“Nina, apa kamu sudah di sana?” Tanya Cloud ke manager putranya. Ia memilih pergi ke sebuah kafe. Cloud bingung karena tidak ingin lagi menunggu dengan menginjakkan kaki di rumah Nic. “Sudah, Kak. Kakak tenang saja! Apa kakak ingin aku mengirim foto Kala, dia sedang syuting dan terlihat ceria.” Cloud menelan ludah, dia tatap ice latte miliknya yang tinggal setengah. “Tidak perlu, aku percaya padamu, tapi apa wanita itu terlihat di studio?” Nina memandang ke sekitar lalu sedikit menjauh. Ia tahu wanita yang dimaksud Cloud pasti Amara. Gadis itu mencari-cari sampai tak sadar Nic sedang melirik ke arahnya. “Tidak, Kak. Tenang saja aku akan terus memantau, aku akan mengabari kakak kalau papanya Kala bertemu dengan wanita ular itu,”ucap Nina. Cloud tersentak kaget, padahal bukan itu maksud dari pertanyaannya. Ia hanya takut jika sampai Kala bertemu dengan Amara yang malah akan membuat anak itu trauma. “Tidak perlu, itu sudah tidak penting lagi buatku, tolong tetap pastikan bagaimana K
Nic menatap foto USG milik Cloud— yang entah bagaimana bisa berada di tangan Kala. Ia meraihnya lalu memandang lekat seolah baru tersadar bahwa keguguran yang dialami Cloud adalah sebuah hal yang nyata. Nic terlarut dalam pikirannya hingga tak sadar banyak pengguna jalan yang terganggu karena laju kendaraannya terhalang mobil milik pria itu. Bunyi klakson bersahutan, membuat Nic buru-buru menyimpan foto itu di dashboard untuk melanjutkan perjalanan. Ia tetap memutuskan pulang ke rumah dan tak menuruti permintaan Kala. “Papa tidak mau ke rumah Mabibi?” “Besok saja, hari ini Papa ingin menghabiskan waktu bersama Kala,”ucap Nic. “Memang kalau di rumah Mabibi tidak bisa menghabiskan waktu bersama?” Pertanyaan kritis Kala membuat Nic susah untuk menjawab. Ia berjongkok di depan putranya lalu mengusap pipi. “Bukan begitu, Papa rindu sekali ke Kala, jadi Papa ingin berduaan saja bersama Kala.” “Lalu apa setelah ini Papa akan berduaan dengan Mama? Papa pasti juga rindu Mama ‘kan?” Nic
"Jangan berpura-pura tidak tahu! Di saat aku kehilangan calon bayiku kamu pasti sedang bahagia karena Amara mengandung anakmu."Meski tak paham dengan maksud ucapan Cloud, tapi Nic memilih diam. Ia tidak ingin menyangkal ataupun bertanya kenapa Cloud bisa berkata seperti ini.Mereka masih saling berhadapan. Rasanya Cloud ingin memaki dan memukuli Nic yang memang benar-benar brengsek. Namun, suara Kala yang beberapa saat lalu sudah masuk ke dalam rumah membuat Cloud lagi-lagi tersadar ada hati yang perlu dia jaga."Papa ayo masuk! Kita sarapan bersama."Kala bahkan menarik pergelangan tangan Nic untuk bergegas mengikutinya. Cloud tak bisa melakukan apa-apa. Mengusir Nic hanya akan membuat Kala bingung dan pasti sedih. Meski sudah tak lagi tinggal bersama, tapi Kala jelas tidak boleh melihat dia dan Nic berselisih. Sama halnya dengan Bianca dan Skala, mereka juga harus menahan rasa kesal di hati, dan membiarkan pria yang sudah menyakiti hati putrinya itu duduk di meja makan bersama mer
