"Kalian baru pada pulang?" tanya Marco dengan suara agak keras, menatap heran kepada istri, mertua dan dua iparnya yang sedang melangkah menuju ke arah tempat Marco berada. Marco tidak sendirian, ada dua pria yang sama herannya dengan kepulangan para wanita itu."Lah, emang yang Papi lihat bagaimana?" bukannya menjawab pertanyaan sang suami, Erlin malah melempar pertanyaan sembari duduk di dekat suaminya. Sedangkan dua wanita muda lainnya juga duduk di samping suami masing-masing, dan Laras memilih pamit menuju kamarnya."Astaga! Emang di Mall, kalian ngapain aja sih? Sampai di sana hampir seharian penuh?" balas Marco bernada protes sekaligus menyindir istrinya."Hampir seharian apaan," Erlin terlihat tidak terima, "Orang ini aja kita pulang saat langit masih cerah kok, pakai ngatain seharian. Perlu periksa mata apa gimana, Pi?""Iya nih, Mas Marco, berlebihan banget," Erna ikut bersuara, "Lagian, kita juga jarang, pergi bareng kayak gini. Apa lagi mumpung ada Ayunda. Toh anak-anak ju
Untuk beberapa detik, Ayunda tertegun begitu mendengar pertanyaan yang diajukan suaminya. Mata wanita itu menatap lekat sang suami yang juga sedang menatapnya. Tak lama setelahnya wanita itu menghembuskan nafasnya secara kasar."Pilihan yang sangat sulit," dengan tenang, Ayunda malah menjawab pertanyaan sang suami sambil memutuskan pandangan matanya dan memilih memandang ke arah lain. "Sulit apanya?" tanya Elang. Tentu saja pria itu sedikit terkejut dengan jawaban yang keluar dari mulut sang istri. Bukan itu jawaban yang diharapkan Elang, tapi istrinya malah memberikan jawaban yang membuat mata itu hampir tak berkedip karena kerkejut."Ya sult aja menurutku," kali ini Ayunda menjawab sembari menatap suaminya kembali. "Jika aku memilih pilihan yang pertama, tentu saja aku sangat rugi. Mas Elang kan, menikahiku karena wajahku yang mirip dengan Ayana. Yang ada Mas Elang akan terus meningatnya dan bakalan gagal move on. Dan, jika pilihan kedua yang aku pilih, taruhannya sudah pasti nama
"Apa yang ingin kalian bicarakan?" suara Laras tiba-tiba menggema, mengejutkan bagi sepasang suami istri yang sedari tadi menunggu kedatangan wanita itu. Dengan wajah datar, Laras melangkah menuju salah satu sofa mewah miliknya dan duduk di sana. Seusai janji, tak lama setelah makan bersama anak dan menantunya, Laras menemui tamunya.Sepasang suami istri yang tak lain adalah sepupu Laras sendiri nampak mengembangkan senyum mereka kala Laras datang. Sebelum menjawab pertanyaan dari Laras, keduanya nampak menoleh ke arah penghubung ruang tamu dan ruang tengah untuk memeriksa sesuatu."Semua anak-anak sudah ada di kamarnya masing-masing. Tidak akan ada yang menguping pembicaraan kita," ungkap Laras kala menyadari gelagat sang sepupu dan istrinya. Mendengar hal itu, Bonar dan Ratih seketika menjadi salah tingkah."Kalau ada yang menguping, sebenarnya juga nggak apa-apa kok, Mbak," balas Ratih basa-basi. Wanita itu masih bisa tersenyum untuk menutupi rasa panik di dalam benaknya."Tidak,"
"Kira-kira, bagaimana reaksi Elang dan Ayunda, jika mengetahui kabar itu ya, Pi?" tanya Ratih begitu dia dan suaminya sudah berada di dalam mobil, meninggalkan rumah orang tua Elang, setelah menjalankan rencana yang menurut wanita itu akan sangat menguntungkan dirinya."Apa mungkin, mereka akan menyangkal? atau malah sebaliknya? Mereka akan mengakui kalau pernikahan mereka itu memang terjadi karena adanya perjanjian?" Ratih terus berceloteh dengan wajah yang menunjukan kalau dirinya sedang sangat bahagia.Dari sikap yang ditunjukkan, jelas sekali kalau Ratih sudah tidak sabar ingin segera mengetahui hasil dari rencana yang baru saja dia jalankan bersama suaminya. Wanita itu sedikit merasa puas, meski hanya membayangkan reaksi Elang dan Ayunda kala disidang Laras nanti."Pi, apa besok kita datang lagi aja ke tempat Mbak Laras? Aku pengin lihat bagaimana reaksi Elang dan gadis kampung itu deh," Ratih seketika langsung memberi usulan, tanpa menyadari kalau sang suami sedari tadi lebih ba
