan tatapan yang tajam seolah dia memberikan ancaman pada ayahnya sendiri. "Tapi aku tidak senang, karena ibu dan bapak akan segera pergi dari sini." N
"Puzzle?" gumam Anjas setelah melihat sebuah puzzle di atas meja. "Punya siapa ini?" "Punyaku, Mas." Nasya tiba-tiba muncul dengan snack dan beberapa makanan yang lainnya berada di tangan miliknya. "Aku mencoba mempertahankan ingatanku," ucap Nasya yang semakin membuat Anjas tidak senang. "Apa maksud kamu, Nasya? Kenapa kamu tiba-tiba seperti ini? Memangnya siapa yang ngasih tahu kamu soal ini, ha?" Nasya lalu mengangkat pandangannya ketika dia sudah duduk di atas sofa, menatap sang suami dan berkata, "Ini terapi Mas, aku lihat catatan aku di lemari kalau puzzle bisa membantu mempertahankan daya ingat. Aku tidak tahu kapan aku tulis catatan itu. Jadi setelah aku baca mungkin saja aku langsung pesan di olshop. Kurirnya udah datang tadi, tapi aku bahkan tidak ingat kapan aku pesan puzzle ini seandainya nggak ada catatan di lemari." Nasya siap-siap membuka puzzle yang baru didapatkannya itu, kurir juga baru saja datang ke rumah dan saat itu Nasya bahkan tidak ingat bahwa memesan puz
Ruangan sejuk nan rapi, dengan dinding cream yang terang dan pria berjas hitam duduk di belakang meja. Matanya fokus ke depan ke arah layar komputernya, dia di sini memandangi semuanya.Ya dia sudah bekerja sama dengan ayah Nasya untuk memasang kamera tersembunyi di rumah itu sehingga Jaka bisa memantau apa yang sebenarnya terjadi dan apa yang dilakukan oleh Nasya di dalam rumah itu. Serta akan banyak bukti untuk melawan Anjas nanti, satu-satunya hal yang diinginkan Jala saat ini adalah mendapatkan Nasya dan bagaimana Nasya bisa berpisah dengan Anjas. Dia juga melakukan apa pun agar dia tahu jadwal Anjas, kapan dia keluar dan kapan Anara tidak berada di rumah sehingga Nasya hanya sendirian di rumah itu. Hal itu tentu diharapkan oleh Jaka dan semua aktivitas sudah tertulis di kertas-kertas yang terlihat rapi di atas meja Jaka si pengusaha sukses. "Jadi ini yang kamu lakukan Anjas, ini yang kamu lakukan kepada Nasya?" Jaka sambil menggeleng-gelengkan kepala. Dan pada akhirnya dia be
Lihat mereka berdua, berada di pantai dan jujur saja Nasya tampak jauh lebih segar, dia keluar rumah dengan kepala yang kosong dan sekarang kebebasan terasa sangat jelas baginya. Kedua kelopak mata itu menatap ke arah barat di mana matahari akan segera terbenam, dan tatapan itu merasakan kelegaan yang sempurna ini adalah terapi yang diberikan oleh Jaka. Banyak sekali kenangan Jaka dan Nasya di pantai yang mereka saat ini kunjungan, kenangan yang tidak bisa dilupakan oleh Jaka, dan Nasya mungkin sudah melupakan momen itu. Tatapan Nasya mengarah ke barat sementara Jaka mengarah kepada Nasya. Dia menatapnya dengan ketulusan sempurna dan hanya ingin menatap wajah itu untuk sisa hidup Jaka. "Aku ... Berharap kamu masih ingat semua ini, pantai, angin, hari, dan bagaimana aku menatap mu, Nasya." Lalu Nasya yang masih merasakan angin laut itu memalingkan pandangan kepada Jaka, dia menatap Jaka dengan tatapan yang tulus pula. "Aku tidak apa yang Anjas lakukan padaku, sehingga aku mau iku
"Mas Jaka ...." Nasya menyandarkan diri di sandaran pintu mobil, saat ini mesin mobil sudah dinyalakan dan mereka akan segera melakukan perjalanan pulang. "Iya?" "Aku sepertinya sudah lupa bagaimana aku bertemu kamu, mas. Bagaimana semua ini terjadi, bagaimana aku berkahir seperti ini."Suara itu melemah dan Jaka tentu ingin menceritakan semuanya, dan bagaimana semua itu dimulai. "Sangat panjang dan singkat, panjang jika dijelaskan tetapi terlalu singkat untuk aku rasakan, aku dengan kamu, Nasya. Hubungan kita terlalu singkat." Nasya yang merasa sangat penat, dan juga berpikir bahwa perjalanan mereka masih jauh dari pantai ke rumah. "Aku punya beberapa menit, untuk Mas Jaka menceritakan semuanya. Mungkin dengan cerita itu, aku bisa mempertahankan ingatanku lebih lama." Mendengarkan cerita memang cukup ampuh dalam mempertahankan ingatan, karena dengan terus mengikuti alur ceritanya maka Nasya bisa terus mengingat apa yang terjadi. "Baiklah akan aku ceritakan semuanya, saat perta
Semuanya terus terjadi, Nasya berusaha untuk terus menerus mengingat dan melatih ingatannya, Anjas yang tidak lagi sering berada di rumah dan hanya berada ketika malam dan pagi saja, membuat Nasya lebih leluasa untuk memulihkan ingatannya, walaupun memang sangat sulit untuk menyembuhkan penyakit yang dideritanya, atau bahkan saat ini memang belum ditemukan obat untuk penyakitnya. Bagaimana dengan Anara, apa dia berada di rumah, Anara hanya ada di rumah pada pagi dan siang, ketika sore, Anara menghilang dan Nasya ditinggalkan sendirian di rumah itu, hanya dia dan ingatan yang terus menghilang, atau ingatan yang perlahan kini kembali, satu persatu. Lalu bagaimana cara Nasya melakukan terapi? Dokter Afia menyarangkan untuknya membaca buku atau menonton film misteri, yang membutuhkan sebuah ingatan yang lebih kuat. Dan juga bermain teka-teki, walaupun kadang itu sangat menyiksanya, bagaimana tidak, jika dia berusaha untuk terus mengingat maka dia akan pusing dan jika memaksakan pikirann