Kalimat Skala bagaikan tamparan tak kasat mata untuk Nic. Ia takut, irama jantungnya jauh lebih memburu dibanding tadi. Namun, Nic tak ingin menunjukkan kegelisahan yang menyeruak. Ia hanya menarik sudut bibir dan merespon ucapan Skala dengan senyum dingin."Papa! Ayo berangkat, mama sudah siap."Suara Kala membuat ketegangan yang tercipta di antara keduanya mencair. Nic menoleh Kala sambil memulas senyuman lebar. Di dekat anak itu Cloud tampak menatap dingin padanya. "Ayo, Pa!" Ajak Kala."Kala pamit dulu sama Opa," ucap Cloud. Meski ucapannya ditujukan untuk Kala, tapi tatapan wanita itu tertuju pada Nic.Skala pun mendekat, dia memandangi Cloud dan yakin jika putrinya itu tidak akan mungkin mau kembali ke pelukan Nic.Bahkan saat melihat tangan Cloud masih harus dibantu menggunakan arm sling, Nic sama sekali tidak berinisiatif membantu membawakan tas yang dipegang oleh istrinya itu."Opa aku berangkat dulu," ucap Kala. "Mabibi aku ke sekolah dulu ya," imbuhnya melihat Bianca turun
“Maaf sudah membuat Anda berdua menunggu.” Nic hendak bicara lagi, tapi guru Kala lebih dulu masuk dan menyapa. Wanita yang masih terlihat sangat muda itu meminta Kala masuk ke kelas lebih dulu, setelah itu duduk di depan Nic dan Cloud. Ia mulai menjelaskan masalah apa sampai mereka diminta datang ke sekolah. Ketiganya tak terlalu lama berdiskusi, karena guru Kala tahu kalau Nic dan Cloud pasti sangat sibuk. “Kamu harus berhenti membuat Kala bekerja, aku akan membayar semua kompensasi dari kontrak yang sudah ditandatangani,” ucap Nic yang berjalan di belakang Cloud. Mendengar itu Cloud pun menoleh, tatapannya dingin dan untuk sesaat berhasil membuat Nic kaget. “Bicara sendiri ke Kala! Dia sudah cukup pandai mengambil keputusan. Jika hanya untuk kompensasi kontrak, aku juga bisa membayarnya. Kamu pikir aku miskin?” Cloud berpaling setelah mengucapkan kalimat itu. Inilah sosok dirinya yang hilang lima tahun lalu. Nic tersenyum getir merasa seperti de javu. Melihat Cloud saat ini sep
Amara menangis dan memeluk pinggang Nic, tapi pria itu bergeming bahkan tak balas memeluk atau sekadar menenangkan.“Papaku ingin menjodohkanku, bagaimana ini? Jika dia tahu aku sudah tidak perawan, maka pasti aku akan dikuliti hidup-hidup,” ucap Amara sambil mencoba menghentikan tangisannya.Bukannya bersimpati, Nic malah menjawab tanpa perasaan. “Bukan aku yang merenggut keperawananmu.”Amara tersentak, dia menjauhkan badan dan melepaskan pelukannya ke Nic dengan kasar. Matanya menatap nyalang Nic dengan dada naik turun menahan amarah.“Apa yang kamu bilang? Tapi kita sudah berkali-kali tidur bersama.”“Tapi tetap saja bukan aku yang membuatmu menjadi tidak perawan.” Nic menjawab sangat enteng tanpa simpati dan empati.“Kamu benar-benar brengsek Nic!” Teriak Amara frustasi dan kembali memukuli dada Nic bertubi-tubi.Nic hanya diam membiarkan Amara puas dengan emosinya, setelah itu dia menahan tangan Amara, mengatakan ke wanita itu untuk berhenti bersikap seperti anak kecil.“Selama
Dentuman musik di klub malam itu terdengar memekakkan telinga. Nic duduk bersandar pada sofa sambil menenggak minuman dari gelas kristal di tangannya. Matanya menatap para wanita berpakaian mini yang sedang meliukkan tubuh di atas lantai dansa. Ia kesal, lebih tepatnya frustasi saat tahu bahwa Aditya adalah kaki tangan Doni. Nic tak menyangka selama ini Aditya yang dia percayai selalu melaporkan hal-hal yang dia rencanakan ke sang paman. Doni begitu licik sampai membuatnya benci ke Skala yang sama sekali tak ada hubungannya dengan kematian sang papa. Nic menempuh cara kasar, dia menyekap Aditya dan memukuli pria itu agar mau menjawab pertanyaannya dengan jujur. “Sejak kapan kamu bekerja dengan pamanku?” “Sejak lama, bahkan sebelum Anda dekat dengannya,”jawab Aditya. “Aku tidak percaya kalian selicik ini,” ucap Nic dengan sebelah kaki menginjak dada orang kepercayaannya itu. “Kenapa paman melakukan ini?” “Saya tidak ta … “Aditya tercekat, dadanya terasa nyeri karena Nic semakin me
