“Pasti kamu senang kan, bertemu Brian?”
“Joe, please. Aku sedang tidak ingin berdebat denganmu.”Rara berjalan masuk ke kamarnya tanpa memperdulikan Joe. Brak! Joe tiba-tiba membuka pintu kamar Rara dengan kasar.
“Joe! Kamu harus mengetuk pintu sebelum membukanya!” teriak Rara yang sudah merasa sangat geram.
“Aku tidak perlu meminta ijin darimu untuk melakukan apapun! Apalagi hanya untuk membuka pintu!”Rara menarik nafas panjang, dia tidak tahu lagi harus berkata apa. Sejak pagi, Joe membuatnya sangat kesal.
“Untuk apa kamu datang ke kamarku?”
“Berikan aku keturunan!” “Apa?! Kamu sudah gila?!” “Kenapa?! Kamu kan, istriku! Sudah sepantasnya kamu memberiku keturunan!” “Tapi kamu sudah berjanji tidak akan menyentuhku!” “Apakah ada bukti tertulis untuk itu?!”Rara menggelengkan kepalanya, tak percaya pada ucapan Joe yang baru saja dia dengar. Bagaimana bisa dia melanggar janjinya sendiri? Harusnya sejak awal Rara tahu, bahwa Joe memang tidak bisa dipercaya.
“Kenapa diam saja?!” Joe mulai melangkah mendekati Rara.
“Joe, tolong berhenti! Kalau kamu memang sangat ingin memiliki keturunan dariku, maka tinggalkan Clay dulu!” “Kamu tidak berhak mengatur hidupku!” “Kamu pun, tidak berhak untuk meminta keturunan dariku!”Joe mendengus kesal. Entah apa yang merasukinya hari ini, hingga dia tiba-tiba berpikir untuk memiliki keturunan dari Rara. Joe bahkan sangat membenci Rara, untuk apa dia meminta keturunan darinya?
Rara segera menjatuhkan dirinya ke ranjang, segera setelah Joe pergi meninggalkan kamarnya. Dia memijat pelipisnya, karena merasa frustasi dengan sikap Joe.
***Joe dan Rara sedang makan malam di rumah. Joe tidak lagi membahas tentang memiliki keturunan bersama Rara. Dia menjadi sangat diam. Suasana rumah bahkan lebih dingin dari biasanya. Ditengah makan malam, Joe tiba-tiba menelepon papanya dan bilang akan menginap di rumah beliau bersama Rara. Tentu saja, orang tua Joe sangat senang mendengarnya.
“Joe! Kenapa kamu tidak bertanya padaku dulu?” protes Rara setelah Joe mematikan telepon.
“Aku sudah bilang, aku tidak butuh ijin darimu untuk melakukan apapun!”Joe melanjutkan makannya, lalu segera berganti pakaian untuk bersiap pergi. Rara tidak habis pikir dengan sikap suaminya ini. Apa lagi yang dia rencanakan sekarang?
“Besok aku tidak akan pergi ke kantor dan akan diam di rumah Papa seharian.”
“Terserah,” ucap Rara yang terlalu kesal untuk meladeni suaminya.Dia lelah harus terus-terusan berdebat dengan Joe. Rara tertidur saat perjalanan, sampai tidak sadar bahwa mereka sudah sampai di rumah orang tua Joe. Joe membangunkan Rara dan membukakan pintu mobil untuknya.“Kenapa kamu tiba-tiba bersikap manis?”
“Kamu lupa? Ini rumah orang tuaku. Kita harus tampak mesra!”Wah, Joe memang benar-benar berbakat dalam urusan berpura-pura!
“Aduh, akhirnya Mama bisa melihat kalian mesra begini,” Mama Joe menyambut mereka dengan gembira.
“Maaf ya, Ma. Kita mendadak menginap di sini. Sepertinya, Joe tiba-tiba merindukan rumah,” ucap Rara sambil memeluk mama mertuanya. “Tidak apa-apa, Ra. Mama justru senang kalian berdua datang.”Setelah masuk ke rumah, Rara, Joe dan orang tuanya berbincang di ruang keluarga. Orang tua Joe banyak bercerita tentang masa kecil Joe. Dari cerita Mamanya, sepertinya Joe adalah orang yang baik dan manis. Tapi, entah kenapa Joe yang Rara kenal adalah laki-laki ketus dan dingin yang tidak berperasaan.
