Share

Bab 3. Raga Tanpa Jiwa

Author: The Lucky
last update Last Updated: 2024-03-19 10:55:14

“Masuk ke kamarmu, Nesa!” Bara yang kini mencengkeram kerah kemeja lusuh pemuda yang diakui sebagai pacar Nesa itu menatap Nesa dengan tajam.

Nesa menggeleng lalu yang membuat Bara tercengang adalah gadis itu tiba-tiba berlutut dan menyentuh kakinya. “Saya mohon lepaskan Bagus dan saya, Mas. Kami saling mencintai.”

Air mata Nesa yang memang sudah membasahi pipi kini mengalir lebih deras. “Saya mohon, Mas Bara.”

Mata Bara menyipit dan melepas cengkeraman tangannya. “Kamu tahu konsekuensinya, kan?”

Nesa mengangguk. “Saya akan bekerja keras untuk melunasi utang Bapak. Saya berjanji.” Suara Nesa mengandung permohonan yang sangat. Kehadiran Bagus di depannya membuat ketabahannya menerima nasib sebagai istri tebusan otomatis goyah.

Sambil berkacak pinggang, Barata tertawa. “Kamu tahu berapa nominal utang bapak kamu?”

Nesa menggeleng lemah.

“300 juta, Nesa. 300. Dan itu semuanya uang, bukan daun!” Bara menunduk, memandang gadis itu dengan perasaan kecewa dan sakit. Secinta itukah Nesa dengan pemuda bernama Bagus itu?

“Sampai kamu bekerja siang-malam tanpa henti pun mustahil mampu menghasilkan uang sebanyak itu.”

“Pak Bara, saya berjanji akan melunasi utang calon mertua saya. Bapak hanya perlu memberi kami waktu.” Bagus turut bersimpuh dan seolah meminta belas kasih lelaki yang ingin menjadikan kekasihnya istri tersebut.

Bara lagi-lagi tertawa. “Kalian pasangan konyol. Setidaknya gunakan logika sebelum berkata. Memang, pekerjaanmu apa, anak muda?”

“Saya pegawai konter.” Bagus menjawab dengan agak ragu. Tahu kalau lelaki itu pasti akan mengejek profesinya.

Dan benar saja, tawa Bara seketika pecah mendengar jawabannya. “Pergi dari rumahku sebelum kesabaranku benar-benar habis!” hardik Bara kepada Bagus.

Sementara tatapannya melembut saat berkata pada Nesa. “Dan kamu Nes, masuk kamar sekarang.”

Nesa menggeleng. “Nggak, Mas. Saya akan pergi dari sini bersama Bagus.”

Lalu Nesa menggapai tangan Bagus. “Ayo bawa aku pergi, Gus.”

Bagus mengangguk dan berdiri. Merengkuh tubuh kecil Nesa untuk dia bawa pergi.

“Tidak semudah itu, anak muda!” Bara yang geram melihat itu langsung mengurai tangan Bagus dari tubuh Nesa. Lalu dia menendang keras betis pemuda itu sebelum akhirnya membopong Nesa.

“Romi! Di mana kamu! Ceroboh sekali membiarkan penyusup masuk rumahku!” Sambil membawa Nesa dalam gendongannya, Bara berteriak marah pada sosok tangan kanannya. Sementara dadanya menjadi objek pukulan Nesa. Gadis itu meraung minta dilepaskan sambil memanggil nama kekasihnya.

“Mas bos.” Seorang lelaki tergopoh-gopoh datang dengan raut cemas. “Maaf, saya tidak tahu kalau ternyata dia membawa masalah. Dia bilang sepupu Mbak Nesa.”

“Urus dia. Kirim dia ke mana saja dan pastikan tidak akan kembali ke sini mengacaukan pernikahanku!”

Romi mengangguk lalu berlari pada Bagus yang tampaknya sudah siap mengejar Bara. Dia segera menelikung tangan Bagus. “Jangan menyusahkan dirimu sendiri, Nak! Bersikaplah baik jika kamu ingin tetap hidup.”

