Kekesalan Sully pada Wira sebenarnya belum benar-benar surut. Awalnya ia menyahuti Wira dengan jawaban pendek-pendek saja. Tapi melihat betapa gigih pria itu mengajaknya bicara dengan bertanya dengan soal-soal kesukaanya, membuat Sully tak sadar kembali ke dirinya yang biasa.Pemahaman itu kembali datang menghampiri Sully. Paham bahwa ia sudah menikahi seorang pria yang mengaku baru merintis hal baru saat membangun rumah tangga dengannya, paham bahwa Wira memang seorang pria yang sejak awal tak banyak bicara, juga paham bagaimana ritme kehidupan di desa. Sully kembali meminta dirinya memahami bahwa ia sudah menerima Wira.“Kayanya aku mau beli taplak meja lagi, Mas. Boleh? Aku lupa ada beberapa meja yang perlu taplak tapi luput dari hitunganku.” Sully berusaha nada suaranya kembali seperti semula. Kalau ingin cepat semuanya kembali normal, bukankah meminta sesuatu akan terlihat lebih serius?“Boleh…boleh. Perlu apa lagi? Beli aja. Perabotan rumah memang sudah lama enggak pernah digant
Seperti malam-malam panas yang mereka lewati di ranjang, Wira selalu menjelma sebagai sosok pria berbeda. Wira malam itu bukan seperti Wira yang ia kenal. Wira bukan pria canggung dan penuh keraguan ketika berurusan dengan kepuasan wanita yang dinikahinya. Pria yang malu-malu itu sudah tak ada lagi tiap mereka di ranjang. Wira selalu mendominasi.Sully yang ingin dimanja mendapatkan hal yang diinginkannya malam itu. Setelah melepaskan kerinduan akan kecupan dan kemampuan Sully memanjakan bagian spesial tubuhnya, Wira merebahkan Sully dan mengecupi tiap sudut tubuh wanita itu. Menggoda Sully dengan mengecup perut wanita itu. Hingga kecupan itu terus melorot sampai ke bagian yang ditujunya.Wira berlama-lama memanjakan bagian bawah tubuhnya. Menekuk kaki Sully dan menunduk di antara paha wanita itu. Sully terkesiap sedetik, lalu terhanyu. Wira menyesapnya, mempermainkan dan memanjakan Sully dengan lidahnya. Hingga godaan Wira di titik paling sensitifnya, membawa Sully ke puncak kenikmat
Saptono terperangah beberapa saat di halaman. Setengah bingung, setengah terpukau. Lamunannya buyar saat Wira pelan-pelan menurunkan Sully dari gendongannya.“Pak, masuk dulu. Suami saya belum sarapan. Jangan pergi sekarang, ya," kata Sully pada Saptono.Kepala Saptono mengangguk-angguk otomatis. Tadinya, karena sebuah kabar yang baru ia terima, ia berencana mengajak Wira langsung berangkat pagi itu. Tapi, suara dan binar wajah Sully membuatnya lupa. Langkah kakinya bagai terhipnotis menuju teras rumah Pak Gagah.“Aku buatin teh dan roti. Tunggu di ruang tamu,” pinta Sully saat bicara dari balik tubuh Wira. Ia meninggalkan pintu depan sebelum“Sap! Masuk dulu.”Masih mengangguk-angguk, Saptono melepaskan alas kakinya di undakan tangga teratas dan melangkah menyeberangi teras. Dalam sepuluh menit pertama kedatangannya ke rumah Pak Gagah, Saptono sudah dua kali terperangah. Yang pertama karena melihat Wira keluar menyahuti panggilannya sambil menggendong istri, yang kedua karena ia disa