“Sudah larut, lebih baik kita tidur sekarang,” ucap Joe.
“Ah, iya,” jawab Rara singkat. “Untung saja, tadi kamar Joe sudah dibersihkan. Jadi, kalian bisa tidur dengan nyaman,” ucap mama Joe.Joe tersenyum sembari menatap Rara. Astaga! Sekarang, Rara paham kenapa Joe tiba-tiba ingin menginap di rumah orang tuanya. Mereka harus tidur satu ranjang, karena harus berpura-pura! Joe benar-benar pria yang sangat licik.
“Wah, ternyata kamu bisa selicik ini, ya,” ucap Rara saat Joe menutup pintu kamar.
“Kamu tidak akan pernah bisa mengalahkanku,” balas Joe sambil tersenyum sinis. “Jangan coba-coba untuk menyentuhku, atau aku akan berteriak!” “Coba saja. Papa dan mama pasti akan sangat penasaran, kenapa menantu kesayangannya ini berteriak di dalam kamar!”Joe berjalan mendekati Rara yang sedang ketakutan. Dia segera mendorong Rara ke ranjang dan mencium bibir ranum milik Rara. Rara mencoba memberontak, namun Joe terlalu kuat. Joe mulai melepaskan pakaian Rara satu persatu hingga tak bersisa sehelai pun di tubuhnya. Rara hanya bisa pasrah, karena Joe menindih Rara dan memeganginya sangat kuat. Untuk pertama kalinya, Rara melepas keperawanannya dengan pria yang tidak mencintainya. Malam ini sangat panjang untuk Rara.
***
Rara terbangun dan keluar dari kamar untuk menuju dapur, sedangkan Joe masih terlelap. Rara membuat segelas teh untuk diminum sambil menatap keluar jendela dapur, yang pemandangannya menuju taman belakang. Pagi ini sangat cerah dan terasa sejuk. Rara melamun, memikirkan apa yang telah terjadi semalam. Dia berharap, setelah kejadian itu, Joe bisa memperlakukan Rara dengan lebih baik. Lamunan Rara terpecah, saat tiba-tiba dia merasakan ada tangan yang melingkar di pinggangnya.
“J-Joe, kam—“
“Sssst. Ada Mama di belakang kita.”Rara menoleh kebelakang, dan mendapati mama Joe sedang berdiri melihat kearah mereka. Ah, Rara lupa. Mereka masih di rumah orang tua Joe dan masih harus terus berpura-pura mesra.
“Selamat pagi, Ma,” Rara melepas rangkulan Joe dan tersenyum manis pada Mama mertuanya.
“Pagi, Ra. Apa semalam tidurmu nyenyak?” “Iya, Ma,” Rara tersenyum tipis dan menjawab singkat.Bagaimana bisa tidur nyenyak, Rara bahkan nyaris tidak bisa tidur karena kelakuan Joe yang berkali-kali menyetubuhinya.
“Sarapan sudah siap, kita ke meja makan sekarang, ya,” ucap Mama Joe.
Mereka menuju ke meja makan untuk makan bersama. Seperti kata Joe kemarin, hari ini dia tidak akan pergi ke kantor dan hanya akan diam seharian di rumah orang tuanya. Rara sangat kesal, karena dia akan melihat Joe yang berpura-pura seharian ini.
Papa Joe sudah berangkat ke kantor, sedangkan Rara membantu Mama Joe untuk menyirami bunga-bunga yang tertanam rapi di taman.
“Bagaimana, Ra? Apa Joe memperlakukanmu dengan baik?” tanya Mama Joe lembut.
“Iya, Ma. Joe sangat baik padaku,” rasanya Rara hampir muntah saat mengatakan kebohongan ini. “Joe memang baik dan penyayang. Hanya saja, terkadang dia iri dengan Brian, sepupunya. Jadi sikapnya kadang suka kekanakan.”Mama Joe meletakkan penyiram bunga yang beliau pegang, dan menggenggam kedua tangan Rara.
“Kalau nanti sikap Joe tiba-tiba berubah menjadi dingin, tolong maklumi dan terus temani dia ya, Ra. Karena itu tandanya perasaan Joe sedang tidak baik.”
Rara hanya mengangguk dan tersenyum tipis. Mama Joe sangat baik dan lembut pada Rara. Bagaimana bisa, anaknya memiliki sikap yang jauh berbeda dengan Mamanya?
