"Udah siap?" tanya Elang begitu melihat sang istri menuruni anak tangga. Seperti yang sudah direncanakan, sepasang suami istri itu, hari ini akan berkunjung ke rumah orang tua Elang yang jaraknya tidak terlalu jauh. Mungkin bisa memakan waktu kurang lebih 30 menit perjalanan."Kenapa menatapku gitu banget sih? Bikin merinding tahu, Mas," celetuk Ayunda setelah dia mengangguk beberapa kali sembari melempar senyum sebagai jawaban atas pertanyaan suaminya. Namun kala Ayunda hendak melangkah menuju halaman depan, wanita itu dibuat heran dengan tatapan sang suami kepadanya."Kamu hari ini kelihatan cantik banget, Ay," puji Elang diiringi senyum manis yang terkembang sembari terus menatap istrinya yang kali ini nampak beda di matanya."Dihh, gombal banget sih! Udah tua, ingat umur," alih-alih merasa tersanjung dengan pujian sang suami, Ayunda malah mencibir pujian suaminya untuk menutupi rasa senangnya dalam hati. "Astaga! Pake diingetin umur segala segala!" sungut Elang, "biarpun aku su
Bulan madu. Mungkin bagi kebanyakan pengantin baru akan mengutamakan agenda tersebut sebagai momen paling penting yang harus dilakukan kala sepasang pria dan wanita telah sah menyandang status baru pada kehidupan mereka. Tapi hal itu sepertinya tidak berlaku untuk sepasang pengantin yang terpaut usia cukup jauh. Mereka justru memiliki pandangan yang perbeda.Bagi Elang, tidak dipungkiri, kalau dalam benak pria itu ingin melakukan perjalanan bulan madu bersama istrinya. Namun mengingat dia menikahi istrinya karena sesuatu yang tidak biasa, membuat pria itu harus menekan egonya untuk menghormati sang istri.Sedangkan bagi istri Elang sendiri, bulan madu adalah kegiatan yang menurutnya adalah menyeramkan. Mengingat Ayunda menikah hanya karena memenuhi sebuah perjanjian, wanita itu jelas berpikir panjang jika hendak melakukan momen bulan madu tersebut.Jujur, Ayunda sendiri kadang merasa miris jika mengingat tentang rumah tangganya. Pernikahan yang dulu dia impikan dengan segala keindah
"Kamu mau pilih yang mana, Mbak?" tanya seorang wanita kepada wanita lain, yang sebenarnya usianya lebih muda daripada wanita yang bertanya. Hanya karena wanita itu menikahi kakak dari wanita yang melempar pertanyaan, jadi wanita itu dipanggil Mbak agar teerlihat lebih menghormati.Ayunda tertegun. Wanita berlesung pipi satu di sebelah kiri lantas tersenyum. "Nggak tahu, aku bingung," jawabnya kepada sang adik ipar yang masih setia memegang bahunya sebagai tanda kalau kedua wanita itu memang cukup akrab.Ayunda sendiri sebenarnya sedari tadi dia sedang diliputi banyak pikiran. Sejak pergi dengan sang mertua dan kedua adik wanita dari suaminya, wanita itu mendadak merasa bersalah karena telah membohongi mereka semua.Sejak meninggalkan rumah, keluarga Elang selalu menunjukan kehangatan dan kebaikan pada Ayunda. Dari mereka menunjukan usaha mereka yang terbilang cukup sukses, sampai mereka belanja bersama di sebuah mall terbesar, keluarga Elang selalu bersikap hangat layaknya keluarga.