Setelah bertemu Kala, Nic sama sekali tak bisa fokus bekerja. Untuk memeriksa berkas dengan benar saja dia tidak mampu. Bahkan hanya sekadar tanda tangan Nic beberapa kali salah sampai Rio harus mencetak dokumen berulang-ulang."Pak buk ...." Rio mengatupkan bibir saat Nic lagi-lagi salah membubuhkan tanda tangan. "Bukan di situ, Pak!"Rio ikut frustasi, padahal bagian tanda tangan Nic sudah dia beri tanda dengan selembar sticky note, tapi atasannya itu malah menggoreskan tinta ke bagian yang bermaterai."Ah .... maaf!"Ucapan Nic membuat Rio tersentak kaget, bukan karena cara bicara Nic saja yang terdengar lebih lembut, tapi pria itu juga mengucapkan kata maaf."Tidak apa-apa, Pak. Saya akan mencetaknya lagi," ujar Rio. "Tapi Anda sepertinya sedikit tidak fokus sejak pagi, apa Anda mengantuk? Mau saya buatkan kopi lagi?"Nic menggeleng, dia mengucapkan terima kasih dan lagi-lagi membuat Rio heran. "Tidak usah, kamu bisa keluar dan memperbaiki berkas ini, biarkan aku istirahat lima be
Satu bulan kemudian Hari itu awan mendung menyelimuti hati Cloud. Sejak Nic berangkat kerja dan Kala sekolah, Cloud terus menangis karena merasa sangat bersalah ke baby Gaza juga Kala. Bukan tanpa alasan Cloud bersikap seperti ini. Beberapa hari ini dia sering merasa mual dan lemas. Bahkan setelah makan banyak dan mengonsumsi vitamin kondisinya juga masih sama. Hingga, Cloud yang memang sejak melahirkan baby Gaza belum mendapat tamu bulanan memilih untuk mencoba melakukan uji kehamilan. Cloud awalnya hanya iseng dan berpikir untuk tidak berpikir yang macam-macam, tapi dia berakhir lemas saat melihat dua garis merah tertera jelas pada alat uji kehamilan yang dia gunakan. Hati Cloud sedih, merasa sangat bersalah pada dua anaknya terutama ke baby Gaza yang baru saja berumur empat bulan. Karena hal itu, Cloud tidak bisa fokus bekerja dengan tenang meskipun masih bekerja dari rumah. Dia juga takut memberitahu Nic dan sekarang hanya Bianca yang menjadi tumpuannya. Setelah mengetahui diri
Cloud meraba dada Nic, mengusap lembut sambil merapatkan tubuhnya dan menciumi punggung pria itu. Cloud tahu Nic mengizinkannya melakukan itu saat tak mendapatkan penolakan sama sekali, bahkan saat dia mulai menempelkan lalu menggesekkan dadanya yang memang lebih padat karena berisi ASI putra kedua mereka. Nic diam-diam tersenyum, menikmati sentuhan Cloud. Tak lama tanpa ragu Nic akhirnya meraih tangan Cloud yang sejak tadi mengusap dada untuk mulai mengusap miliknya yang berada di antara paha.Cloud tersenyum penuh arti, dia mengangkat kepala untuk menjangkau tengkuk Nic dan memberi kecupan di sana, tak puas Cloud menggigit kecil cuping telinga suaminya bahkan menggelitik beberapa detik menggunakan ujung lidah.Nic pun tak sanggup lagi, dia bergerak dan Cloud pun bergeser, secepat kilat Nic mengurung tubuh Cloud, mencekal ke dua tangan istrinya di sisi kepala."Apa kamu tahu hukuman apa yang pantas diberikan ke wanita yang membuat prianya cemburu?" Tanya Nic."Aku tidak tahu, tapi k