"Mas, kamu mau pergi?" tanya Ayunda kala melihat suaminya tiba-tiba meraih kunci mobil yang tergeletak di atas nakas, dekat tempat tidur. Ayunda juga merasa heran karena suaminya tiba-tiba mengenakan jaket."Kamu belum tidur?" bukannya menjawab, Elang malah melempar pertanyaan begitu mendengar suara istrinya. Nampaknya pria itu terkejut kala sang istri tiba-tiba bertanya sampai gerakan tubuh Elang yang baru saja mengambil kunci mobil terhenti."Belum nih," balas Ayunda. Wanita bangkit dari rebahannya dengan mata terus menatap suaminya. Pandangan Ayyunda begitu menyelidik sampai Elang seperti tak bisa berkutik. "Mas Elang malam-malam begini mau kemana?"Elang menghembuskan nafasnya secara kasar. Untuk beberapa saat, pria itu terdiam dengan raut wajah yang menunjukan kalau dia sedang berpikir. Tak lama setelahnya Elang memilih duduk di tepi ranjang lalu menyalakan ponselnya."Nih, lihatlah," Elang menunjukan sesuatu dalam ponselnya kepada sang istri. Tentu saja hal itu semakin membuat s
Elang begitu geram pada sosok wanita yang duduk di hadapannya. Sosok yang dikenal dengan nama Amanda itu terkesan berbelit-belit. Kalau bukan karena rasa penasaran, pria itu pasti akan memilih tidur daripada menemui wanita menyebalkan pada malam seperti ini.Apa yang dirasakan Elang berbanding terbalik dengan perasaan Amanda sekarang. Wanita itu sudah seperti di atas angin kala dia berhasil membuat Elang datang menemuinya. Hal itu seakan membuat Amanda semakin yakin akan dugaan yang saat ini bersemayam dalam pikirannya.Sebelum melanjutkan ucapannya karena Elang yang sudah menuntut penjelasan dari Amanda, wanita itu memilih menyesap kopinya terlebih dahulu. Setelah itu, dengan senyum yang kembali terkembang tipis, wanita itu pun kembali bersiap diri untuk mengungkapkan dugaanya.Namun di saat Amanda hendak bersuara, Telinga wanita itu dikejutkan dengan suara dering sebuah ponsel. Amanda sontak melirik ponselnya dan itu sudah jelas bukan nada dering yang dia gunakan. Lalu Amanda segera
"Kamu baru pulang?" tanya seorang wanita, yang baru saja keluar dari area dapur dan hendak menuju ruang tengah. Wanita itu bertanya kepada wanita lain yang tinggal bersamanya dan sepertinya wanita tersebut memang baru pulang.Wanita yang baru pulang itu nampak kaget sampai langkah kakinya terhenti. Lalu dia mengalihkan pandangannya ke arah sumber suara yang sangat dia kenal. "Loh, Mbak belum tidur?" tanya wanita itu sedikit heran kala menatap kakak sepupunya yang masih terjaga di jam segini."Nggak bisa tidur aku," balas Ratih, wanita yang sekarang sudah duduk di ruang tengah. Dia memeriksa ponselnya sejenak, lalu kembali menatap adik sepupunya. "Kamu sendiri dari mana aja? Kok tumben baru pulang jam segini?"Sang sepupu tersenyum tipis lalu wanita itu merubah langkah kakinya menuju sofa yang sama dengan Ratih dan duduk di sana. "Habis ketemu sama temen, eh malah ada gangguan," jawab Amanda tiba-tiba merasa kesal."Siapa? Suami orang?" terka Ratih asal. Namun tebakan wanita itu sediki
Tidak ada pilihan lain, Elang dan Ayunda tidak bisa menolak permintaan Laras dengan alasan apapun. Meski malam sudah menuju larut, sepertinya sepasang suami istri itu harus menuntaskan masalah yang sedang membuat pikiran mereka kacau."Mama kenapa belum tidur?" tanya Elang basa-basi begitu dia duduk pada salah satu sofa yang ada di ruang tengah, dimana wanita yang telah melahirkan pria itu juga berada. "Harusnya jam segini Mama sudah istirahat kan, Ma."Laras seketika mendesah, lalu menatap anak dan menantunya dengan tatapan yang sukar diartikan."Bagaimana Mama bisa tidur, kalau ada hal yang mengganggu pikiran Mama," ucap Laras. Meski suaranya begitu tenang, tapi sikap yang ditunjukan wanita itu mampu membuat Elang dan Ayunda semakin was-was. "Ini apa, Ma?" tanya Elang lagi. Pria itu menunjuk pada tiga benda di atas menja. Dua benda diantaranya, Elang sudah pasti jelas sangat mengenalinya. Namun satu benda lainnya, Elang sama sekali tidak tahu kenapa benda itu ada di atas meja."Bac