Sudah dua hari Pak Effendi merasa tak enak dengan hal-hal kecil yang mengganggu pikirannya. Hal remeh memang. Tapi sangat tak biasa. Beberapa di antaranya adalah seorang petani yang berhutang dan ditemuinya di perjalanan. Terjadi percakapan singkat di antara mereka.“Pak Iyan, apa kabar? Kemarin saya lewat kebun kenapa enggak kelihatan? Biasa Pak Iyan tanggal segini sudah setor panen? Yah … paling kalau lewat sehari dua hari pasti ada ngasih kabar, toh?”“Nah, itu, Pak. Saya baru aja berniat datang ke rumah Bapak. Tapi … sekarang belum sempat. Besok aja, ya. Sekarang saya permisi dulu. Buru-buru, nih.”Hal yang biasa saja bagi orang lain, tapi pertama kali dalam hidupnya Pak Effendi dibuat terperangah. Seorang petani yang memiliki hutang mengabaikannya. Hatinya mulai dihantui ketakutan bahwa para petani sedang mengikuti tren para debitur yang lebih galak ketimbang krediturnya.Kali kedua yang membuat Pak Effendi bingung adalah seorang petani yang juga memiliki hutang, tiba-tiba mendat
Dua orang pegawai koperasi masih duduk di kursi teras dan menatap majikannya seakan menunggu perintah.“Kalian cari tahu siapa penanggung jawab pembangunan vila di ujung desa itu. Apa orang desa ini juga? Saya bakal menghubungi perangkat desa buat nanya siapa pemilik asli proyek itu. Saya penasaran kenapa proyek itu dimulai bersamaan dengan petani-petani itu membayar hutangnya.” Pak Effendi menatap sepeda motor yang menghilang di kegelapan malam.“Dua orang aja yang bayar hutangnya, Pak?” tanya salah seorang pegawai koperasi.“Pakai ‘saja’ kamu ngomong? Yang dua itu saja mungkin bakal bikin petani lain berani berbuat hal yang sama. Kalian cari tahu itu aja. Kalau sampai ada warga desa yang terlibat di proyek itu dan ada hubungannya dengan pendana petani-petani itu, saya bakal habisi sekalian. Kalau perlu kita bakar proyeknya. Pengkhianat memang harus diperlakukan begitu. Mau untung dari petani, tapi menikung usaha saya.”Kedua pegawai koperasi tersentak mendengar kata ‘bakar’. “Apa en
“Wir, kamu dengar apa yang aku bilang tadi, kan? Soal Pak Effendi yang uring-uringan. Dua petani udah menerima uang dari perusahaan dan membayar hutang beserta bunganya ke Pak Effendi. Dua bagian kebun aren petani udah berhasil bebas. Sekarang surat-suratnya ada di tangan pengacara perusahaan.” Saptono bicara saat motor menuju ujung desa. “Sudah, Sap. ternyata baru dua orang yang berani mengalihkan pinjamannya ke perusahaan. Yang lain masih belum. Alasannya, pikir-pikir dulu. Padahal, sudah jelas mereka pasti takut sama pak Effendi.” Wira menjawab dari boncengan. “Kalau pergerakannya lambat begini, rencana kamu bisa berantakan, Wir,” sambung Saptono. “Engak apa-apa kalau petani menimbang matang keputusan mereka. Proyeknya juga sedang berjalan. Alat-alat berat sudah lengkap, kantor sementara juga sudah berdiri. Selama menunggu bahan bangunan, petani bisa berpikir dengan tenang.” Perjalanan menuju proyek itu kemudian diwarnai dengan keduanya yang diam melewati jalanan naik-turun berb
Sepeninggal Pak Effendi, Saptono langsung masuk ke kantor. Wajahnya lebih khawatir dari Wira. “Edan kamu, Wir. Udah siap betul kayanya nerima murkanya Pak Effendi. Apa enggak takut dia malah bikin macam-macam?”Wira yang sedang mengernyit berpikir hanya mengangkat bahu untuk menjawab Saptono. “Timnya pengacara … Bu Yulia maksudnya, datang jam berapa? Seperti biasa?” tanya Wira pada seorang pria yang menenteng helm proyek di tangan kanannya.“Seperti biasa, Pak. Mungkin sebentar lagi datang,” jawab pria itu.“Wira, semua buruh tukang tiba hari ini. Seperti yang kamu instruksikan kemarin, aku sudah membagi di mana mereka menginap. Sebagian di paguyuban, di kantor ini, juga tiga rumah warga yang kita kontrak. Sebagian buruh pekerja juga memakai warga sini. Untuk catering pekerja, aku limpahkan ke Mbak Ajeng, tapi katanya dia enggak sanggup ambil semua, jadi bakal pakai catering tambahan. Ternyata Mbak Ajeng punya sub-kontraktor juga, ya Wir. Dan sepertinya aku udah bisa jadi sekretaris k