“Dia pacarku! Siapa orang itu yang berani mengambilnya dariku!” Bagus berusaha membebaskan tangannya, tapi justru kesakitan yang dia rasa.

Sambil menyeret pemuda itu keluar, Romi membalas, “Kamu sangat tidak sadar diri.”

“Nesa! Aku berjanji akan membawamu kembali, Nesa! Tunggu aku!” Bagus berteriak ke arah di mana dia melihat Bara membawa kekasihnya menaiki tangga. “Aku mencintaimu, Nes! Tolong bersabarlah!”

Romi yang mendengar itu menggeleng geli. Romansa anak muda memang konyol.

Romi membawa Bagus hingga teras depan tanpa melepaskan tangan pemuda itu. Lalu dia berteriak memanggil dua orang yang biasanya ditugaskan memeriksa dan menjaga keamanan rumah.

“Ikat kedua tangannya dan buang dia jauh dari sini.” Romi mendorong Bagus ke arah dua lelaki yang berdiri di depannya. “Pakai mobil box, Ndre.” Tangannya menuding kendaraan yang terparkir beberapa meter darinya.

Orang yang bernama Andre itu mengangguk sambil meringkus tangan Bagus. Sementara Bagus tak hentinya meronta dan berteriak kesakitan saat kakinya ditendang waktu dia hendak menendang duluan.

“Ada baiknya kamu diam, anak muda,” peringat Andre pada Bagus yang masih meronta dan ingin masuk ke dalam.

Romi menggeleng dan merasa sedikit prihatin saat matanya memandang pemuda itu diseret ke dalam mobil box. “Cinta memang hanya memberi sakit dan penderitaan. Semoga saja aku dijauhkan dari virus cinta itu.”

Sementara di dalam sana, di ruangan Nesa, kedua tangan gadis itu enggan melepaskan kaki Bara yang hendak melangkah pergi. Air matanya terus berderai seiring bibirnya menguntai permohonan. “Tolong biarkan saya pergi. Mas Bara cuma akan dapat perempuan jelek dan kampungan jika menikahi saya. Mas bisa dapatkan perempuan yang lebih layak untuk Mas.”

Bara menunduk, hatinya diselimuti emosi campur aduk. Ada rasa sedih dan iba melihat Nesa dirundung pilu, tetapi jiwa egoisnya tak mau kalah. Dia sangat menginginkan Nesa di sisinya dan itu segera terwujud besok.

Akhirnya dia berjongkok, menulusuri rambut legam gadis bersimbah air mata itu dengan jarinya. “Nesa, tidak ada perempuan yang saya inginkan selain kamu. Kamu yang paling layak untuk saya.”

Kini Bara membingkai wajah Nesa dengan tangannya. Tatapannya semakin dalam. “Besok, kamu akan menjadi milik saya seutuhnya, untuk sementara kita hanya nikah secara agama karena saya tidak sanggup menunggu waktu itu lebih lama. Pernikahan negara memerlukan banyak waktu untuk mempersiapkan segala sesuatunya. Tapi saya berjanji, Nes. Akan saya buat kamu perempuan paling bahagia.”

Bara memajukan wajah untuk mencium kening Nesa, tetapi gadis itu segera menghindar. Dia menggeleng. “Kebahagiaan saya hanya ada bersama Bagus, pacar saya.”

Bara membuang napas kasar. Rasanya kesabarannya menipis, tetapi dia tak ingin menyakiti Nesa secara fisik. Cukup batin gadis itu saja yang terluka. Dan dia berkeyakinan suatu saat dapat menyembuhkan luka yang diciptakan olehnya.

Akhirnya Bara berdiri meninggalkan Nesa yang masih berkutat dengan air mata kesedihannya. Sebelum lelaki jangkung itu mengunci pintu kamar Nesa dari luar, dia mendengar gadis itu berteriak padanya. “Kalaupun kamu berhasil nikahi aku, kamu nggak akan dapat keuntungan apa-apa. Kamu cuma dapat raga tanpa jiwa. Dan rasaku udah benar-benar mati. Setelah ini, silakan bercinta dengan robot, Tuan Barata!”

