Nic merasa hidupnya baik-baik saja meski sudah beberapa hari tak melihat Cloud. Ini karena dia disibukkan dengan pekerjaannya di perusahaan. Setiap pulang dia sudah lelah dan memilih tidur. Paginya dia sudah harus bekerja lagi, dan rutinitas ini berulang sampai lebih dari satu minggu. “Terima kasih Pak Nic, saya harap sepuluh tahun ke depan kita bisa menjalin kerjasama dengan baik.” Nic menerima uluran tangan pria paruh baya yang memiliki jabatan yang sama dengannya. Ia memulas senyum, karena kesepakatan bernilai puluhan miliar berhasil dia dapatkan lagi. Namun, tercapainya kesepakatan ini membuatnya kembali memikirkan tentang Cloud dan Kala. Nic yang baru saja meninggalkan sebuah hotel bintang lima, tampak berjalan diikuti Rio di belakang. “Aku sudah tidak ada pertemuan lagi ‘kan?” Tanya Nic tanpa memalingkan badan. “Tidak Pak, satu minggu ini Anda sudah sangat bekerja keras,” jawab Rio. “Kamu juga.” Nic menatap ke depan dan merasa sudah saatnya mengabari Skala, bahwa dirinya su
“Cloud, sadar! Kamu itu mencintai pria yang salah.” Bianca yang biasanya meledak-ledak seketika sangat sabar menghadapi putrinya yang masih saja melindungi Nic. “Cloud, seorang anak akan bahagia jika ibunya juga bahagia. Jika kamu memang mencemaskan Kala, berhenti memikirkan Nic.” Cloud diam tak menjawab. Ia membuang napas kasar merasa memang tidak perlu lagi memikirkan Nic. Lagipula pria itu masih memiliki Amara. Meskipun, pada kenyataannya Nic tak sudi lagi bertemu dengan wanita itu, setelah membantu menghilangkan barang bukti yang membuat Cloud terluka. Rain dan Skala pun pergi ke firma hukum Hita untuk bertemu dengan Nic. Mereka langsung meminta Hita membacakan tuntutan atas hak asuh Kala, juga surat pernyataan yang sudah Nic tandatangani saat pria itu baru saja mendaratkan pantat ke kursi. Nic mendengarkan apa yang Hita bacakan, sampai dua menit kemudian dia menyela. “Sebelum lebih jauh membaca dan hanya membuat Anda lelah, saya punya sesuatu untuk Anda lihat,”ucap Nic ke Hi
“Mama, apa papa masih sibuk sampai tidak pernah datang menjemputku?” Kala yang sore itu pulang bersama Cloud mengungkapkan apa yang dirasakannya seminggu ini. Anak itu menunggu jawaban sang mama dengan wajah polos tanpa dosa, hingga Cloud tak kuasa dan mencubit kecil pipi Kala. Cloud sebenarnya sudah membaca pesan yang dikirimkan Nic kepadanya, tapi dia sengaja mengabaikan karena rasa kesal yang bersarang di hati. “Sepertinya masih, coba nanti Mama tanya ya.” Cloud memulas senyum seolah tak terjadi apa-apa. Ia pun mengajak Kala masuk ke mobil. Mereka duduk di kursi penumpang, sedangkan Pak Hayu —sopir pribadi Bianca, kini menjadi sopirnya karena Skala belum menemukan sopir yang cocok. Pria paruh baya itu dipercaya, karena sudah lebih dari lima belas tahun bekerja untuknya. “Mama, itu mobil Om Arkan.” Belum juga pagar rumah dibuka lebar oleh satpam saat pak Hayu sampai, tapi Kala sudah menunjuk ke halaman tepat di depan teras. Cloud pun melihat ke arah yang putranya maksud, lalu me
