“Nana, sekarang pasti kamu sudah dewasa. Mama harap selamanya kamu tidak akan punya anak. Mama menyayangi kamu, jadi Mama ingin kamu seperti Mama yang mandul ini.” Maya meninggalkan tempatnya berdiri tadi.
Dari rumah seberang sosok yang ingin dilihat Maya muncul berdiri di tepi balkon. Dia sedang tidak ingin diganggu, dia butuh waktu untuk menenangkan diri.
Seisi rumah tidak ada yang berani bertegur sapa dengannya. Nana pun terlihat tidak ramah, dan kurang bersahabat.
Dalam kamarnya Bu Siti memeluk mukena usang termakan usia. Itu satu-satunya barang milik ibu Nana yang sengaja disimpan sebagai pengobat rindu.
“Kamu lihat Rahayu permintaanmu untuk Maya menjadi ibu sambung putrimu. Berakibat fatal pada mental anakmu. Aku sudah katakan wanita itu lic
“Jujur Kak, saat Kakak cerita waktu itu. Aku merasa sedikit tidak masuk akal. Anak lima tahun rahimnya rusak karna jatuh dari sepeda. Jika selaput dara yang robek masih bisa diterima akal. Sebab sudah sering terjadi, tapi untuk rahim kayaknya belum ada atau Aku yang miskin berita,” papar Bella.“Sudahlah, dari dulu diajak periksa dia selalu menolak. Semoga nanti kakakmu ini dapat hidayah, dia sendiri yang ingin periksa,” sela Burhan membelokkan mobil memasuki area parkir pusat perbelanjaan.Ketiganya berjalan beriringan, dengan Burhan diantaranya. Saling bersenda gurau, tidak ada yang menyangka kedua wanita itu adalah istrinya.Jalan-jalan mereka diakhiri dengan makan malam romantis di sebuah restoran yang tercukup mahal.Hampir semua pasang mata
“Papi ingin menjenguk adik bayi boleh, gak,” bisik Burhan.Bella dapat merasakan hawa panas nafas suaminya. Hingga tanpa dia sadari tubuhnya memberi respon. Menikmati sengatan sentuhan bibir di belakang telinganya.Burhan melingkarkan tangan dipinggang Bella. Bola mata mereka lurus ke arah cermin, menampilkan bayangan tindakan mereka saat ini.Perut Bella sudah terlihat membuncit. Usia kandungannya memasuki bulan ketujuh. Saat mengenakan piyama tentu akan terlihat perubahan bentuk tubuhnya.Pakaiannya yang lebar dan longgar membuat kehamilannya tidak tampak. Tubuh mungil dan bukan tipe wanita berperut besar. Hanya usia kandungan memasuki trimester akhir baru akan kelihatan tengah berbadan dua.“Untuk apa bertanya, jika tidak menunggu dijawab,” ujar Bella melepaskan tangan Burhan lalu berjalan menuju ranjang.“Maaf, Abang terhanyut,” sesal Burhan memeluk wajah.“Hey, bukan itu maksudku.”“Jadi?”“Aku istrimu, Abang. Jika ingin lakukan monggo. Aku siap lahir batin.”“Aku tau kamu mencin
Keduanya segera keluar dari kamar ketika teriakan Nana menggema.“Udah siang, betah banget kelonan. Cacing dalam perut sudah buat barisan ingin mendemo kalian.”“Abang, Bella.”“Abang, Bella.”Nana masih saja berteriak menggoda sepasang suami istri. Hingga kini belum juga muncul batang hidungnya.Nana jadi lebih suka menjahili adik madunya itu. Lucu saja melihat raut wajahnya yang semakin hari membulat.“Tidak usah teriak juga, Kak,” rutuk Bella “Nih, ambil suami Kakak. Aku balikin tanpa lecet.”“Bi, tolong kondisikan dua orang ini. Aku minta ampun, dari kemarin ada saja jadi bahan perdebatan,” keluh Burhan pada wanita yang sibuk menghidangkan sarapan.“Biar saja, toh mereka hanya bercanda,” balas Bi Siti.“Bibi bisa bicara seperti itu, karna Bibi tidak merasakannya. Lihat barusan Aku diover seperti bola,” cicit Burhan.Nana dan Bella justru terdiam mendengar mereka adu argumentasi.“Ah, Aku lupa kaliankan sama-sama wanita. Tentunya akan saling mendukung. Lain kali Aku akan bicara sam