Bara menyandarkan punggungnya pada pintu. Di dalamnya masih terdengar raung nestapa gadis yang telah dipisahkan dari cintanya. Kelopak mata Bara mengatup. “Bahkan jika memang hanya tubuhmu yang kumiliki, Nes, aku tetap perlu bahagia. Memang itu yang kuinginkan. Itulah faktanya, keseluruhan fisikmu adalah obsesiku, terutama wajahmu.”

“Mas bos, ada yang perlu saya kerjakan lagi?” Romi yang dari teras depan menghambur ke arah majikannya. Dia melihat air muka mas bosnya itu kelelahan dan penuh kerumitan.

Bara membuka kelopaknya, wajah orang yang bertahun-tahun menjadi kepercayaannya langsung menyambut penglihatannya. “Tidak, pastikan saja kejadian tadi tidak terulang lagi di masa depan. Periksa dengan teliti siapa pun tamu yang ingin menemui Nesa.”

Romi mengangguk paham. “Siap.”

“Apa segala sesuatunya sudah siap dan sempurna untuk hariku besok?” Barata ingin memastikan pernikahannya berjalan lancar dan sempurna tanpa kendala. Pokoknya, besok Nesa harus sudah berganti status menjadi istrinya—Nyonya Barata Kusuma.

Bibir Barata tersenyum puas saat Romi mengangguk sebagai jawabannya. Lalu dia bertanya, “Rom, apa menurutmu mereka memiliki perbedaan?”

Related chapters

  • Istri Mungil Milik Tuan Tanah   Bab 4. Bersabar Menunggu Kamu Menerima Saya

    Romi yang ditanya seperti itu langsung menjawab, “Kalau boleh jujur sih, Mas, Nesa lebih cantik. Dan ada perbedaan jelas karakter mereka. Nesa tampak polos dan murni, tidak memiliki muslihat—”Mendengar kata muslihat membuat hati Barata seketika dingin. “Yang kutanyakan bukan tentang karakter, tapi fisik. Ah, lama kelamaan kamu jadi seperti Tuan Kusuma yang terhormat.”Barata berlalu setelah melontarkan kalimat sarkasme yang membuat temannya itu menggigit lidahnya sendiri sebab sudah berani berkata jujur. Seharusnya dia tak lupa kalau majikannya sangat sensitif terkait sifat dan sikap gadis masa lalunya. Bosnya itu seolah selalu menulikan telinga jika kejelekan gadis itu diungkit. “Mas, Mas, padahal jelas-jelas perempuan itu mengkhianati kamu.” Romi menggeleng sambil memandang punggung majikannya semakin menjauh.Keesokan harinya, pagi-pagi sekali Nesa dibangunkan Mbok Dami untuk bergegas ke kamar mandi. Nesa membuka kelopak matanya dan langsung meraih tangan perempuan itu. “Mbok, to

    Last Updated : 2024-03-20
  • Istri Mungil Milik Tuan Tanah   Bab 5. Kehebohan Akibat Nesa

    Wajah panik Romi langsung terlihat setelah Bara membuka pintu. “Katakan dengan jelas, Rom,” tuntutnya tak sabar. Pasti ada yang salah.“Lele, gurame dan lobster di semua kolam mati, Mas bos. Sepertinya ada pihak yang menyabotase.”“Kurang ajar!” Bara langsung mengambil langkah lebar. Tujuannya tentu saja ke tempat budidaya ikan-ikan yang menjadi salah satu ladang bisnis pencetak uangnya yang saat ini telah diobrak-abrik orang tak bertanggung jawab, dengki dan tak senang dengan kesuksesannya.Romi menyusul dengan berlari. Tempat itu berada kira-kira 20 meter dari gerbang belakang rumah. Nesa mengernyit melihat keributan itu. Dia sempat melihat Bara yang murka dari jendela kaca. Tiba-tiba berkelebat dalam benaknya, bukankah ini adalah peluang? Mungkin Tuhan merasa iba padanya dan memberinya kesempatan untuk kabur.Tanpa pertimbangan lagi, Nesa cepat-cepat berlari menuruni tangga. Ketika berpapasan dengan Mbok Dami, perempuan itu menyapanya dan dia mengatakan ingin melihat-lihat sekitar