Tidak terasa tiga bulan pun berlalu. Siang itu Cloud menitipkan Gaza ke Bianca karena harus menghadiri pesta pernikahan Thea dan Aditya.“Misal nanti Gaza rewel atau kenapa-napa, Mama langsung kabari aku saja,” ucap Cloud saat menitipkan putra ke duanya.“Kamu itu kayak baru kali ini nitipin anakmu ke Mama,” ucap Bianca. “Kayak masih setengah ga percaya.”Cloud pun tersenyum lebar mendengar protes Bianca kemudian membalas, “Bukan begitu, Ma. Siapa tahu Mama tidak bisa mengatasi kalau Gaza sedang rewel.”“Sudah kamu tenang saja. Nikmati pesta Thea dan jangan mikir yang aneh-aneh. Mama akan menjaga Gaza dengan baik,” ujar Bianca.Cloud pun melebarkan senyum mendengar ucapan Bianca. Dia lantas berpamitan dan pergi bersama Nic juga Kala. Dua orang yang sangat berarti dalam hidupnya itu terlihat mengenakan setelan jas yang sama, Kala bahkan memperlihatkan aura seperti anak bangsawan.“Ayo!” Nic mengulurkan tangan ke Cloud agar istrinya itu bisa menuruni anak tangga dengan nyaman. Mereka te
“Hai.”Arkan masuk menyapa Cloud dan Nic yang ada di kamar. Nic yang awalnya tegang seketika rileks saat menyadari sepupunya datang mengajak Shafira dan memperkenalkan gadis itu sebagai calon istrinya dengan bangga.Nic pun bisa menerima kehadiran Arkan, bahkan bersikap ramah saat menyadari tatapan mata pria itu sudah sangat berbeda ke Cloud.“Bagaimana kondisimu dan juga bayimu?” Tanya Arkan. Dia berdiri di dekat ranjang Cloud bersisian dengan sang kekasih.Cloud sendiri tampak begitu kagum melihat bagaimana anggunnya Shafira. Sebagai seorang pengusaha yang bergerak di bidang fashion, Cloud mendapat inspirasi bagaimana kalau perusahaannya mulai mencoba merambah dunia busana yang bisa dikenakan juga oleh para wanita yang mengenakan hijab.“Kami sehat, bahkan besok aku sudah diperbolehkan pulang,” jawab Cloud lantas menoleh ke baby box di mana bayinya sedang tidur.Shafira langsung mengalihkan tatapan ke sana, senyum gadis itu merekah bahkan diam-diam menarik bagian kemeja Arkan yang a
Kala masuk dan langsung menuju box bayi di mana sang adik tidur. Dia sangat bersemangat untuk melihat bagaimana wajah sang adik dari pada menyapa Cloud dan Nic lebih dulu. Berbeda dengan Bianca yang datang bersama rombongan putranya dan juga Skala. Wanita itu mendekati Cloud dan memeluk putrinya dengan tangis haru."Selamat ya! Kamu hebat, Cloud. Mama bangga," bisik Bianca. Perlahan dia mengurai pelukan sambil berkata membawakan makanan kesukaan Cloud. Bianca menjauh agar yang lainnya juga bisa mengucapkan selamat ke ibu dua anak itu.Seluruh anggota keluarga sudah melek akan informasi hingga berusaha agar Cloud tidak sampai mengalami Baby Blues Syndrome. Ya, terkadang seorang ibu yang baru saja melahirkan merasa tersisihkan, melihat bagaimana sikap orang sekitar yang lebih memperhatikan bayinya dari pada dia yang berjuang mempertaruhkan nyawa."Aku dan Embun sudah menyiapkan kado untukmu, coba lihat!" Pinta Rain sambil mengulurkan sebuah tas kertas kecil ke Cloud. Setelah sang adik
"Ners, tolong itu suami saya!"Cloud yang sudah ingin mengejan masih bisa memikirkan Nic yang baru saja terkena mental. Seorang perawat pun mencoba mendekat untuk memastikan keadaan Nic. Dia memegang lengan pria itu yang tatapannya terlihat kosong."Anda duduk saja di sini ya, Pak!" Ucap perawat itu sebelum kembali mendekat ke ranjang untuk mendengarkan keputusan dokter."Ibu tahan ya! Kita pindah ke ruang bersalin."Dokter pun memberi kode ke perawat yang berada di dekatnya dan Cloud pun segera dipindahkan. Nic sendiri seolah baru sadar saat ranjang sang istri dibawa keluar. Dia berdiri bergegas mengikuti ke mana Cloud pergi."Pak, Anda hanya boleh masuk kalau yakin kuat melihat apa yang terjadi di dalam, kalau tidak lebih baik Anda menunggu di luar." Dokter menahan Nic di depan pintu. Wajah pucat pria itu semakin membuat Dokter berpikir Nic sama sekali tidak siap menemani persalinan Cloud. Dokter pun hendak masuk tapi Nic menerobos sambil berkata dia kuat dan mampu.Meski wajahnya