“Dia ke panti,” sahut Bi Siti singkat buru-buru menyelesaikan belanjanya. Dia hanya membeli tiga ikat kangkung.Seperti biasanya meski sudah menyetok bahan masakan untuk satu minggu. Khusus sayuran Nana tetap meminta membeli di tukang sayur agar selalu segar.Hari ini dia akan membuat cah kangkung saus tiram campur udang kecil. Yang ada di stok dalam lemari pendingin. Sesuai request ibu hamil tadi saat habis sarapan tadi.Sepeninggalan Bi Siti Maya mendekati Romlah. Dari tadi dia memang ada diantara kerumunan ibu-ibu. Saling berebutan ingin didahului Mang sayur.“Yang barusan itu lewat itu namanya Nana, ya?” tanya Maya.“Ho’oh, Dia itu wanita paling be*o. Mau-maunya minta suami nikah lagi. Ih, kalau saya amit-amit dah,” jawab Romlah semangat menemui teman gibah baru.“Iya, tinggal serumah lagi,” sahut Bu Evi.“Tapi mereka akur,” timpal ibu yang lain.“Tetap aja makan hati, jangan sampailah.” Ibu yang lain ikut menyahut.“Jadi suaminya beristri dua?” tanya Maya yang semakin penasaran.
“Rahayu pernah cerita dia bersahabat baik dengan Maya. Maya juga sempat tinggal bersama kami beberapa bulan. Hingga tiba-tiba ayah Nana mengusirnya dengan alasan tidak baik wanita asing tinggal terlalu lama dirumah. Bibi sempat beberapa kali memergoki Maya menggoda ayah Nana. Saat ibu Nana tidak ada. Bibi sudah katakan pada Rahayu tentang keburukannya. Sayangnya Bibi tidak memiliki bukti, jadi Rahayu tidak percaya.” “Bau-bau pengkhianatan, rupanya ilmu pelakor itu sudah ada dari zaman dulu. Hanya baru saat ini terkenalnya. Terus selanjutnya, Bi.” “Hingga hari itu terjadi, Bibi yang baru saja pulang dari berbelanja. Sempat melihat Maya mengendap-endap keluar dari rumah. Tidak lama terdengar teriakan dari dalam rumah. Saat Bibi sampai Rahayu sudah tergeletak di lantai dan keluar banyak darah dari jalan lahir. Saat itu dia sedang mengandung delapan bulan. Nana itu lahir prematur, hanya ada satu pilihan. Selamatkan ibu atau anak saja. Ayah Nana memilih meny
Dikantor Ferdy yang telah mendapatkan informasi yang diminta Burhan. Segera pria tampan itu melangkah tegap menuju ruang kerja direktur.Tanpa perlu mengetuk pria yang selalu berpenampilan modis itu. Melenggang masuk kedalam, terlihat Burhan sedang merapikan berkas di mejanya.“Bro,” sapa Ferdi membuat pria itu terkesiap. Dia benar-benar tidak menyadari ada yang masuk karna terlalu konsentrasi.“Si*lan Lo, buat kaget. Dasar karyawan gak ada akhlak, ya. Masuk ruangan pimpinan main nyelonong aja. Mirip penyusup, saran Gue ada bagusnya kalau nama Lo diganti. Ferdi penyusup,” gerutu Burhan menggeleng.“Lo, masih ingin ngomel atau dengarin kabar yang Gue dapat,” bisik Ferdi dengan mendekat kemuka Burhan.