    Last Updated : 2024-03-20
  • Istri Mungil Milik Tuan Tanah   Bab 6. Ketakutan Nesa

    Barata sampai di desa Nesa setelah empat jam perjalanan. Dia langsung disambut sang mertua dengan informasi yang sangat tidak dia harapkan. “Nesa tidak ada di sini, Tuan.” Raharja berbicara dengan takut. Khawatir menantu kayanya itu akan murka padanya. “Panggil saja Bara, saya menantu Bapak sekarang.” Di luar perkiraan, justru menantunya itu bersikap jauh dari kata murka. Barata tampak mampu mengendalikan emosi.Bara lantas memeriksa rumah yang hanya sepetak itu untuk memastikan. Dia mengetatkan rahang, istrinya memang tak ada di sana. Ke mana gadis itu pergi? Selama perjalanan pun netranya menyisiri jalan kalau-kalau melihat istrinya. Tetapi, sekadar bayangannya pun tak dia dapati. Barata menjadi semakin khawatir.“Pemuda itu ... pacar Nesa, di mana rumahnya?” Barata bertanya dengan nada tak sabar. Melihat ikatan emosi Nesa dan Bagus malam itu, instingnya berkata kalau sewaktu-waktu Nesa pergi ke rumah pemuda itu untuk menemuinya atau mungkin saat ini Nesa memang sudah berada di sa

    Last Updated : 2024-03-27
  • Istri Mungil Milik Tuan Tanah   Bab 7. Kekhawatiran Barata Terhadap Nesa

    “Oh, Bapak baru ingat,” sahut Pak Agung. Lalu dia melihat Nesa dan bertanya, “Kamu disekap di tempat kayak apa, Non?”“Di gubuk, dindingnya berupa bambu, Pak,” jawab Nesa berbohong. Dalam hati dia bergumam, semoga saja orang-orang yang mengelilinginya ini tak menaruh curiga padanya.“Padahal di hutan itu ada rumah Tuan Barata lho, Non. Banyak pegawainya juga di sana. Bapak heran kok yang nyulik kamu itu berani berbuat macam-macam di wilayah Tuan Barata. Kamu nggak lihat di sana ada rumah besar yang dikelilingi tembok tinggi?”Nesa menelan ludahnya dan mencoba menyembunyikan kegugupannya. Andai Pak Agung tahu bahwa nama orang yang disebutnya barusan merupakan tersangka dalam kasus ini. Kemudian Nesa menggeleng setelah kepalanya menemukan jawaban. “Saya dibius saat tidak jauh dari rumah. Setelahnya tahu-tahu sudah ada di gubuk itu dengan beberapa orang yang mengawasi saya. Jadi, saya nggak tahu tentang rumah tuan yang Bapak sebut itu tadi.” “Gimana cara kamu kabur dari sana?” Bu Agung

    Last Updated : 2024-03-28
  • Istri Mungil Milik Tuan Tanah   Bab 8. Sampainya Nesa di Rumah Bagus

    “Non, hati-hati, ya. Kamu harus bisa jaga diri. Kalau bisa kejadian kemarin jangan sampai terulang lagi.” Bu Agung merangkul tubuh Nesa, mengantarnya sampai depan pickup yang akan mengantarnya pulang. Sementara Pak Agung sudah berada di balik kemudi kendaraan usang tersebut.Nesa tersenyum serta kepalanya mengangguk. Hampir dua hari berada di rumah ini, Nesa seperti mendapatkan keluarga baru. Mereka memperlakukan Nesa dengan baik dan hangat layaknya saudara jauh yang sudah lama hilang komunikasi lantas berkunjung secara tiba-tiba memberi kejutan. Hati Nesa benar-benar menghangat.Bu Agung melepas Nesa, kini giliran Indah yang merangkulnya dan gadis itu berbisik di telinganya, “Mbak, Indah tahu Mbak Nesa menyembunyikan sesuatu, tapi apa pun kebenarannya, Indah harap semuanya akan baik-baik saja.” Nesa mengerjapkan mata. Jadi, gadis yang tampak polos ini selama ini mengamatinya dan tahu kalau dia berbohong, tetapi tidak mencoba mendesaknya berkata jujur? Sontak, Nesa hilang kata-kata m