"Ibu Cloudia bilang meski tidak pernah bertemu, tapi dia sangat menyayangi mertuanya."Nic tertegun mengingat jawaban dari pengurus panti yang baru saja dia temui. Nic merasa segala hal tentang Cloud selalu saja positif dan penuh kebaikan. Berbeda dengannya yang dipenuhi nafsu balas dendam dan kebencian."Benarkah dia melakukan itu karena rasa sayang ke mama?" Nic menarik sudut bibir. "Dia bahkan belum pernah bertemu dengan mama, tapi bisa berkata sayang, Pembohong sekali," imbuhnya.Namun, lain di mulut lain di hati. Ada rasa bersalah yang Nic rasakan saat memikirkan kebaikan hati Cloud. Ia merasa selama ini telah keliru, karena malah mabuk-mabukan di hari ulangtahun sang mama.Nic memutuskan kembali ke kantor. Ia lebih memilih menghabiskan waktu duduk di kursi empuknya dari pada harus pulang ke rumah — yang hanya membuatnya memikirkan Cloud dan Kala. Nic sebenarnya juga sedang menunggu keputusan dari Cloud, di curiga apa mungkin Skala dan Rain belum mengatakan hasil pertemuan mereka
“Kala, Kala sedang apa?” Cloud membuka pintu kamar sang putra yang ada di rumah orangtuanya. Anak itu tampak sedang tengkurap di atas ranjang dengan sebuah kertas gambar dan pensil warna di tangan. “Aku sedang menggambar,” jawab Kala. Ia tak menoleh karena terlalu asyik menggoreskan pensil berwarna-warni itu ke kertas. Cloud pun masuk dan duduk di samping putranya. Setelah melalui satu sesi konsultasi dengan psikolog dua hari yang lalu, sekarang Cloud tahu apa yang harus dilakukan untuk menjaga kesehatan mental Kala. Ia diminta fokus untuk menjauhkan Kala dari hal-hal yang membuat anak itu merasa sedih. Selama ini Cloud salah, dia pikir dengan terus bersama Nic akan membuat Kala bahagia. Nyatanya, anak itu tahu apa yang sebenarnya terjadi diantara mereka, lalu memendamnya di dalam hati dan membuat trauma. “Kala, boleh tidak Mama bicara?” Cloud mengusap rambut Kala penuh kasih sayang. Sesuai dengan saran psikolog yang dia temui, dia ingin memberitahu kebenaran tentang apa yang terj
Hati Cloud rasanya sudah mati untuk seorang pria bernama Niklas Danuarta. Cinta yang bertepuk sebelah tangan, perselingkuhan yang menyebabkan wanitanya hamil meski itu hanya sebuah kebohongan, membuatnya memutuskan untuk menghindar dari Nic, meskipun mereka masih berstatus suami istri. Cloud memilih untuk menyelesaikan kontrak pernikahan yang dia buat bersama Nic dari pada mengacaukan perusahaan yang dibangun dan dipertahankan dengan keringat dan darah papa juga kakaknya. Lagi pula dia tak bisa berkutik saat Skala menyodorkan copy-an surat perjanjian yang dibuatnya dengan sadar. Cloud hanya bisa meminta maaf ke papanya dan berjanji tidak akan mengulangi kebodohan seperti itu di masa depan. "Mengulangi kebodohan? Papa juga tidak akan tinggal diam saat kamu mencari suami lagi nanti, Papa tidak mau kecolongan mendapat mantu. Pria yang ingin mendekatimu harus lolos dari ujian yang Papa berikan!”Ucapan tegas Skala itu cukup membuat Cloud takut, meski begitu sepertinya dia juga akan be
“Nina, apa kamu sudah di sana?” Tanya Cloud ke manager putranya. Ia memilih pergi ke sebuah kafe. Cloud bingung karena tidak ingin lagi menunggu dengan menginjakkan kaki di rumah Nic. “Sudah, Kak. Kakak tenang saja! Apa kakak ingin aku mengirim foto Kala, dia sedang syuting dan terlihat ceria.” Cloud menelan ludah, dia tatap ice latte miliknya yang tinggal setengah. “Tidak perlu, aku percaya padamu, tapi apa wanita itu terlihat di studio?” Nina memandang ke sekitar lalu sedikit menjauh. Ia tahu wanita yang dimaksud Cloud pasti Amara. Gadis itu mencari-cari sampai tak sadar Nic sedang melirik ke arahnya. “Tidak, Kak. Tenang saja aku akan terus memantau, aku akan mengabari kakak kalau papanya Kala bertemu dengan wanita ular itu,”ucap Nina. Cloud tersentak kaget, padahal bukan itu maksud dari pertanyaannya. Ia hanya takut jika sampai Kala bertemu dengan Amara yang malah akan membuat anak itu trauma. “Tidak perlu, itu sudah tidak penting lagi buatku, tolong tetap pastikan bagaimana K