“Papi ingin menjenguk adik bayi boleh, gak,” bisik Burhan.Bella dapat merasakan hawa panas nafas suaminya. Hingga tanpa dia sadari tubuhnya memberi respon. Menikmati sengatan sentuhan bibir di belakang telinganya.Burhan melingkarkan tangan dipinggang Bella. Bola mata mereka lurus ke arah cermin, menampilkan bayangan tindakan mereka saat ini.Perut Bella sudah terlihat membuncit. Usia kandungannya memasuki bulan ketujuh. Saat mengenakan piyama tentu akan terlihat perubahan bentuk tubuhnya.Pakaiannya yang lebar dan longgar membuat kehamilannya tidak tampak. Tubuh mungil dan bukan tipe wanita berperut besar. Hanya usia kandungan memasuki trimester akhir baru akan kelihatan tengah berbadan dua.“Untuk apa bertanya, jika tidak menunggu dijawab,” ujar Bella melepaskan tangan Burhan lalu berjalan menuju ranjang.“Maaf, Abang terhanyut,” sesal Burhan memeluk wajah.“Hey, bukan itu maksudku.”“Jadi?”“Aku istrimu, Abang. Jika ingin lakukan monggo. Aku siap lahir batin.”“Aku tau kamu mencin
“Udah siang, betah banget kelonan. Cacing dalam perut sudah buat barisan ingin mendemo kalian.”“Abang, Bella.”“Abang, Bella.”Nana masih saja berteriak menggoda sepasang suami istri. Hingga kini belum juga muncul batang hidungnya.Nana jadi lebih suka menjahili adik madunya itu. Lucu saja melihat raut wajahnya yang semakin hari membulat.“Tidak usah teriak juga, Kak,” rutuk Bella “Nih, ambil suami Kakak. Aku balikin tanpa lecet.”“Bi, tolong kondisikan dua orang ini. Aku minta ampun, dari kemarin ada saja jadi bahan perdebatan,” keluh Burhan pada wanita yang sibuk menghidangkan sarapan.“Biar saja, toh mereka hanya bercanda,” balas Bi Siti.“Bibi bisa bicara seperti itu, karna Bibi tidak merasakannya. Lihat barusan Aku diover seperti bola,” cicit Burhan.Nana dan Bella justru terdiam mendengar mereka adu argumentasi.“Ah, Aku lupa kaliankan sama-sama wanita. Tentunya akan saling mendukung. Lain kali Aku akan bicara sama mang Kadir tukang kebun atau dua satpam di depan. Agar dapat su
Hati Maya kembali tersayat entah untuk keberapa kalinya.“Tunggu sebentar Nduk,” sahut Mbah Ipeh yang sedang melayani pasiennya dari dalam gubuknya.Tempat Nana terjatuh memang tidak begitu jauh dari tempat tinggal wanita tua itu.Itu sebabnya Maya membawanya kesana. Untuk mendapatkan pertolongan pertama. Sebelum nanti dibawa kerumah sakit yang berjarak cukup jauh dari desa.Maya sudah yang sudah beberapa kali kesana. Tentu sangat hapal jalannya yang masih dipenuhi semak belukar.Ya, wanita itu juga salah satu pasien dukun kampung itu. Yang terkenal mempunyai ilmu hitam yang tinggi.Dalam satu kedipan mata bisa membunuh korbannya. Mereka yang datang kesana pasti mempunyai dendam.“Ini siapa Maya,” tanya Mbah Ipeh keluar menemuinya yang duduk diamben menangku Nana.Sesaat pengguna jasanya pergi dari sana. Dari penampilan bisa ditebak wanita itu merupakan bukan wanita yang baik.“Ini anak tiri saya, Mbah. Itu tadi siapa?” tanya Maya penasaran.“Dia itu yang kerja diwarung dekat kebun it
“Sudah Tante, ayo kita pulang. Jangan buat keributan disini,” bisik Tary yang masih mencekal lengan Maya.“Iya bawa Tantemu, pergi dari sini,” celetuk Bella.“Tunggu dulu Tary, urusanku belum selesai. Burhan harus bertanggung jawab pada apa yang terjadi padamu,” tolak Maya.Burhan melirik kearah Tary, benar dipergelangan tangan kirinya ada luka yang masih diperban.Maya tidak bohong, tapi untuk apa gadis itu melukai diri sendiri. Sebesar apa harapan gadis itu yang dia patahkan.Bella mencubit perut Burhan, saat tahu mata Burhan tidak beralih dari gadis baru datang itu.“Sakit tau,” bisik Burhan menggosok bekas cubitan Bella.“Itu akibatnya tidak bisa menjaga mata,” tekan Bella nada sepelan mungkin.Tary menggunakan seluruh tenaganya untuk membawa Maya pergi dari sana. Maya pun yang hampir terpojok pasrah mengikutinya.Nana berbalik dan merangkul Bi Siti. Pertahanannya roboh seiring perginya Maya dan Tary.“Menangislah luapkan semua kesedihanmu saat ini. Esok kau harus berjanji tidak a