    Last Updated : 2024-03-29
  • Istri Mungil Milik Tuan Tanah   Bab 9. Nesa dalam Bahaya

    “Nes, ke mana aja kamu?” Suhana itu sepertinya orang yang suka penasaran dan takkan berhenti sampai keingintahuannya mendapat jawaban. Dia mengguncang lengan Nesa tatkala gadis itu terlihat melamun. Nesa mengangkat pandangannya dari lantai. Setelah mencocokkan informasi dari Suhana, dia menarik kesimpulan—Bagus belum sempat pulang semenjak kedatangannya ke rumah Barata waktu itu. Satu memori melintas di kepala, kalimat perintah Barata kepada Romi malam itu terngiang-ngiang di telinga. Air matanya merebak, kekasihnya mengalami kesulitan karena dirinya. Dan amarah serta kebenciannya pada Barata bertambah berkali-kali lipat. “Ke mana kamu buang pacarku, Mas Bara? Belum puaskah kamu merampas kebahagiannya dengan memisahkan kami? Dan kamu sepertinya nggak akan berhenti sampai membuatnya menderita dengan terluntang-lantung di jalanan.” Hati Nesa begitu pedih seiring bait demi bait kesedihan menggedor dari dalam sana. “Oh, Bagus, semoga kamu baik-baik aja.” Tak terasa bibirnya menggumam p

    Last Updated : 2024-03-30
  • Istri Mungil Milik Tuan Tanah   Bab 10. Nesa dan Lelaki Asing

    Bulu mata lentik itu berkedip beberapa kali, bergerak dengan lemah seirama gerakan kelopak mata yang dipayunginya. Rasa pening langsung menyergap gadis yang sedang telentang dengan keadaan tak berdaya, menuntun tangannya terangkat ke pelipis untuk memberi sentuhan meredakan di sana. Suara lenguhan keluar dari sela bibirnya yang mungil, dan kesadaran yang tiba-tiba membuatnya menyentakkan punggung ke kepala ranjang. Dia bangkit secara spontan, mengabaikan kondisi sekujur tubuhnya yang terasa seperti remuk oleh sebab diremas tangan-tangan besi.“Mereka berhasil menangkapku!” memori terakhir yang dapat direkam kepalanya sebelum dia menemukan kesadarannya adalah wajah lelaki yang berjarak tak kurang sejengkal dari wajahnya—menyeringai iblis kepadanya.“Sudah berapa lama aku nggak sadarkan diri?” tanyanya pada diri sendiri. Tangannya mengusap tengkuknya berulang kali.Meskipun rasa sakit begitu menggelayut, Nesa memaksa mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan. Ini bukan kamar yang di

    Last Updated : 2024-03-31
  • Istri Mungil Milik Tuan Tanah   Bab 11. Dalam Cengkeraman Pria Lain

    Tampang lelaki yang dipanggil Awan itu terlihat kesal saat menoleh pada suara yang menyerukan namanya, yang bergerak semakin dekat padanya dengan pelan, namun pasti. Bibirnya berdecak tak suka sebab kegiatan menyenangkannya diinterupsi. “Harusnya aku curiga waktu kamu mengajukan diri turun ke lapangan, alih-alih menyerahkan tugas sepele itu pada anak buahmu,” kata lelaki tua yang diikuti beberapa orang di belakangnya. Berdiri di depan sang putra dengan tongkat wallker di tangan kanannya, matanya memicing penuh selidik. “Kamu memang pemburu andal, Nak. Tapi kali ini kubur dulu bakatmu yang itu.”Si lelaki tua dengan gaya parlente itu melirik sekilas gadis yang raut mukanya dihiasi ketakutan yang dominan. “Memang kenapa, Ayah?” Awan mendengkus tak senang. “Aku yang menemukannya, maka terserahku mau ku apakan dia.”Bulu kuduk gadis yang menjadi topik pembicaraan bergidik mendengar itu. Kali ini Nesa melafalkan doa dalam hati, semoga Tuhan menolongnya lagi, lolos dari lingkaran setan le