Kelakuan Nic membuat Kala sampai terbangun, anak itu menggosok mata melihat Cloud berdiri menyanggah pinggang sedangkan Nic sibuk berganti baju. “Mama,” panggil Kala. Cloud yang mendengarnya menoleh, dia pun mendekat ke Nic dan memukul lengan sang suami karena membuat Kala terbangun.“Kala bangun gara-gara kamu,” ucap Cloud masih sambil menahan sakit di bagian perut bawah. Dia mengusap pipi agar Kala tak sampai melihatnya menangis. “Mama, apa Mama masih marah?” Cloud menoleh dan buru-buru menghampiri Kala. Dia membelai pipi anak itu dan mencium puncak kepalanya. Cloud menggeleng dan malah meminta maaf karena merasa keterlaluan memarahi Kala tadi. “Kenapa muka Mama begitu?” Kala menyadari ekspresi wajah Cloud yang berbeda.” Apa Mama sakit?” Tanyanya. “Hm… iya, adik sepertinya mau lahir,” jawab Cloud. Namun, bukannya merasa kasihan ke sang mama, Kala malah melompat-lompat kegirangan di atas kasur. Cloud sampai membeku dan saling pandang dengan Nic. Mata Kala yang mengantuk berub
Cloud ternyata hanya berpura-pura, setelah Kala dan dua keponakannya memasang muka bersalah dan ketakutan, Cloud pun berhenti mengaduh kesakitan. Masing-masing dari Cloud dan juga Embun tentu saja sangat ingin marah. Ini jelas bukan hanya sekadar masalah belanja atau uang puluhan juta, tapi seharusnya Olla dan Kala meminta izin lebih dulu kepada orangtua."Kalau izin namanya ga kejutan donk," ucap Olla. Meski awalnya takut, cucu pertama Skala itu akhirnya berani mengeluarkan pendapat karena mendapat pembelaan opanya."Sudahlah, tidak perlu ribut. Nanti papa yang ganti."Mendengar ucapan Skala baik Cloud dan Embun menoleh bersamaan. Skala sendiri tidak merasa takut diplototi anak dan menantunya, dia malah memanggil Olla, Kala juga Omi dan memeluk ke tiganya bergantian menunjukkan kasih sayang."Benar-benar," gerutu Embun sambil membuang muka.Nic sendiri dengan cara berbisik mengatakan pada Rain, kalau dia akan segera mengganti uang yang dipakai Kala berbelanja."Papa tidak bisa membel
Usia kandungan Cloud pun akhirnya sudah memasuki sembilan bulan. Seperti kesepakatan mereka saat kandungan Cloud masih berumur enam bulan, wanita itu bekerja di rumah karena Nic sudah tidak memperbolehkannya bolak-balik ke perusahaan, demi menjaga kondisi tubuh juga calon buah hati mereka. Bahkan mendekati hari perkiraan lahir, kini Nic dan Cloud tinggal di rumah Skala. Hal ini dilakukan semata-mata karena Nic takut Cloud mengalami kontraksi.Sore itu Rain datang ke rumah sang papa bersama Embun juga anak-anaknya untuk makan malam bersama dan menginap di sana. Saat masuk, Rain melihat sang adik yang duduk di sofa ruang keluarga sambil meluruskan kaki bersama Bianca dan Skala.“Bagaimana kabarmu?” tanya Rain yang langsung menghampiri Cloud.“Baik.” Cloud menjawab kemudian mengelus perutnya karena sang bayi baru saja menendang.Rain dan Embun pun ikut duduk, seperti biasa membiarkan Olla dan Omi bermain di belakang, apalagi Kala juga berada di sana. Awalnya Rain membahas tentang harga s