"Mana orangnya, Pak?" tanya Ayunda. Begitu dia mendengar ada seorang pria yang mencarinya, Ayunda bergegas keluar sembari berpikir tantang tamunya yang katanya datang mencari dirinya. Namun, saat dia keluar menuju pintu gerbang bersama Pak Kardi, Ayunda tidak menemukan satu manusiapun di sana."Lah, iya, orangnya mana?" bukannya menjawab, Pak Kardi malah bertanya balik dengan wajah bingungnya. Pria itu melangkah lebih cepat hingga melewati pintu gerbang dan mengedarkan pandangannya ke sekitar mencari sosok pria yang tadi bertamu."Kemana perginya?" Pak Kardi semakin bingung. Bahkan pria itu sampai menggarukkan kepalanya yang tidak gatal. Meski heran, Ayunda yang saat ini juga berdiri di sebelah Pak Kardi nampak tersenyum setelah memperhatikan sekitar gerbang, memang tidak ditemukan sosok seorangpun di sana. Hanya jalanan sepi dan juga beberapa mobil yang terparkir di depan gerbang tetangga. Itu saja jaraknya cukup jauh.Namun tanpa Ayunda sadari, dari bebeberpa mobil yang terparkir
Sejak bertengkar dengan istrinya, sampai berakhir dengan sebuah penyesalan, sejak itu pula Elang mengalami suasana hati yang terbilang tidak baik-baik saja. Bahkan setelah memberi peringatan pada para karyawan pun hati Elang masih diliputi rasa yang tidak bisa dia jelaskan dengan kata-kata.Hal itu terjadi, mungkin karena Elang belum mendengar kata maaf dari istrinya. Sedari tadi otak pria itu lebih banyak tersita untuk memikirkan istrinya daripada pekerjaanya. Meskipun urusan kantor bisa dia atasi dengan baik, tapi fokusnya lebih banyak tertuju pada Ayunda."Hampir jam makan siang. Coba kamu nganterin makan, pasti banyak yang kita bahas di sini, Ay," keluh Elang kala dia melihat jam yang melingkar di tangannnya. Elang pun menghembuskan nafasnya dengan pelan, menetralkan gemuruh dalam benaknya.Sadar akan jam makan siang segera datang, Elang seketika meraih gagang telfon untuk menghubungi seketrarisnya. Seperti biasa meminta sang sekrtetaris untuk memasankan makanan. Dulu Elang sering
Jam kerja kini telah berakhir. Dengan memasang wajah dingin dan datar, Elang nampak gagah melangkah, tanpa peduli pada mata yang menatapnya. Meskipun terkesan angkuh, pria yang usianya hampir 41 tahun itu tetap terlihat mempesona bagi kaum wanita yang saat ini sedang memandangnya.Di tempat kerja Elang sendiri, hampir semua wanita mengagumi sosok seorang pemimpin tersebut. Bahkan tidak sedikit pula Elang menjadi obyek khayalan para karyawan wanita yang ingin melakukan hubungan ranjang dengannnya. Hal itu pula yang menjadi faktor penyebab para wanita mudah terprovokasi kala ada yang menilai buruk pada istri Elang saat ini tanpa tahu kebenarannya.Begitu keluar dari kantornya, Elang segera saja maasuk ke dalam mobil yang akan dikendarainya. Mobil itu telah berada di depan kantor karena sudah menjadi kebiasan, jika Elang hendak keluar kantor, maka akan ada salah satu petugas yang menyiapkan mobil di depan kantornya.Hari ini Elang begitu ingin lekas sampai di rumah. Pria itu sudah tidak
"Nyonya Ratih, anda di suruh masuk oleh Tuan. Tuan Elang menunggu di ruang tengah bersama istrinya," ucap Pak Kardi sesuai yang diperintahkan Elang kepadanya.Wanita itu nampak mendengus. Dia bergegas melangkah bersama sepupunya menuju ke ruangan yang dimaksud.Dua wanita itu melangkah pelan memasuki rumah mewah tersebut dengan perasaan yang cukup berkecamuk. Merek masih tidak menyangka kalau apa yang mereka lakukan akan berdampak buruk kepada mereka sendiri, setelah keduanya mendapat kabar dari Bonar.Dua wanita itu juga sudah mempersiapkan kata-kata yang akan dijadikan alasan atas apa yang telah mereka lakukan. Ratih dan Amanda tidak mau, menjalani hidup yang tidak mereka inginkan dan akan membujuk Elang dengan sekuat tenaga agar membatalkan keputusannya."Lang," sapa Ratih dengan suara rendah kala wanita itu melihat sang keponakan sedang ngobrol bersama istirnya. Ada perasaan geram dalam benak Ratih dan Amanda, menyaksikan kemesraam suami istri itu. Ingin rasanya dia memaki istri