    Last Updated : 2024-04-01

Latest chapter

  • Istri Mungil Milik Tuan Tanah   Bab 45. Para Pendemo

    “Terus pantau dia.” Seorang pria berbicara melalui saluran telepon genggamnya. Sorot matanya terlihat berkilat-kilat licik, sementara satu sudut bibirnya terangkat. Saluran komunikasi dia matikan, pria itu lalu menelepon kontak lain, seseorang yang sudah dengan sangat siap menerima perintah. “Tau apa yang musti kamu lakukan?” tanyanya pada seseorang di seberang. “Tau, Juragan. Saya akan melakukan sesuai perintah Juragan.” Terdengar suara di seberang menjawab, mengundang senyum puas terbit di bibir si lelaki paruh baya yang terlihat masih bugar dan muda, seakan usia hanyalah angka baginya. “Bagus. Jangan kecewakan aku, Ramli,” tekan pria itu setengah mengancam, lalu mematikan sambungannya secara sepihak. Beberapa detik kemudian, pria itu tampak menyimpan kembali telepon pintar miliknya ke dalam saku. Lalu tangannya terangkat ke dagunya yang ditumbuhi bulu dengan lebat, mengusap-usapnya dengan lembut. “Barata, Barata. Beberapa tahun nggak nemu cara balas dendam ke kamu, sekarang akh

  • Istri Mungil Milik Tuan Tanah   Bab 44. Jackpot

    “Roman-roman mukamu kok kayak orang kurang asupan gizi, Bar,” ledek Naren yang melihat sahabatnya itu tidak bersemangat. Dua hari setelah kejadian di restoran malam itu, hari ini akhirnya Naren berkunjung ke kediaman sahabatnya. Selain berniat silaturrahmi, dia juga ingin memastikan keadaan Nesa, perempuan yang akhir-akhir ini terbayang di benaknya. Apakah dia baik-baik saja karena sikap dingin Barata hanya saat itu saja dan sesampainya di rumah hubungan mereka kembali hangat, atau sedih karena dampak kejadian itu menjadi berlarut-larut. Sungguh, Naren sudah berusaha menghapus wajah Nesa serta kekagumannya terhadap istri sahabatnya itu, tetapi wajah Nesa masih kerapkali muncul. Dan ... dia memiliki kerinduan terhadap sosok gadis itu.“Efek begadang, ngecek-ngecek kolam,” sahut Barata, sambil melarikan perhatiannya pada ikan-ikan di kolam. Sementara tangannya melempar pakan, terlihat gurame-gurame itu berebutan.“Lah, apa gunanya itu Romi? Terus itu orang-orangmu? Mereka makan gaji bu

  • Istri Mungil Milik Tuan Tanah   Bab 43. Berjuang dari Awal Lagi

    “Oh, aku lupa kalau ini memang kamarmu,” kata Nesa, melihat Barata yang tampak keras kepala—enggan meninggalkannya. “Seharusnya aku sadar diri. Kalau begitu, biar aku yang keluar.”Nesa berusaha berdiri dengan kekuatannya yang lemah, menyeret kakinya ke pintu. Jiwa Barata kian diterjang rasa bersalah kala melihat kondisi kaki sang istri. Seharusnya dia lebih mampu mengolah emosi, tetapi yang terjadi justru kalap karena terlalu dikuasai api cemburu. “Biar saya saja yang keluar,” ujar Barata. “Tapi setelah saya obati kaki kamu.”“Aku nggak butuh diobati. Kakiku baik-baik aja.” ‘Karena yang beneran sakit adalah hatiku. Kejadian ini dan kamu yang tempramen membuatku menjadi ragu buat memulai hubungan kita. Padahal sebelumnya aku berniat menerima takdir ini, mulai membuka hati buatmu, tapi—’“Auww!” Nesa memekik terkejut merasakan tubuhnya melayang, tahu-tahu dia sudah berada di atas kedua lengan suaminya. Lengannya pun secara reflek mengalung di leher Barata. Barata mendudukkan Nesa