“Sikap Joe selalu dingin dan perasaannya selalu tidak baik, ma. Sampai kapan aku harus selalu memakluminya?” gumam Rara dalam hati.
Rara sedang duduk di ujung sofa depan TV dan menonton acara yang dia sukai. Saat dia fokus menonton TV, Joe tiba-tiba datang dan berbaring di pangkuan Rara. Rara paham, Joe melakukannya agar Mama Joe melihat anaknya bersikap baik dan manis pada Rara. “Sampai kapan kita akan disini?” tanya Rara sambil mengusap pelan kepala Joe. “Besok pagi kita akan pulang ke rumah.”Joe memang tidur di pangkuan Rara, namun tangan dan matanya sibuk pada ponsel yang sedang dia mainkan. Rara sedikit mengintip ponsel Joe, dan menyadari bahwa suaminya sedang berkirim pesan dengan Clay, kekasihnya. Rara mendengus pelan, bertanya-tanya kapan Joe akan mengakhiri hubungannya dengan Clay. “Kita pulang malam ini saja, Joe.” “Kenapa?” Tanya Joe sambil menatap sebal ke arah Rara. “Tidak apa-apa. Hanya saja, aku ingin pulang malam ini.” “Baiklah kalau itu maumu.”Joe menuruti keinginan Rara tanpa perdebatan kali ini. Sebenarnya, Rara lebih suka berada di rumah mertuanya, tetapi dia lelah harus terus ber
Sinar matahari mulai masuk dan membangunkan Rara dari tidurnya. Rara tersenyum menatap suaminya yang smasih tertidur pulas disampingnya. Dia tersenyum saat mengingat percakapannya dengan Joe semalam. Meskipun Joe belum mau mengakhiri hubungannya dengan Clay, setidaknya Rara tahu, Joe juga memikirkan Rara. Saat mulai beranjak untuk memasak, Rara melihat ponsel Joe yang berdering di atas nakas. [Sayang, kamu akan menjemputku untuk makan siang, kan?]Rara tersenyum miris membaca pesan masuk dari Clay itu. Sepertinya, ucapan Joe semalam tidak akan merubah apapun diantara mereka. Rara memilh mengabaikan pesan tersebut dan berjalan menuju dapur untuk membuat sarapan. “Kamu sudah bangun dari tadi?” Terdengar suara Joe yang sedang berjalan ke arah dapur. “Iya... Aku kan, harus memasak makanan untuk kita sarapan.” “Aku pergi mandi dulu, ya.”Mendengar ucaapan Joe, Rara hanya mengangguk dan tersenyum. Rara senang, karena hari ini Joe memulai percakapan santai dengannya untuk pertama
“Yang benar, Dok? Istri saya hamil?” “Benar, Pak. Usia kandungan Istri anda baru menginjak tiga minggu. Selamat, ya, Bapak dan Ibu,” dokter memberikan hasil pemeriksaan pada Joe dan Rara, “Karena ini adalah kehamilan pertama dan usia kandungan masih sangat muda, tolong lebih berhati-hati dan jangan sampai kelelahan, ya.” “Terimakasih banyak, Dok,” ucap Rara sembari tersenyum. Joe tampak sangat bahagia, dia segera memeluk Rara setelah keluar dari ruangan Dokter. “Terimakasih, Ra. Terimakasih karena kamu memberikan hadiah yang sangat berharga untukku,” ucap Joe yang masih memeluk Rara. “Joe...” Rara memanggil Joe lembut. “Hmm?” Joe melepas pelukannya dan menatap Rara sembari tersenyum. “Aku tidak akan lagi memintamu untuk meninggalkan Clay. Tapi, bisakah kamu setidaknya meluangkan lebih banyak waktu untukku?” “Tentu saja,” Joe tersenyum lembut dan membelai rambut Rara. Saat hendak pulang dari rumah sakit, Joe segera menelepon Mamanya dan memberi kabar bahwa Rara s