Nic menatap foto USG milik Cloud— yang entah bagaimana bisa berada di tangan Kala. Ia meraihnya lalu memandang lekat seolah baru tersadar bahwa keguguran yang dialami Cloud adalah sebuah hal yang nyata. Nic terlarut dalam pikirannya hingga tak sadar banyak pengguna jalan yang terganggu karena laju kendaraannya terhalang mobil milik pria itu. Bunyi klakson bersahutan, membuat Nic buru-buru menyimpan foto itu di dashboard untuk melanjutkan perjalanan. Ia tetap memutuskan pulang ke rumah dan tak menuruti permintaan Kala. “Papa tidak mau ke rumah Mabibi?” “Besok saja, hari ini Papa ingin menghabiskan waktu bersama Kala,”ucap Nic. “Memang kalau di rumah Mabibi tidak bisa menghabiskan waktu bersama?” Pertanyaan kritis Kala membuat Nic susah untuk menjawab. Ia berjongkok di depan putranya lalu mengusap pipi. “Bukan begitu, Papa rindu sekali ke Kala, jadi Papa ingin berduaan saja bersama Kala.” “Lalu apa setelah ini Papa akan berduaan dengan Mama? Papa pasti juga rindu Mama ‘kan?” Nic
Satu bulan kemudian Hari itu awan mendung menyelimuti hati Cloud. Sejak Nic berangkat kerja dan Kala sekolah, Cloud terus menangis karena merasa sangat bersalah ke baby Gaza juga Kala. Bukan tanpa alasan Cloud bersikap seperti ini. Beberapa hari ini dia sering merasa mual dan lemas. Bahkan setelah makan banyak dan mengonsumsi vitamin kondisinya juga masih sama. Hingga, Cloud yang memang sejak melahirkan baby Gaza belum mendapat tamu bulanan memilih untuk mencoba melakukan uji kehamilan. Cloud awalnya hanya iseng dan berpikir untuk tidak berpikir yang macam-macam, tapi dia berakhir lemas saat melihat dua garis merah tertera jelas pada alat uji kehamilan yang dia gunakan. Hati Cloud sedih, merasa sangat bersalah pada dua anaknya terutama ke baby Gaza yang baru saja berumur empat bulan. Karena hal itu, Cloud tidak bisa fokus bekerja dengan tenang meskipun masih bekerja dari rumah. Dia juga takut memberitahu Nic dan sekarang hanya Bianca yang menjadi tumpuannya. Setelah mengetahui diri
Cloud meraba dada Nic, mengusap lembut sambil merapatkan tubuhnya dan menciumi punggung pria itu. Cloud tahu Nic mengizinkannya melakukan itu saat tak mendapatkan penolakan sama sekali, bahkan saat dia mulai menempelkan lalu menggesekkan dadanya yang memang lebih padat karena berisi ASI putra kedua mereka. Nic diam-diam tersenyum, menikmati sentuhan Cloud. Tak lama tanpa ragu Nic akhirnya meraih tangan Cloud yang sejak tadi mengusap dada untuk mulai mengusap miliknya yang berada di antara paha.Cloud tersenyum penuh arti, dia mengangkat kepala untuk menjangkau tengkuk Nic dan memberi kecupan di sana, tak puas Cloud menggigit kecil cuping telinga suaminya bahkan menggelitik beberapa detik menggunakan ujung lidah.Nic pun tak sanggup lagi, dia bergerak dan Cloud pun bergeser, secepat kilat Nic mengurung tubuh Cloud, mencekal ke dua tangan istrinya di sisi kepala."Apa kamu tahu hukuman apa yang pantas diberikan ke wanita yang membuat prianya cemburu?" Tanya Nic."Aku tidak tahu, tapi k