  • Istri Mungil Milik Tuan Tanah   Bab 42. Efek Cemburu

    Semua kepala lantas menoleh pada sumber suara. Dalam sekejap, pria yang berjalan perlahan itu menjadi pusat atensi tiga sosok dengan sorot mata berbeda. Barata dengan pandangan menusuk, tatapan Narendra yang menelisik dan Nesa yang memandang dengan jijik. “Siapa yang kamu sebut kelinci kecil, Pecundang?” Tatapan Barata yang penuh permusuhan dia kirimkan pada Awan. Sementara sang istri meremas tangannya dengan gelisah. Barata merasakan telapak kecil itu basah oleh keringat. Dia tahu respons tubuh sang istri diakibatkan syok melihat keparat itu. Putra dungu Tuan Wirang itu pernah menyandera Nesa dan Barata yakin terjadi hal yang tidak menyenangkan selama Nesa dalam genggaman si pecundang itu. “Kalau yang kamu maksud itu istriku, maka tarik lagi ucapanmu itu kecuali dirimu ingin kubuat babak belur tidak berdaya di atas tanah, seperti waktu itu, heh!” Barata bukan hanya menggertak, sebab dia sudah mulai menyingsing lengan kemejanya hingga siku, bersiap bertarung. Melihat pertunjukan t

  • Istri Mungil Milik Tuan Tanah   Bab 41. Penasaran dengan Nesa

    Narendra seperti dihantam palu tepat di jantungnya kala mendengar klaim Barata. Cintanya layu sebelum berkembang. “Istrimu?” Bahkan dia tak sadar bibirnya bergerak, menunjukkan kalimat yang baru saja menelusup ke telinga begitu mengejutkan. Matanya mengerjap lambat, masih mencoba mencerna. Bahkan, atensinya masih terpaku pada sosok yang dia asumsikan sebagai Anggun—adik Barata, beberapa saat lalu. “Kami menikah sekitaran sebulanan yang lalu,” jelas Barata dan dia kesal melihat Narendra. “Hei, tatap aku. Aku sedang berbicara.”Barata meraih tangan Nesa di bawah meja lalu mengangkatnya ke permukaan, menggenggamnya di atas meja. Dia sengaja melakukan itu untuk menegaskan bahwa Nesa miliknya. Narendra menelan kekecewaan dan berjuang menyembunyikannya dari dua sosok yang duduk bersebelahan itu. Dia mencoba mengulas senyum dan kini tatapannya jatuh pada Barata. “Aku nggak dengar kabar pernikahanmu. Anak-anak juga nggak ada yang ngabarin,” tutur Narendra. Anak-anak yang dikatakan itu meru

  • Istri Mungil Milik Tuan Tanah   Bab 40. Jaga Pandanganmu, Dia Istriku!

    “Katakan kalau kamu bukan bidadari yang sedang tersesat di bumi.” Nesa tersenyum tersipu, balas memandang suaminya yang sedang mengagumi pantulan dirinya di cermin. “Kamu ... sangat cantik, Nes,” puji Barata dengan bangga, dagunya bertumpu pada pundak Nesa yang terbuka. Sementara tangannya melingkari perut sang istri yang malam ini tampak seperti peri—cantik, mungil, murni.Barata sangat bersyukur, sepulang dari desa Nesa, hubungan mereka berangsur menjadi hangat. Telinganya sudah tidak pernah lagi mendengar kalimat ketus dan sengit dari bibir Nesa. Pun perangai dan sikap istrinya itu kini menjadi manis dan penurut. Kalau malam waktu sebelum tidur, Nesa tidak pernah menolak atau memberontak saat tubuhnya dipeluk Barata. Sampai bangun di pagi hari, tubuh gadis berparas ayu itu menempel di dada bidangnya. “Ah, tidak jadi pergilah. Begini saja. Saya mau berlama-lama memandang dan mengikatmu seperti ini,” kata Barata lagi seraya mengeratkan pelukannya di tubuh mungil sang istri. Dia ju