Hari ini Rara bertemu dengan Brian. Mereka bertemu saat makan siang di dekat perusahaan milik papa Joe. “Hai, Ra,” sapa Brian saat melihat Rara yang sudah duduk menunggunya. “Kamu naik apa ke sini?” “Tadi aku naik taksi, Brian.” “Ah, Joe memang benar-benar tidak berguna, ya.” “Dia tidak seburuk itu, kok.” “Iya, iya... tidak perlu membela suamimu terang-terangan di depanku,” Brian tersenyum sembari menggeleng pelan, “Kenapa mengajakku bertemu?” “Karena kamu temanku satu-satunya,” ucap Rara sambil tertawa. “Kita benar-benar tidak bisa lebih dari sekedar teman, ya,” balas Brian menggoda Rara. “Brian! Hentikan atau kamu akan kuhajar habis-habisan!” Rara mencubit lengan Brian dan mereka tertawa bersama.Saat sedang bercanda, ponsel Rara berdering dan tertulis nama Joe di layarnya. “Halo, Joe. Ada apa?” “Kamu sudah makan siang?” tanya Joe diujung telepon. “Aku sedang makan siang sekarang, bersama Brian.” “Brian? Kamu sedang bersamanya?” “Iya, Joe. Aku
“Joe! Tolong jangan kasar!” teriak Clay yang sekarang sudah berada di dalam mobil Joe.Joe tidak menanggapi perkataan kekasihnya, lalu segera memacu mobilnya. “Kita mau kemana?” tanya Clay. “Ke rumahku!” “Apa kamu sudah gila, Joe? Bagaimana dengan Rara?” “Biar aku yang menjelaskan padanya!”Clay hanya diam dan pasrah. Dia tidak mengatakan apapun, sampai mereka tiba di tempat tinggal Joe dan Rara. Joe segera menarik Clay dan membawanya masuk ke dalam. “Joe! Lepaskan!” rintih Clay, “Tolong, bicaralah baik-baik!” “Baiklah. Jelaskan! Siapa pria tadi?” “Dia teman dekatku, namanya Sean.” “Teman dekat? Kenapa aku tidak pernah tahu bahwa kamu memiliki teman dekat?!” “Joe, sudahlah! Dia hanya temanku!” “Teman macam apa? Kenapa kalian berada di rumahmu malam-malam begini?! Apa yang kalian lakukan?!” “Dia hanya mampir setelah pulang kerja, Joe. Kami tidak melakukan apa-apa.” “Jangan bohong. Kamu tidur dengannya, kan?!PLAK!! Clay menampar pipi Joe dengan sanga
Brian menggendong Rara masuk ke dalam mobilnya, lalu segera memacu mobil menuju rumah sakit. Sepanjang perjalanan, Brian mencoba menghubungi Joe, namun sama sekali tidak ada jawaban.Sampai di rumah sakit, Rara segera ditangani oleh Dokter. Brian menunggu di depan ruangan dengan perasaan cemas. Setelah menunggu beberapa saat, Dokter keluar dan memanggil Brian. “Apakah anda suami dari Ibu Rara?” tanya Dokter yang menangani Rara. “Bukan, Dok. Saya adalah kerabatnya.” “Dimana suaminya? Saya harus segera berbicara dengannya.” “Suaminya belum bisa datang karena ada yang sedang diurus, Dok. Bisakah Dokter berbicara pada saya?” “Baiklah. Silahkan ikut ke ruangan saya.”Brian mengikuti dokter ke ruangannya, lalu berbincang dengan beliau. Wajahnya tampak serius mendengarkan setiap perkataan dokter. “Apa tidak ada jalan lain, Dok?” tanya Brian. “Untuk saat ini, yang saya katakana tadi adalah jalan keluar terbaik, Pak.”Setelah mendapat penjelasan tentang kondisi Rara, Brian
Rara terbangun dari tidurnya. Aroma obat-obatan dan suasana rumah sakit masih harus Rara rasakan hari ini. Dia belum diperbolehkan untuk pulang, karena dokter bilang Rara kekuarangan cairan yang membuatnya harus diinfus lebih lama.Pintu ruang inap Rara terbuka, terlihat seorang perawat yang masuk membawakan Rara sarapan. “Selamat pagi, Bu. Sarapannya segera dimakan, ya,” ucap perawat dengan ramah. “Baik, sus. Terimakasih,” Rara membalas senyumannya, lalu perawat tadi meninggalkan ruangan Rara.Tak lama, pintu kembali terbuka. Kali ini Brian yang datang. Dia bergegas menghampiri Rara, saat melihat Rara sedang berusaha meraih gelas yang terletak di nakas. “Biar aku bantu,” ucap Brian. “Terimakasih, Brian. Kamu tidak pergi ke kantor?” “Aku akan pergi ke kantor setelah memastikan kamu menghabiskan sarapanmu dan meminum obatmu.” “Aku bukan anak kecil!” seru Rara sembari berdecak kesal.Brian tertawa dan mengusap kepala Rara gemas. Brian menemani Rara makan sambil sesekal