Tidak terasa tiga bulan pun berlalu. Siang itu Cloud menitipkan Gaza ke Bianca karena harus menghadiri pesta pernikahan Thea dan Aditya.“Misal nanti Gaza rewel atau kenapa-napa, Mama langsung kabari aku saja,” ucap Cloud saat menitipkan putra ke duanya.“Kamu itu kayak baru kali ini nitipin anakmu ke Mama,” ucap Bianca. “Kayak masih setengah ga percaya.”Cloud pun tersenyum lebar mendengar protes Bianca kemudian membalas, “Bukan begitu, Ma. Siapa tahu Mama tidak bisa mengatasi kalau Gaza sedang rewel.”“Sudah kamu tenang saja. Nikmati pesta Thea dan jangan mikir yang aneh-aneh. Mama akan menjaga Gaza dengan baik,” ujar Bianca.Cloud pun melebarkan senyum mendengar ucapan Bianca. Dia lantas berpamitan dan pergi bersama Nic juga Kala. Dua orang yang sangat berarti dalam hidupnya itu terlihat mengenakan setelan jas yang sama, Kala bahkan memperlihatkan aura seperti anak bangsawan.“Ayo!” Nic mengulurkan tangan ke Cloud agar istrinya itu bisa menuruni anak tangga dengan nyaman. Mereka te
“Hai.”Arkan masuk menyapa Cloud dan Nic yang ada di kamar. Nic yang awalnya tegang seketika rileks saat menyadari sepupunya datang mengajak Shafira dan memperkenalkan gadis itu sebagai calon istrinya dengan bangga.Nic pun bisa menerima kehadiran Arkan, bahkan bersikap ramah saat menyadari tatapan mata pria itu sudah sangat berbeda ke Cloud.“Bagaimana kondisimu dan juga bayimu?” Tanya Arkan. Dia berdiri di dekat ranjang Cloud bersisian dengan sang kekasih.Cloud sendiri tampak begitu kagum melihat bagaimana anggunnya Shafira. Sebagai seorang pengusaha yang bergerak di bidang fashion, Cloud mendapat inspirasi bagaimana kalau perusahaannya mulai mencoba merambah dunia busana yang bisa dikenakan juga oleh para wanita yang mengenakan hijab.“Kami sehat, bahkan besok aku sudah diperbolehkan pulang,” jawab Cloud lantas menoleh ke baby box di mana bayinya sedang tidur.Shafira langsung mengalihkan tatapan ke sana, senyum gadis itu merekah bahkan diam-diam menarik bagian kemeja Arkan yang a
Kala masuk dan langsung menuju box bayi di mana sang adik tidur. Dia sangat bersemangat untuk melihat bagaimana wajah sang adik dari pada menyapa Cloud dan Nic lebih dulu. Berbeda dengan Bianca yang datang bersama rombongan putranya dan juga Skala. Wanita itu mendekati Cloud dan memeluk putrinya dengan tangis haru."Selamat ya! Kamu hebat, Cloud. Mama bangga," bisik Bianca. Perlahan dia mengurai pelukan sambil berkata membawakan makanan kesukaan Cloud. Bianca menjauh agar yang lainnya juga bisa mengucapkan selamat ke ibu dua anak itu.Seluruh anggota keluarga sudah melek akan informasi hingga berusaha agar Cloud tidak sampai mengalami Baby Blues Syndrome. Ya, terkadang seorang ibu yang baru saja melahirkan merasa tersisihkan, melihat bagaimana sikap orang sekitar yang lebih memperhatikan bayinya dari pada dia yang berjuang mempertaruhkan nyawa."Aku dan Embun sudah menyiapkan kado untukmu, coba lihat!" Pinta Rain sambil mengulurkan sebuah tas kertas kecil ke Cloud. Setelah sang adik
"Ners, tolong itu suami saya!"Cloud yang sudah ingin mengejan masih bisa memikirkan Nic yang baru saja terkena mental. Seorang perawat pun mencoba mendekat untuk memastikan keadaan Nic. Dia memegang lengan pria itu yang tatapannya terlihat kosong."Anda duduk saja di sini ya, Pak!" Ucap perawat itu sebelum kembali mendekat ke ranjang untuk mendengarkan keputusan dokter."Ibu tahan ya! Kita pindah ke ruang bersalin."Dokter pun memberi kode ke perawat yang berada di dekatnya dan Cloud pun segera dipindahkan. Nic sendiri seolah baru sadar saat ranjang sang istri dibawa keluar. Dia berdiri bergegas mengikuti ke mana Cloud pergi."Pak, Anda hanya boleh masuk kalau yakin kuat melihat apa yang terjadi di dalam, kalau tidak lebih baik Anda menunggu di luar." Dokter menahan Nic di depan pintu. Wajah pucat pria itu semakin membuat Dokter berpikir Nic sama sekali tidak siap menemani persalinan Cloud. Dokter pun hendak masuk tapi Nic menerobos sambil berkata dia kuat dan mampu.Meski wajahnya