"Kalian baru pada pulang?" tanya Marco dengan suara agak keras, menatap heran kepada istri, mertua dan dua iparnya yang sedang melangkah menuju ke arah tempat Marco berada. Marco tidak sendirian, ada dua pria yang sama herannya dengan kepulangan para wanita itu."Lah, emang yang Papi lihat bagaimana?" bukannya menjawab pertanyaan sang suami, Erlin malah melempar pertanyaan sembari duduk di dekat suaminya. Sedangkan dua wanita muda lainnya juga duduk di samping suami masing-masing, dan Laras memilih pamit menuju kamarnya."Astaga! Emang di Mall, kalian ngapain aja sih? Sampai di sana hampir seharian penuh?" balas Marco bernada protes sekaligus menyindir istrinya."Hampir seharian apaan," Erlin terlihat tidak terima, "Orang ini aja kita pulang saat langit masih cerah kok, pakai ngatain seharian. Perlu periksa mata apa gimana, Pi?""Iya nih, Mas Marco, berlebihan banget," Erna ikut bersuara, "Lagian, kita juga jarang, pergi bareng kayak gini. Apa lagi mumpung ada Ayunda. Toh anak-anak ju
Untuk beberapa detik, Ayunda tertegun begitu mendengar pertanyaan yang diajukan suaminya. Mata wanita itu menatap lekat sang suami yang juga sedang menatapnya. Tak lama setelahnya wanita itu menghembuskan nafasnya secara kasar."Pilihan yang sangat sulit," dengan tenang, Ayunda malah menjawab pertanyaan sang suami sambil memutuskan pandangan matanya dan memilih memandang ke arah lain. "Sulit apanya?" tanya Elang. Tentu saja pria itu sedikit terkejut dengan jawaban yang keluar dari mulut sang istri. Bukan itu jawaban yang diharapkan Elang, tapi istrinya malah memberikan jawaban yang membuat mata itu hampir tak berkedip karena kerkejut."Ya sult aja menurutku," kali ini Ayunda menjawab sembari menatap suaminya kembali. "Jika aku memilih pilihan yang pertama, tentu saja aku sangat rugi. Mas Elang kan, menikahiku karena wajahku yang mirip dengan Ayana. Yang ada Mas Elang akan terus meningatnya dan bakalan gagal move on. Dan, jika pilihan kedua yang aku pilih, taruhannya sudah pasti nama
"Apa yang ingin kalian bicarakan?" suara Laras tiba-tiba menggema, mengejutkan bagi sepasang suami istri yang sedari tadi menunggu kedatangan wanita itu. Dengan wajah datar, Laras melangkah menuju salah satu sofa mewah miliknya dan duduk di sana. Seusai janji, tak lama setelah makan bersama anak dan menantunya, Laras menemui tamunya.Sepasang suami istri yang tak lain adalah sepupu Laras sendiri nampak mengembangkan senyum mereka kala Laras datang. Sebelum menjawab pertanyaan dari Laras, keduanya nampak menoleh ke arah penghubung ruang tamu dan ruang tengah untuk memeriksa sesuatu."Semua anak-anak sudah ada di kamarnya masing-masing. Tidak akan ada yang menguping pembicaraan kita," ungkap Laras kala menyadari gelagat sang sepupu dan istrinya. Mendengar hal itu, Bonar dan Ratih seketika menjadi salah tingkah."Kalau ada yang menguping, sebenarnya juga nggak apa-apa kok, Mbak," balas Ratih basa-basi. Wanita itu masih bisa tersenyum untuk menutupi rasa panik di dalam benaknya."Tidak,"
"Kira-kira, bagaimana reaksi Elang dan Ayunda, jika mengetahui kabar itu ya, Pi?" tanya Ratih begitu dia dan suaminya sudah berada di dalam mobil, meninggalkan rumah orang tua Elang, setelah menjalankan rencana yang menurut wanita itu akan sangat menguntungkan dirinya."Apa mungkin, mereka akan menyangkal? atau malah sebaliknya? Mereka akan mengakui kalau pernikahan mereka itu memang terjadi karena adanya perjanjian?" Ratih terus berceloteh dengan wajah yang menunjukan kalau dirinya sedang sangat bahagia.Dari sikap yang ditunjukkan, jelas sekali kalau Ratih sudah tidak sabar ingin segera mengetahui hasil dari rencana yang baru saja dia jalankan bersama suaminya. Wanita itu sedikit merasa puas, meski hanya membayangkan reaksi Elang dan Ayunda kala disidang Laras nanti."Pi, apa besok kita datang lagi aja ke tempat Mbak Laras? Aku pengin lihat bagaimana reaksi Elang dan gadis kampung itu deh," Ratih seketika langsung memberi usulan, tanpa menyadari kalau sang suami sedari tadi lebih ba
"Mas, kamu mau pergi?" tanya Ayunda kala melihat suaminya tiba-tiba meraih kunci mobil yang tergeletak di atas nakas, dekat tempat tidur. Ayunda juga merasa heran karena suaminya tiba-tiba mengenakan jaket."Kamu belum tidur?" bukannya menjawab, Elang malah melempar pertanyaan begitu mendengar suara istrinya. Nampaknya pria itu terkejut kala sang istri tiba-tiba bertanya sampai gerakan tubuh Elang yang baru saja mengambil kunci mobil terhenti."Belum nih," balas Ayunda. Wanita bangkit dari rebahannya dengan mata terus menatap suaminya. Pandangan Ayyunda begitu menyelidik sampai Elang seperti tak bisa berkutik. "Mas Elang malam-malam begini mau kemana?"Elang menghembuskan nafasnya secara kasar. Untuk beberapa saat, pria itu terdiam dengan raut wajah yang menunjukan kalau dia sedang berpikir. Tak lama setelahnya Elang memilih duduk di tepi ranjang lalu menyalakan ponselnya."Nih, lihatlah," Elang menunjukan sesuatu dalam ponselnya kepada sang istri. Tentu saja hal itu semakin membuat s