Sudah satu minggu Joe menemani Rara. Dia benar-benar menepati janjinya, meluangkan banyak waktu untuk Rara dan mengerjakan semua pekerjaan kantornya di rumah. Bahkan, Joe membuat sekertarisnya harus mondar-mandir dari kantor ke rumah Joe, untuk menyerahkan berkas penting atau sekedar meminta tanda tangan darinya. Selama di rumah, Joe benar-benar berubah. Dia sangat perhatian pada Rara, dan mencurahkan semua waktunya untuk Rara.Hari sudah mulai petang, Rara dan Joe sedang menonton film. Rara bersandar pada bahu Joe, sementara Joe merangkul Rara. Mereka sama-sama larut pada adegan demi adegan dalam film tersebut. Tiba-tiba, ponsel Joe berdering. Terlihat Clay meneleponnya berkali-kali, namun Joe enggan menjawabnya. Joe bahkan mematikan ponselnya, kemudian kembali fokus pada film. Rara menghela nafas, dia merasa sedikit bersalah pada Clay. “Berhenti menonton, aku mengantuk,” ucap Rara sambil beranjak pergi. “Masih pukul 8, benarkah kamu sudah mengantuk?” tanya Joe yang mengikuti R
Dokter menjahit telapak kaki Clay yang robek, sedangkan Joe dengan sabar menenangkan Clay yang masih meringis kesakitan. Tak henti-hentinya Joe menggenggam tangan Clay dan mengusap lembut kepalanya.Setelah selesai, mereka lalu pulang ke rumah Clay. Sesampainya di sana, Joe segera menggendong Clay masuk ke dalam rumah dan membaringkannya di ranjang. "Aku akan pulang sebentar untuk mandi dan mengganti pakaian. Setelah itu, aku akan kembali sebelum berangkat ke kantor dan membawakan sarapan untukmu," ujar Joe sembari mengusap halus pipi Clay. "Baiklah, Joe. Aku akan menunggu."Joe pun beranjak dan melajukan mobilnya untuk pulang. Sepanjang perjalanan, Joe sangat frustasi memikirkan tentang bagaimana dirinya akan mengurus Clay selama dia sakit. Joe tidak mungkin berkata jujur pada Rara, lalu membuatnya terluka lagi.Tak lama kemudian, Joe pun sampai di rumah. "Joe? Kamu dari mana?" tanya Rara yang melihat Joe masuk. "Ah, tadi aku sedang ada sedikit masalah. Jadi aku pergi u
Joe baru saja keluar dari kamar mandi dan melihat Clay yang sedang memengang ponsel miliknya. “Sayang? Kamu sedang apa?” tanya Joe. “Ah, aku hanya melihat-lihat isi galerimu,” jawab Clay berbohong. “Kemari Joe, aku ingin memelukmu.” Joe tersenyum gemas, lalu memeluk kekasihnya. “Kenapa kamu manja sekali, sih?” “Kenapa? Kamu tidak menyukainya?” “Suka, kok. Aku menyukai apapun yang ada padamu.” Clay tersenyum manis, lalu menyentuh kedua pipi Joe dengan tangannya. Dia menatap mata Joe lekat, lalu mencium bibir Joe dengan sekali kecupan. Joe tersenyum senang, kemudian mulai mencium Clay. Dia mengulum bibir ranum milik kekasihnya, lalu menggendong Clay menuju kamar tanpa melepas ciumannya. Joe menidurkan Clay di ranjang, lalu menahan tubuh mungil kekasihnya di bawah kungkungannya. Dia mencium Clay dengan intens, dan mulai turun ke leher hingga dada Clay. Tanpa sadar, Clay mulai melenguh pelan. Disaat yang bersamaan, Joe mendengar ponselnya terus berdering. Joe langsung m