“Masakanku ini memang enggak terlalu enak untuk bisa buat suamiku pulang makan siang ke rumah. Tapi kalau karena wanita glowing berpakaian rapi gitu bikin Mas betah dis ini, jangan lupa … aku lebih cantik waktu tiba di desa ini. Aku jadi begini karena ngikut Mas."Perkataan Sully memang tidak cukup keras untuk didengar orang lain. Suaranya teredam oleh alat-alat berat yang sedang bekerja dibarengi teriakan-teriakan mandor proyek. Suara chain saw yang tajam juga cukup membuat tiap orang meringis. Suara Sully memang teredam.Wira tersentak. Refleks menoleh ke bagian sekat triplek tempatnya tadi duduk bersama Saptono dan pengacara wanita bernama Yulia. Ketika mengerling Sully, wajah wanita itu semakin kesal.“Lis, Mas enggak paham maksud kamu. Mas memang ngomong enggak bisa pulang makan siang. Tapi bukan karena Mas duduk betah dengan ibu pengacara itu. Mas belum lama duduk di sana. Kamu cemburu?”“Aku? Cemburu?” Sully menelan ludah menatap Wira lekat-lekat. Ia merasa lututnya lemas. Tang
Halo ....Selamat pagi Boeboo tersayang pembaca juskelapa. Semoga semuanya dalam keadaan sehat dan baik-baik saja.Di sini saya mau menginformasikan bahwa novel ISTRI NAKAL MAS PETANI sudah tamat di Bab 280. Apabila kemarin ada penulisan TO BE CONTINUED di akhir bab 280 itu adalah kesalahan penulisan dan error revisi yang terlalu lama. Jangan lupa aplikasinya di-update agar mendapat tampilan terbaru dari GOODNOVEL yang semakin kece ya. Nantinya ISTRI NAKAL MAS PETANI akan diberi bonus chapter di saat kita semua sudah rindu.Kabar gembira giveaway-nya adalah MAS WIRA & SULIS akan memberikan merchandise sederhana untuk 50 orang pertama di peringkat GEMS 1-50. Bagi yang namanya tertera di peringkat tersebut bisa mengirimkan alamat ke :ADMIN JUSKELAPA melalui pesan singkat dengan nomor 0 8 2 2 -5 7 8 5-1 2 3 8 dengan menyertakan tangkapan layar peringkat GEMS (vote).AtauBisa kirim pesan melalui sosial media inssstagram ketik : juskelapa_ di pencarian. Buat yang belum beruntung bisa men
Pak Gagah ikut mengangkat gelas teh dan meneguk isinya hampir setengah. Baru menyadari nikmat bertukar cerita yang selama ini diamatinya pada kaum perempuan ternyata juga bisa ia rasakan. Sungguh Pak Gagah ataupun Pak Mangun tidak pernah menyangka bahwa hal yang mereka anggap sebagai tindakan tercela bisa mereka ubah menjadi sesuatu yang membawa masa depan baik untuk desa. “Kamu memang tidak berniat menjodohkan Bagus dan Ratna, kan, Gah?” Pak Mangun meletakkan cangklong di sudut bibirnya. Pak Gagah menggeleng-geleng. “Tidak…tidak. Aku tahu maksud Effendi menekan Ajeng soal hutang dan sertifikat kebun pasti berkaitan dengan Bagus. Ratna itu mondar-mandir terus di dekat rumah sini. Setiap berpapasan jalan yang ditanya Bagus. Tapi Bagus, kan, di Riau.” Pak Mangun tergelak. “Oh, sekarang aku ingat. Karena Ratna sering ke sini kamu jadi kepikiran ide buat ngomong kalau Bagus dijodohkan dengan Ratna.” “Alasan perjodohan itu ditambah dengan banyaknya petani yang terjerat hutang di Effend