“Maya Cahayadiningrat , saya Nayla Rahmawati binti Abdul Razak. Putri tunggal dari ibu Rahayu. Apa anda mengenali saya. Mama Maya yanby terhormat,” sanggah Nana menggeram.Nana sudah tidak tahan lagi untuk tidak mengangkat suara. Wanita yang dia panggil Mama itu. Semakin mengelunjak tidak berpikir kalimatnya melukai banyak orang.“Nayla Rahmawati, Nanaku sayang Nanaku malang. Kamu mengenali Mama, Nak,” tanya Maya mata mengarah pada wanita yang berusaha tenang.“Apa kurang cukup yang Mama berbuat pada saya dulu, hingga sekarang Mama ingin merampas suami saya.” Nana berdiri mengikis jarak dengan wanita yang dikiranya malaikat.“Baguslah kau sudah tahu, jadi tolong minta suamimu menikahi Tary. Sama yang kau lakukan pada pelakor itu, Mama yakin kalian akan bisa hidup damai. Mama tidak merampas, kau cukup berbagi saja.” Maya menyentuh pipi mulus Nana.“Kembalikan rahim saya,” tekan Nana singkat menepis tangan Maya.“Na, kamu sayang Mama-kan. Bisa kamu mengabulkan permintaan Mama ini,” buju
Tary dari tadi bolak balik dibrankar. Dia SEO diri diruang itu sang Tante sedang mencari makan.“Kita sudah bisa pulangkan, Tante. Aku bosan berada disini,” rutuk Tary saat Maya baru masuk ditangan menenteng kantong plastik. Berisi makanan dan buah yang dibelinya. Pada pedagang yang menjajakan jualannya sekitar rumah sakit.“Harusnya sebelum kau mengiris nadimu. Siapkan mentalmu untuk betah berada disini,” ketus Maya. “Ini makanlah, agar kau punya banyak tenaga untuk menghadapi perceraian orang tuamu.”“Mereka akan berpisah, Tante. Mereka sungguh tidak menganggap keberadaanku,” lirih Tary meraih mangkuk berisi bubur ayam yang sodorkan Maya.“Kamu harus buktikan pada ayah dan ibumu. Kamu bisa sukses tanpa campur tangan mereka,” ungkap Maya membangun semangat dari putri semata wayang kakaknya.“Aku harus membujuk Burhan untuk menyemangati Tary. Tak masalah jika harus memohon asal dia bersedia membantu,” batin Maya.Maya mengatakan pada Tary akan pulang sebentar. Dia harus segera bicara
“Selamat pagi nenek,” sapa Bella mengendong bayinya melintasi dapur.Bayi mungil itu akan berjemur dibawah cahaya matahari pagi.“Eh, cucu nenek sudah wangi,” sahut Bi Siti mendekati Bella.“Yang lain belum bangun, Bi.” Tanya Bella.“Belum, hawa dingin enak buat tidur. Tapi Bibi gak bisa bangun ninggi hari.” Bi Siti mengambil alih baby Zizi.“Aku juga. Makanya kami sudah wangi, Nek.”“Biar Bibi yang jemur cucu sayang ini, Bundanya mamam dulu. Isi bensin yang banyak supaya mik Zizi banyak.” Bi Siti mengecup pipi gembul bayi mungil itu.Bi Siti berjalan kehalaman belakang. Tempat yang lantang terkena sinar matahari.Sedang Bella menikmatinya sarapannya. Yang hambar dilidahnya, seret ditelan.Pikiran tertuju pada Nana, wanita sebaik itu harus mengalami banyak cobaan. Semalam hanya beberapa jam saja dia dapat terlelap.Mandul, kata itu terus mengusiknya. Dia sangat prihatin, andai bisa. Ingin dia donorkan rahimnya untuk Nana.Kakak madunya itu telah memberikan banyak. Namun dia tidak mamp
