"Sya, aku tidak akan datang hari ini, jadi tolong semua berkas yang membutuhkan persetujuanku kamu antar ke kantor suamiku." Cloud lagi-lagi menghubungi sekretarisnya. Mengingat pesan yang baru saja Aditya sampaikan lewat Thea, juga kondisi Nic yang syok mendapat kunjungan mendadak dari gadis itu membuat Cloud tak tega pergi, apalagi Nic meminta agar dirinya tetap berada di sana. Alhasil dari pada harus mengesampingkan pekerjaannya sendiri, Cloud menerima permohonan sang suami yang bersedia berbagi tempat kerja dengannya.Setelah memastikan pesan Aditya tersampaikan, Thea pun pulang diantar Rio dan Nina sampai ke rumah. Sebelum kembali ke kantor, Rio menghubungi Nic, selain memastikan tentang spesifikasi ponsel yang ingin Nic beli untuk Aditya, dia juga menawarkan apa atasannya butuh sesuatu."Belikan aku obat sakit kepala!"Permintaan Nic itu semakin membuat Cloud mengurungkan niat untuk pergi ke Niel Fashion. Dia mendekat ke kursi sang suami, berdiri di belakangnya lalu melingkarka
Nic tersenyum penuh arti, rasa kesalnya seketika hilang mendengar tawaran menggiurkan dari Cloud yang membuat gairahnya bangkit. Pria itu berdiri dari kursi lalu memasang gesture agar sang istri juga ikut bangun. Ia menyentuh dagu Cloud menggunakan telunjuk, mendekatkan wajah hendak mencium bibir ranum sang belahan jiwa. Namun, sayang ketukan pintu dari luar menggagalkan rencana, bahkan membuat Nic juga Cloud kaget. Keduanya lantas menoleh bersamaan.“Sial!” Umpat Nic menyadari Rio pasti sudah kembali. “Kenapa dia datang di waktu yang tidak tepat,” gerutu pria itu. Nic memandang ke arah bawah, merasa iba ke adik kecilnya yang sudah bangun tapi tidak jadi dininabobokkan oleh sang istri.“Tenang saja! Masih ada waktu,” ucap Cloud untuk menenangkan. Ia menepuk pundak Nic yang tampak memasang muka masam.Cloud pun meminta orang yang mengetuk pintu untuk masuk, dan benar saja Rio dan Nina sudah datang. Seperti apa yang diminta oleh Nic, Rio membawa obat sakit kepala dan juga makanan. Ia ba
“Pak, bahkan dalam aturan peperangan tidak boleh melukai anak atau wanita.” Aditya yang cukup kaget dengan pikiran Doni tanpa sadar mengatakan hal itu. Namun, dia sama sekali tak menyesal karena perkataannya memang benar. “Sejak kapan kamu peduli dengan anaknya Nic? Bukankah kamu kemarin melakukan tugas dariku untuk meracuninya?” Doni dengan mudah membuat Aditya tertampar. “Kenapa sekarang bicara seolah kamu agen perdamaian dan aku penjahat perang?” sindirnya. “Karena terakhir kali saya merasa bersalah setelah melakukan tugas keji dari Anda.” Aditya bermonolog. Jika saja pria di hadapannya ini tidak mengancam keselamatan ibunya, tentu saja akan lebih mudah baginya menolak dan bahkan melawan. Masalahnya Doni terlalu manipulatif. Pria itu bisa dengan mudah membuat orang yang membutuhkan uang dan terdesak kebutuhan menjadi tunduk lalu menuruti apapun perintahnya bak budak. “Silahkan sampaikan! Apa yang ingin Anda lakukan ke anak itu,” ucap Aditya. Tak bisa digambarkan bagaimana pera
"Hai!"Thea tak menjawab pertanyaan Aditya, tapi malah menyapa dan masih saja cengengesan. Aditya sendiri sempat kaget karena tak menyangka ada Rio juga Nina di sana. Pria itu baru saja ingin duduk saat Thea menengadahkan tangan meminta barang yang tadi dia pakai sebagai kode pesan."Kamu membawakannya untukku 'kan? Lumayan bisa aku jual lagi ke pelanggan," ucap Thea.Aditya merogoh kantong celana lalu memberikan sebuah kantong plastik ke Thea. Gadis itu terlihat sangat bahagia. Namun, tak lama setelah mengecek isi di dalam kantong itu, wajah Thea berubah cemberut. Tidak ada kondom di dalamnya tapi malah tablet multivitamin."Ini tidak bisa mendatangkan uang.""Tapi itu bisa menjaga kesehatan." Aditya memandang tajam Thea setelah itu mencoba duduk dengan nyaman. Dia tanpa sadar sudah memberikan perhatian ke gadis itu.Rio yang datang untuk memberikan ponsel pun tak ingin membuang waktu. Ia langsung menyerahkan alat komunikasi itu ke Aditya, kemudian menjelaskan bahwa Nic yang membeli