Desa Girilayang itu terletak di kaki Merapi. Awalnya desa itu hanya berisi 12 kepala keluarga dengan 34 jiwa. Kakek buyut Pak Mangun dan Pak Gagah disebut-sebut sebagai orang pertama yang tinggal di desa itu untuk pertama kalinya. Secara geografis Desa Girilayang merupakan sebuah punggung bukit yang diisolasi oleh dua jurang di sisi sebelah barat dan timur. Itu sebabnya sebelum pembangunan jembatan seluruh warga desa harus berjalan memutari bukit dan cukup lama berada di jalan untuk bisa sampai ke kota.Pada sebuah peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia Wira pernah menyampaikan pidatonya yang mengatakan bahwa Desa Girilayang adalah tempat di mana semua warganya menjaga adat istiadat yang merupakan warisan leluhur. Juga melestarikan tempat-tempat wisata sejarah berikut pemandangan alam cantiknya untuk mendongkrak kemajuan desa dalam bidang pariwisata.Semua orang setuju dengan apa yang disampaikan Wira dan setuju dengan apa yang dilakukan Kepala Desa Girilayang terpilih itu u
Morning sickness yang dialami Sully berlangsung sampai kehamilannya menginjak usia delapan bulan. Sully mulai kuat terhadap bau-bauan dan bisa makan dalam porsi yang lebih banyak. Jika sebelumnya ia sulit menelan air dingin, masuk bulan kedelapan Sully sudah bisa memanjakan lidahnya dengan es teh manis. Seluruh keluarga besar Pak Gagah ikut senang dengan perubahan baik itu. Sully yang ceria sudah kembali. Pagi hari Sully ikut mendampingi anak-anaknya mandi dan makan. Kerjanya tak hanya bergulung di ranjang saja. Sully sudah mulai rajin seperti biasa. Ia juga mulai menggoda Wira dengan meremas bokongnya atau menggaruk perut pria itu. Wira menyambut bahagia godaan-godaan Sully. Sudah cukup lama pemenuhan kebutuhan batinnya berdasar mood istrinya itu. Menunggu belas kasihan Sully yang mau memberikan dengan sukarela tanpa mulut mengerucut. Memasuki bulan kedelapan mereka sudah kembali bercinta dengan hangat. Kehamilan yang terbebas dari morning sickness, tiga anak laki-lakinya sehat, pa
Kedatangan keluarga Pak Gagah yang hanya berjarak seminggu sebelum pesta pernikahan Oky membuat Pak Anwar menyusun agenda sepadat mungkin untuk mengajak besan berkeliling kampunghalamannya.Hal pertama yang dilakukan Pak Anwar adalah mengajak Pak Gagah melihat kebun kelapa Sully yang dibelikan Wira. Dalam perjalanan menuju kebun itu tak lupa Pak Anwar menunjukkan jalan hasil pengaspalan yang didanai oleh Wira.“Lihat seberapa panjangnya jalan menuju ke kebun kelapa ini, kan? Nah, ini semua Bagus yang mengaspal. Warga yang sudah lama mengharapkan perbaikan jalan bisa ikut menikmati yang dilakukan Bagus. Apa yang dilakukannya ini membawa banyak kebaikan. Bahkan warga yang tidak kenal Bagus secara pribadi malah mengenal namanya. Pernah sekali waktu saya ke kebun kelapa, ada seorang pria yang baru pulang merantau menanyakan soal jalan yang bagus. Orang tuanya langsung mengatakan jalan ini diaspal menantunya Pak Anwar. Namanya Bagus.” Pak Anwar terkekeh-kekeh senang saat menceritakan kisah
Rombongan itu benar-benar ramai. Tiga generasi melalui perjalanan panjang berpindah-pindah moda transportasi. Pak Gagah yang sudah lama tidak melancong jauh bangun paling pagi dibanding yang lain. Pria tua itu mengecek semua bawaan mereka untuk kesekian kalinya.Perjalanan hari itu dimulai dengan Asmari dan seorang supir dari pabrik yang diminta mengantar ke bandara.“Asmari ikut juga, kan, Gus? Masa Hendro resepsi Asmari enggak ikut?” Belum apa-apa Pak Gagah sudah protes karena Asmari yang belakangan dekat dengan Hendro tidak terlihat memiliki tentengan.“Asmari ikut, Pak. Nanti setelah mengantar kita ke terminal keberangkatan dia titip mobil di parkir inap bandara. Asmari berangkatnya satu pesawat bersama Pretty dan ibunya.” Wira baru saja melepas Asmari untuk meletakkan mobil di parkir inap. Pak Gagah yang sedang menggendong Bima pun sepertinya masih punya banyak waktu untuk memperhatikan orang sekitar.“Bapak capek? Bima bisa diletak dulu di stroller. Gantian sama Tika. Dari tadi