Kelakuan Nic membuat Kala sampai terbangun, anak itu menggosok mata melihat Cloud berdiri menyanggah pinggang sedangkan Nic sibuk berganti baju. “Mama,” panggil Kala. Cloud yang mendengarnya menoleh, dia pun mendekat ke Nic dan memukul lengan sang suami karena membuat Kala terbangun.“Kala bangun gara-gara kamu,” ucap Cloud masih sambil menahan sakit di bagian perut bawah. Dia mengusap pipi agar Kala tak sampai melihatnya menangis. “Mama, apa Mama masih marah?” Cloud menoleh dan buru-buru menghampiri Kala. Dia membelai pipi anak itu dan mencium puncak kepalanya. Cloud menggeleng dan malah meminta maaf karena merasa keterlaluan memarahi Kala tadi. “Kenapa muka Mama begitu?” Kala menyadari ekspresi wajah Cloud yang berbeda.” Apa Mama sakit?” Tanyanya. “Hm… iya, adik sepertinya mau lahir,” jawab Cloud. Namun, bukannya merasa kasihan ke sang mama, Kala malah melompat-lompat kegirangan di atas kasur. Cloud sampai membeku dan saling pandang dengan Nic. Mata Kala yang mengantuk berub
Cloud ternyata hanya berpura-pura, setelah Kala dan dua keponakannya memasang muka bersalah dan ketakutan, Cloud pun berhenti mengaduh kesakitan. Masing-masing dari Cloud dan juga Embun tentu saja sangat ingin marah. Ini jelas bukan hanya sekadar masalah belanja atau uang puluhan juta, tapi seharusnya Olla dan Kala meminta izin lebih dulu kepada orangtua."Kalau izin namanya ga kejutan donk," ucap Olla. Meski awalnya takut, cucu pertama Skala itu akhirnya berani mengeluarkan pendapat karena mendapat pembelaan opanya."Sudahlah, tidak perlu ribut. Nanti papa yang ganti."Mendengar ucapan Skala baik Cloud dan Embun menoleh bersamaan. Skala sendiri tidak merasa takut diplototi anak dan menantunya, dia malah memanggil Olla, Kala juga Omi dan memeluk ke tiganya bergantian menunjukkan kasih sayang."Benar-benar," gerutu Embun sambil membuang muka.Nic sendiri dengan cara berbisik mengatakan pada Rain, kalau dia akan segera mengganti uang yang dipakai Kala berbelanja."Papa tidak bisa membel
Usia kandungan Cloud pun akhirnya sudah memasuki sembilan bulan. Seperti kesepakatan mereka saat kandungan Cloud masih berumur enam bulan, wanita itu bekerja di rumah karena Nic sudah tidak memperbolehkannya bolak-balik ke perusahaan, demi menjaga kondisi tubuh juga calon buah hati mereka. Bahkan mendekati hari perkiraan lahir, kini Nic dan Cloud tinggal di rumah Skala. Hal ini dilakukan semata-mata karena Nic takut Cloud mengalami kontraksi.Sore itu Rain datang ke rumah sang papa bersama Embun juga anak-anaknya untuk makan malam bersama dan menginap di sana. Saat masuk, Rain melihat sang adik yang duduk di sofa ruang keluarga sambil meluruskan kaki bersama Bianca dan Skala.“Bagaimana kabarmu?” tanya Rain yang langsung menghampiri Cloud.“Baik.” Cloud menjawab kemudian mengelus perutnya karena sang bayi baru saja menendang.Rain dan Embun pun ikut duduk, seperti biasa membiarkan Olla dan Omi bermain di belakang, apalagi Kala juga berada di sana. Awalnya Rain membahas tentang harga s