"Ini makanannya cuma segini?" tanya Ayunda kala hidangan yang dipesankan suaminya, sudah tersaji di hadapannya. Mata wanita bahkan sampai melebar sedikit kala pertama kali melihat hidangan yang ukurannya jauh dari perkiraan."Kenapa?" tanya Elang sedikit heran. Meskipun pria itu agak heran dengan pertanyaan istrinya."Makanan mahal-mahal cuma dapatnya segini? astaga! Mana kenyang?" antara protes dan mengeluh, Ayunda langsung berkata jujur dengan hidangan yang menurut dirinya porsinya sangat sedikit. Hidangan yang terbuat dari daging sapi yang dibakar dan di siram saus berwarna coklat, dengan didampingi beberapa butir jagung, beberapa potong buncis dan wortel, terjadi dalam piring yang cukup lebar. Sebenarnya selain steak, ada berbagai hidangan lain yang Elang pesan. Mungkin karena Ayunda baru menghadapi hidangan restoran mewah yang memiliki porsi sedikit, membuat wanita itu begitu keheranan."Kalau kurang kenyang ya nanti aku pesankan lagi," balas Elang enteng dan dia dengan santai
"Gimana, Mas? Seru, kan?" Ayunda seketika melempar pertanyaan kala wanita itu dan suaminya baru saja turun dari sebuah wahana yang bentuknya mirip kincir air. Entah sudah berapa wahana yang dicoba sepasang suami istri tersebut, dan mereka terlihat sangat menikmatinya.Sang suami tersenyum cukup lebar sembari mengangguk. Jika diperhatikan sedari tadi, Elang memang sangat menikmati setiap wahana yang tidak pernah sekalipun dia coba sejak dia lahir di dunia. Mungkin karena terlahir menjadi orang kaya dan juga dunia pergaulannya yang membuat Elang sama sekali tidak mengenal hiburan rakyat kelas menengah ke bawah tersebut."Kita istirahat di sana yuk," ajak Ayunda tanpa melepaskan genggaman tangan suaminya. Meski kening Elang sempat mengernyit kala melihat tempat yang ditunjuk istrinya, tapi pria itu tidak melayangkan protes sedikitpun. "Mas Elang mau pesan nggak?" tanya Ayunda begitu mereka sudah sampai di tempat seorang pedagang wedang ronde. sepasang suami istri itu duduk di atas tika
"Apa kamu nggak lelah, Rik?" tanya seorang wanita yang baru saja mendapatkan kepuasaan serta memberi kepuasan pada pria yang saat ini tubuhnya sedang dia peluk. Wanita tanpa busana tersebut, melempar pertanyaan sembari melepas lelah, setelah permainan ranjang yang dia lakukan beberapa menit yang lalu."Lelah kenapa?" bukannya menjawab, pria yang akrab dipanggil Erik malah melempar pertanyaan dengan mengusap rambut wanita yang tangan kanannya sedang membelai lembut bagian tubuh pria itu, yang terletak di bawah perut. "Lelah berhubungan badan dengan kamu? Tentu saja tidak. Apa kamu mau kita melakukan ronde kedua sekarang juga?" Erik kembali bertanya, tapi seketika itu juga dia malah menjawabnya sendiri."Bukan itu," bantah si wanita gemas. Dia semakin menempelkan tubuh polosnya pada tubuh Erik yang juga sama-sama polos, sehingga Erik bisa merasakan benda kenyal milik wanita itu semakin menekan dada bagian kanan Erik. "Apa kamu tidak lelah? Memendam dendam begitu lama kepada Elang? Ud
"Udah siap?" tanya Elang begitu melihat sang istri menuruni anak tangga. Seperti yang sudah direncanakan, sepasang suami istri itu, hari ini akan berkunjung ke rumah orang tua Elang yang jaraknya tidak terlalu jauh. Mungkin bisa memakan waktu kurang lebih 30 menit perjalanan."Kenapa menatapku gitu banget sih? Bikin merinding tahu, Mas," celetuk Ayunda setelah dia mengangguk beberapa kali sembari melempar senyum sebagai jawaban atas pertanyaan suaminya. Namun kala Ayunda hendak melangkah menuju halaman depan, wanita itu dibuat heran dengan tatapan sang suami kepadanya."Kamu hari ini kelihatan cantik banget, Ay," puji Elang diiringi senyum manis yang terkembang sembari terus menatap istrinya yang kali ini nampak beda di matanya."Dihh, gombal banget sih! Udah tua, ingat umur," alih-alih merasa tersanjung dengan pujian sang suami, Ayunda malah mencibir pujian suaminya untuk menutupi rasa senangnya dalam hati. "Astaga! Pake diingetin umur segala segala!" sungut Elang, "biarpun aku su