Nana harus bisa punya anak walau hanya satu orang. Anak itu adalah ahli waris sah atas harta peninggalan mendiang orang tua Kakak madunya ini.Bella sangat paham anaknya tidak ada hak untuk mendapatkan semua ini. Baby Zizi tidak ada hubungan darah dengan sang pemilik harta.“Selain itu dia pesan apa lagi?” tanya Burhan menengahi.“Gak ada hanya itu, dia mengatakan kalau bisa secepatnya. Mengingat umur Nana yang tidak muda lagi. Usia produktifnya tinggal sedikit lagi,” jelas Ferdi.“Menurutmu bagaimana, Dik. Abang rasa sebaiknya kita periksa saja. Kamu mau ya,” ujar Burhan penuh harap.“Aku akan pikirkan lagi, Aku sudah tidak berharap lagi. Toh, sekarang sudah ada Zizi. Dan itu sudah cukup,” timpal Nana berusaha meredam perasaannya.‘MANDUL'Rangkaian lima huruf sangat horor bagi mereka yang dapatkan predikatnya.Tidak terkecuali Nana, nyalinya seketika menciut. Kehadiran anak bagi orang yang telah berumah tangga.Hal yang paling penting, saat bertemu dengan siapa pun yang pertama dita
Maya mulai mengukur dan menghitung. Banyaknya derita hidup yang harus ditanggung Nana. Karna dendam yang tak pernah mendatangkan kepuasan.Maya masih ingin lagi dan lagi menikmati kesengsaraan Nana. Untung untuknya nyatanya juga tidak ada.“Ta-tante.” suara Tary terdengar lemah membuyarkan lamunan Maya.“Kamu sudah sadar,” tanya Maya mengulas senyum.“Aku dimana? Mengapa Tante ada disini. Apa Aku sudah mati.” Tary memindai ruangan ini.“Kamu dirumah sakit. Tadi Tante mendapatkan kamu tergelak dilantai.”“Harusnya Tante biarkan saja Aku mati.” Sudut matanya mengalir cairan bening.“Kalau kau ingin mati jangan dirumahku. Aku tidak ingin disalahkan orang tuamu atas kematianmu,” cecar Maya.“Tidak akan. Mereka saja lupa punya anak. Orang tuaku tidak pernah peduli, Tante,” lirih Tary.“Mereka bukan lupa, hanya sibuk-““Sibuk dengan selingkuhannya masing-masingkan, Tante,” sanggah Tary menghentikan ucapan Maya.“Tary, jangan lakukan hal bodoh. Jangan lukai dirimu sendiri lagi. Tante mohon,”
“Dia diruang kerja. Mau guyur-guyur, nunggu cover boy selesai lama,” sindir Bella menyusui baby Zizi menghadap tembok.“Nak, Mami dan Bundamu jahat. Membiarkan Papi terjebak dengan manusia planet itu,” ucap Burhan yang ingin menyentuh pipi gembul putrinya. Tapi langsung ditepis Nana.“Jangan sentuh anak kita selama masih ada bekas gadis itu. Sana mandi dulu,” sembur Nana.“Iya, sana mandi dulu,” sambung Bella.“Nanti saja, Abang mau tahu ada angin apa gadis itu berani kesini.” Burhan mendaratkan tubuhnya dikarpet. Tulang punggungnya terasa pegal, terlalu lama berdiri.Bella menceritakan semuanya tapi dia tidak serta-merta mengatakan kekesalannya.“Tapi perlu Abang tahu Bundanya Zizi marah sekali, Bang. Dia tidak mau suaminya diambil orang,” ledek Nana.“Siapa yang tidak emosi. Dia dengan yakin mengatakan akan menjadi yang ketiga. Enak saja, gak sudi,” sembur Bella.“Lalu Kakak Nana tercinta apa yang dia lakukan. Oo, Abang tahu, pasti dia diam sambil menahan senyum,” sindir Burhan.“Ko
Botol bekas minumnya dibuangnya asal kelantai. Dia sengaja memancing amarah Nana. Sebatas mana kesabaran wanita yang sangat disanjung Burhan itu.“Lihat tampilanmu yang begitu, lalat saja akan berpikir untuk hinggap.” Bella semakin geram.Bella ingin tahu berasal dari planet mana gadis ini. Tidak ada malu-malunya padahal dia sudah menghinanya.Ini kali pertama seorang Bella yang santun dan lemah lembut bicara kasar. Orang tuanya tak bosan mengingatkannya untuk menjaga nada bicara saat marah sekalipun.“Dalam kamar juga kau melepaskan semua itukan. Kalau tidak, mana bisa bayi itu lahir.” Tary menunjuk pakaian yang dikenakan Bella dan melirik pada baby Zizi berada dalam gendongan Nana.“Kau, cepat pergi dari sini. Atau Aku akan memanggil security menyeretmu keluar,” usir Bella.“Apa hakmu mengusirku, sedang yang punya rumah ini saja tidak terganggu dengan kehadiranku. Dimana-mana memang pelakor itu selalu ingin menguasai,” papar Tary.“Aku nyonya dirumah ini. Dan Aku tidak suka kau mene