Meski belum tahu pasti apa yang direncanakan oleh Doni, tapi Aditya dan Nic tetap berkomunikasi. Aditya menyampaikan bahwa saat ini sedang berkumpul dengan empat anak buah Doni untuk mencari informasi."Kenapa Tomi tidak ikut datang ke sini?" Aditya menggeleng sambil mengunci layar ponsel dan memasukkan benda itu ke kantong. Dia menuangkan minuman dari botol ke gelas milik temannya sesama bawahan Doni lantas berkata tidak tahu."Besok, apa kalian sibuk?" Tanya Aditya. Pelan tapi pasti dia mulai menggali informasi. Empat pria yang berada di ruangan VVIP bersamanya hanya diam, sampai salah satunya menjawab dan berkata harus mengawal Doni pergi ke suatu tempat."Biasanya pak Doni mengajakmu, tapi semenjak ada Tomi sepertinya posisimu tergantikan."Aditya tersenyum tipis, bersyukur empat rekan seprofesinya ini masih tidak tahu bahwa Doni sudah menganggapnya pengkhianat."Aku tidak merasa diganti atau disingkirkan, tapi kalau kalian menganggap seperti itu aku tidak ingin susah payah menya
Thea mendekat ke Aditya, gadis itu meloloskan baju dari atas kepala sebelum duduk sambil terus menatap wajah pria yang meminta untuk dipuaskannya itu. Aditya membeku, diam seribu bahasa saat Thea mendekatkan muka lantas menautkan bibir mereka. Aditya berpikir ciuman adalah urutan pertama dari rangkaian servis yang diberikan oleh Thea ke pelanggan. Dia tidak tahu kalau Thea sebenarnya anti berciuman dengan para pria hidung belang yang memakai jasanya. Thea memejamkan mata, menelan saliva sambil terus melumat lembut bibir pria yang dia pikir berbeda dari yang lain. Hati kecilnya kecewa, menganggap Aditya sama saja. Thea tersenyum ironi meski tak tergambar di bibir dan wajah. Ia melepaskan pagutan daging tak bertulangnya dari bibir Aditya —yang bahkan sama sekali tak memberikan balasan. Thea kembali berdiri, melepas rok mini yang dikenakan hingga kini tubuhnya hanya berbalut bra dan celana dalam. Tangan Thea menyentuh kancing kemeja Aditya yang masih diam. Pria itu tak bicara, menggoda
"Tentu saja paman Anda ingin menjadikan Anda kambing hitam, jika hal buruk terjadi kepada rekan bisnis Anda."Aditya menyampaikan alasan yang sejatinya sudah sangat bisa Nic terka."Apalagi gosip investor Anda yang ingin menarik kembali modalnya sudah terdengar hampir ke semua telinga pengusaha di negara ini."Nic diam mendengarkan ucapan Aditya. Ia berpikir jika sampai tidak terjadi apa-apa ke pesawat yang akan Tuan Annam tumpangi, bukankah pria itu malah akan beranggapan dirinya mengada-ada dan pembual."Pak!" Aditya membentak karena Nic bungkam. Padahal untuk mengetahui rencana Doni dia sampai harus melakukan berbagai upaya yang tidak gampang."Pak, hubungi Pak Annam dan sampaikan kepadanya kemungkinan terburuk yang akan terjadi. Sampaikan saja kebenaran tentang paman Anda," ucap Aditya.Cloud yang turut menelinga pembicaraan itu mengangguk seolah Aditya juga sedang bicara padanya. Cloud sampai menggoyang lengan Nic agar segera menjawab."Baiklah! Aku akan menghubunginya sekarang."
"Lihat dia! Benar-benar sangat mirip denganmu, hidung dan bibirnya."Nic memandang Kala yang tidur di antara dirinya dan Cloud. Meski tadi sempat mengganggu Bianca dan Skala yang sudah tidur, tapi Nic seolah mengesampingkan rasa tak enak hati. Dia mengucapkan kata maaf kemudian menggendong putranya ke kamarnya sendiri."Tapi dia memiliki matamu," sambung Cloud. Wanita itu lantas mengecup lembut pipi Kala. Cloud mendekatkan wajah di samping kepala anak itu dan memejamkan mata. Beberapa saat yang lalu Rio baru saja memberi kabar, asisten tuan Annam memberitahu bahwa pria itu mengikuti permintaan Nic untuk tidak menggunakan jet pribadi yang sudah disewa, sehingga bisa dipastikan pertemuan mereka yang dijadwalkan pagi harus digeser ke siang, atau bahkan bisa sore jika pesawat yang akan mereka tumpangi mengalami keterlambatan keberangkatan. Mendengar kabar itu, Nic pun meminta Rio mengkonfirmasi persetujuannya dan mengurus semua yang dibutuhkan termasuk menghubungi pihak hotel agar perte