Joe kembali ke ruangannya dan melihat Clay tertunduk lesu di kursi. Dia mendengus pelan, lalu berjalan menghampiri Clay. Joe pun duduk dihadapan Clay, lalu mengusap pipinya lembut. Clay menatap Joe sendu, “Joe, apa kamu akan meninggalkanku?” “Tentu tidak, Clay. itu tidak akan pernah terjadi.” “Lalu kenapa kamu sulit sekali dihubungi? Kamu bahkan meninggalkanku untuk mengejar Rara barusan.” “Sayang, Rara sedang sedih karena baru saja kehilangan janinnya. Keadaannya belum stabil, aku harus lebih sering menemaninya.” “Apa sekarang kamu mulai mencintainya?” tanya Clay dengan mata berkaca-kaca. Joe menatap Clay sendu, dia tidak tahu jawaban apa yang harus diberikan. “Joe? Kenapa kamu tidak menjawabku?” tanya Clay sekali lagi. “Clay, berhentilah berpikir yang tidak-tidak. Aku masih mencintaimu, akan selalu begitu.” Entah apa yang harus dikatakan Joe untuk menenangkan Clay. Saat ini, Joe hanya bisa memeluk dan meyakinkannya bahwa perasaan Joe tidak akan pernah berub
Sudah satu minggu Joe menemani Rara. Dia benar-benar menepati janjinya, meluangkan banyak waktu untuk Rara dan mengerjakan semua pekerjaan kantornya di rumah. Bahkan, Joe membuat sekertarisnya harus mondar-mandir dari kantor ke rumah Joe, untuk menyerahkan berkas penting atau sekedar meminta tanda tangan darinya. Selama di rumah, Joe benar-benar berubah. Dia sangat perhatian pada Rara, dan mencurahkan semua waktunya untuk Rara.Hari sudah mulai petang, Rara dan Joe sedang menonton film. Rara bersandar pada bahu Joe, sementara Joe merangkul Rara. Mereka sama-sama larut pada adegan demi adegan dalam film tersebut. Tiba-tiba, ponsel Joe berdering. Terlihat Clay meneleponnya berkali-kali, namun Joe enggan menjawabnya. Joe bahkan mematikan ponselnya, kemudian kembali fokus pada film. Rara menghela nafas, dia merasa sedikit bersalah pada Clay. “Berhenti menonton, aku mengantuk,” ucap Rara sambil beranjak pergi. “Masih pukul 8, benarkah kamu sudah mengantuk?” tanya Joe yang mengikuti R
Rara terbangun dari tidurnya. Aroma obat-obatan dan suasana rumah sakit masih harus Rara rasakan hari ini. Dia belum diperbolehkan untuk pulang, karena dokter bilang Rara kekuarangan cairan yang membuatnya harus diinfus lebih lama.Pintu ruang inap Rara terbuka, terlihat seorang perawat yang masuk membawakan Rara sarapan. “Selamat pagi, Bu. Sarapannya segera dimakan, ya,” ucap perawat dengan ramah. “Baik, sus. Terimakasih,” Rara membalas senyumannya, lalu perawat tadi meninggalkan ruangan Rara.Tak lama, pintu kembali terbuka. Kali ini Brian yang datang. Dia bergegas menghampiri Rara, saat melihat Rara sedang berusaha meraih gelas yang terletak di nakas. “Biar aku bantu,” ucap Brian. “Terimakasih, Brian. Kamu tidak pergi ke kantor?” “Aku akan pergi ke kantor setelah memastikan kamu menghabiskan sarapanmu dan meminum obatmu.” “Aku bukan anak kecil!” seru Rara sembari berdecak kesal.Brian tertawa dan mengusap kepala Rara gemas. Brian menemani Rara makan sambil sesekal
Brian menggendong Rara masuk ke dalam mobilnya, lalu segera memacu mobil menuju rumah sakit. Sepanjang perjalanan, Brian mencoba menghubungi Joe, namun sama sekali tidak ada jawaban.Sampai di rumah sakit, Rara segera ditangani oleh Dokter. Brian menunggu di depan ruangan dengan perasaan cemas. Setelah menunggu beberapa saat, Dokter keluar dan memanggil Brian. “Apakah anda suami dari Ibu Rara?” tanya Dokter yang menangani Rara. “Bukan, Dok. Saya adalah kerabatnya.” “Dimana suaminya? Saya harus segera berbicara dengannya.” “Suaminya belum bisa datang karena ada yang sedang diurus, Dok. Bisakah Dokter berbicara pada saya?” “Baiklah. Silahkan ikut ke ruangan saya.”Brian mengikuti dokter ke ruangannya, lalu berbincang dengan beliau. Wajahnya tampak serius mendengarkan setiap perkataan dokter. “Apa tidak ada jalan lain, Dok?” tanya Brian. “Untuk saat ini, yang saya katakana tadi adalah jalan keluar terbaik, Pak.”Setelah mendapat penjelasan tentang kondisi Rara, Brian