  • Istri Mungil Milik Tuan Tanah   Bab 39. Fitnah: Menjebak Pria Kaya

    “Mulai besok, datang rutin ke Restoran Milenial. Jadi satpam tidak memberatkanmu, kan, Pak? Saya sudah berbicara dengan Arga, kawan saya, owner itu restoran.”Tatapan Barata tampak serius. “Untuk lokasinya, saya kirim melalui pesan whats*pp nanti,” lanjutnya. Raharja melongo, tercengang. Setelah mengejutkannya dengan pernikahan dadakan tanpa kenal mempelai wanitanya, kini sang menantu yang dipujanya itu membuat surprise dengan menyuruhnya bekerja? Tanpa mendengar dulu pendapatnya—apakah dia bersedia atau tidak?Wah, menantuku ini semakin semena-mena, rontanya yang hanya berani dia suarakan dalam hati. Mendapati kejutan tidak menyenangkan itu, jelas saja dia merasa sangat keberatan. Dia sudah amat nyaman menjadi pengangguran, tetapi tiap bulannya mendapat transferan dari Barata sesuai kesepakatan dalam transaksi penyerahan anak gadisnya pada Barata. “Tenang saja, Bapak mertua. Bapak tetap akan menerima uang yang biasa saya kirim tiap bulannya walaupun sudah bekerja. Turuti saja ara

  • Istri Mungil Milik Tuan Tanah   Bab 38. Hampir Hilang Kendali

    Barata langsung sigap mengambilkan segelas air putih untuk Nesa yang tersedak karena ucapannya. “Maaf, maaf,” katanya setelah meletakkan lagi gelas yang sudah berkurang isinya ke atas nakas. Nesa terlihat canggung, bahkan tatapannya tak beralih dari jemarinya yang tertaut resah. Perkataan Barata tadi jelas mengejutkannya. Apa suaminya itu mendengar pembicaraannya dengan sang ayah beberapa saat lalu? Jika prasangka itu benar lantas kenapa justru pria yang dilimpahi banyak harta itu bersikap manis, ketimbang berbuat kasar—mengingat Raharja telah menyarankan ide licik nan jahat yang dimaksudkan padanya. Barata meraih tangan Nesa yang lantas mengundang kepala istrinya itu terangkat untuk dapat bertemu pandang dengannya. “Maaf kalau perkataan saya membuatmu terkejut. Tapi yang perlu kamu tahu, sebagaimana janji saya yang tidak akan menyentuhmu jika kamu sendiri tidak menginginkannya, itu berlaku juga tentang keinginan saya memiliki anak darimu, Nes,” ucap Barata dengan mata teduhnya yang

  • Istri Mungil Milik Tuan Tanah   Bab 37. Ingin Punya Anak dari Rahimmu

    “Mbak Nes, Mbak Nes,” teriak Dika kala memasuki kamar sang kakak. Di belakangnya, tampak Dewi dengan raut khawatirnya. “Ih Dika, nggak boleh teriak-teriak gitu. Suaramu itu ganggu Mbak Nesa,” peringatnya pada sang adik yang berjalan mendahuluinya. Dika yang terkesan polos itu lantas menggigit bibirnya, mereka kini sudah berada di tepi ranjang di mana Nesa tampak berbaring lemah. “Maaf, Mbak Nes, Dika nakal, ya,” gumamnya dengan rasa bersalah. Nesa menggeleng disertai senyum tipis di bibirnya. “Nggak, kok,” sahutnya sambil terbaring lemah. Lalu Dewi mengambil tempat lebih dekat dengan Nesa. Remaja manis itu bahkan sampai merangkak ke atas kasur. “Dewi kira kalau sudah nikah nyeri haid bakalan hilang, tapi nyatanya Mbak Nesa masih merasakannya,” ungkap Dewi, menyuarakan apa yang ada di pikirannya.“Kan tiap orang beda-beda, Wi,” sahut Nesa, memandang wajah adik perempuannya. “Masih sesakit itukah, Mbak Nes?” tanya Dewi dengan bibir meringis. Dalam hati dia bersyukur, dia salah sat

DMCA.com Protection Status