Dan bukan Sully namanya kalau segala yang ia lakukan tidak menimbulkan kehebohan orang sekeliling. Malam itu setelah mengutarakan keinginannya dengan cara merajuk, Wira menyanggupi semua hal yang akan dilakukan oleh istrinya itu agar mereka mendapatkan seorang bayi perempuan.Pertama-tama mereka berdua mendatangi praktek Dokter Masayu untuk berkonsultasi. Sully santai saja saat mengutarakan keinginannya. Raut dan gesture-nya sangat percaya diri seperti biasa. Terutama saat Dokter Masayu bertanya, “Sulis sudah mau program bayi perempuan? Awang belum dua bulan.” Dokter Masayu mengingatkan.Wira yang masih mengenakan seragam cokelat mengangguk yakin. “Katanya mau sekarang aja, Dok. Biar sekalian aja.”“Kalau bisa sekarang kenapa harus nanti gitu, Dok. Kemarin hamilnya Awang juga bisa secepat itu. Saya mau tahu tips-tips khusus buat hamil anak perempuan.” Sully bicara dengan kedua tangannya yang melingkari lengan Wira. Ia sudah tidak peduli lagi dengan komentar ketiga kakaknya. Karena jik
Bisa dibilang Sully memasuki masa sedang repot-repotnya. Ulang tahun pertama pabrik pengolahan aren PT. Putra Pertiwi Wira hadir sendirian. Ulang tahun pabrik yang harusnya bersamaan dengan ulang tahun si kembar ternyata perayaannya harus dilewatkan karena Sully baru melahirkan putra ketiganya.Putra ketiga Sully dan Wira lahir di bulan yang sama dengan kelahiran Bima dan Sakti. Dan keluarga Sully kembali datang dengan formasi yang sama. Sari; kakak Sully adalah orang yang pertama kali tertawa terbahak-bahak setelah mengetahui kehamilan adiknya.Dan hari itu, satu bulan setelah Sully melahirkan Sari kembali datang dengan anak bungsunya yang mulai belajar jalan. Dari ketiga kakak Sully, Sari pulalah yang menggendong putra ketiga adiknya itu sambil mengatakan, “Selamat datang putra ketiga adikku yang dulunya setiap hari ngomong jangan banyak anak.”Karena itu Sully mengerucutkan bibir memandang kakaknya.Keramaian ulang tahun pertama pabrik pengolahan aren PT. Putra Pertiwi memang senga
Sully sudah melupakan tentang percintaan sore yang dilakukannya dengan penuh semangat dan keringat. Fokusnya sementara hanya tertuju merawat putra kembarnya dan mengerjakan dua tawaran endorsement yang sudah ia sanggupi. Ada dua iklan yang videonya sedang mereka garap. Pil pelancar ASI dan produk korset pelangsing perut. Kedua endorsement itu diterima Sully dengan penuh suka cita. Terlebih tenaga ‘babysitter’ si kembar masih melimpah ruah.Semua orang di rumah sedang berlomba-lomba menjadi sosok yang paling bisa menaklukkan hati si kembar. Semua ingin mendapat sebutan orang yang paling bisa membuat si kembar langsung tenang saat menangis. Termasuk Pak Anwar dan Bu Dahlia yang biasanya sering berdebat kecil. Suami istri itu kini terlihat kompak menjaga cucu laki-laki dari anak bungsu mereka.“Kita harus sering-sering bikin konsep video begini. Biaya produksinya kecil, mengedukasi, juga anti ribet-ribet klub.” Sully sedang membereskan kotak make-upnya.“Konsepnya emang bagus, tapi nggak