“Joe! Tolong jangan kasar!” teriak Clay yang sekarang sudah berada di dalam mobil Joe.Joe tidak menanggapi perkataan kekasihnya, lalu segera memacu mobilnya. “Kita mau kemana?” tanya Clay. “Ke rumahku!” “Apa kamu sudah gila, Joe? Bagaimana dengan Rara?” “Biar aku yang menjelaskan padanya!”Clay hanya diam dan pasrah. Dia tidak mengatakan apapun, sampai mereka tiba di tempat tinggal Joe dan Rara. Joe segera menarik Clay dan membawanya masuk ke dalam. “Joe! Lepaskan!” rintih Clay, “Tolong, bicaralah baik-baik!” “Baiklah. Jelaskan! Siapa pria tadi?” “Dia teman dekatku, namanya Sean.” “Teman dekat? Kenapa aku tidak pernah tahu bahwa kamu memiliki teman dekat?!” “Joe, sudahlah! Dia hanya temanku!” “Teman macam apa? Kenapa kalian berada di rumahmu malam-malam begini?! Apa yang kalian lakukan?!” “Dia hanya mampir setelah pulang kerja, Joe. Kami tidak melakukan apa-apa.” “Jangan bohong. Kamu tidur dengannya, kan?!PLAK!! Clay menampar pipi Joe dengan sanga
Hari ini Rara bertemu dengan Brian. Mereka bertemu saat makan siang di dekat perusahaan milik papa Joe. “Hai, Ra,” sapa Brian saat melihat Rara yang sudah duduk menunggunya. “Kamu naik apa ke sini?” “Tadi aku naik taksi, Brian.” “Ah, Joe memang benar-benar tidak berguna, ya.” “Dia tidak seburuk itu, kok.” “Iya, iya... tidak perlu membela suamimu terang-terangan di depanku,” Brian tersenyum sembari menggeleng pelan, “Kenapa mengajakku bertemu?” “Karena kamu temanku satu-satunya,” ucap Rara sambil tertawa. “Kita benar-benar tidak bisa lebih dari sekedar teman, ya,” balas Brian menggoda Rara. “Brian! Hentikan atau kamu akan kuhajar habis-habisan!” Rara mencubit lengan Brian dan mereka tertawa bersama.Saat sedang bercanda, ponsel Rara berdering dan tertulis nama Joe di layarnya. “Halo, Joe. Ada apa?” “Kamu sudah makan siang?” tanya Joe diujung telepon. “Aku sedang makan siang sekarang, bersama Brian.” “Brian? Kamu sedang bersamanya?” “Iya, Joe. Aku
“Yang benar, Dok? Istri saya hamil?” “Benar, Pak. Usia kandungan Istri anda baru menginjak tiga minggu. Selamat, ya, Bapak dan Ibu,” dokter memberikan hasil pemeriksaan pada Joe dan Rara, “Karena ini adalah kehamilan pertama dan usia kandungan masih sangat muda, tolong lebih berhati-hati dan jangan sampai kelelahan, ya.” “Terimakasih banyak, Dok,” ucap Rara sembari tersenyum. Joe tampak sangat bahagia, dia segera memeluk Rara setelah keluar dari ruangan Dokter. “Terimakasih, Ra. Terimakasih karena kamu memberikan hadiah yang sangat berharga untukku,” ucap Joe yang masih memeluk Rara. “Joe...” Rara memanggil Joe lembut. “Hmm?” Joe melepas pelukannya dan menatap Rara sembari tersenyum. “Aku tidak akan lagi memintamu untuk meninggalkan Clay. Tapi, bisakah kamu setidaknya meluangkan lebih banyak waktu untukku?” “Tentu saja,” Joe tersenyum lembut dan membelai rambut Rara. Saat hendak pulang dari rumah sakit, Joe segera menelepon Mamanya dan memberi kabar bahwa Rara s