"Untuk siapa lagi dia melakukan itu?" Erlang mencengkram ponselnya setelah menyaksikan isi dalam video.Bersama Heru, dia masih akan mengikuti Maya."Apa kali ini untuk Marco atau si Arsya keparat itu?" Kecurigaan Erlang selalu mengarah pada kedua pria itu, karena keduanya masih belum memiliki penghasilan tetap.Beberapa hari yang lalu, Heru telah memberitahu jika salah satu keluarga angkat Maya yang kini dirawat di rumah sakit, harus menjalani operasi besar dan membutuhkan biaya yang banyak karena penyakit yang dideritanya. Itu sebabnya Maya kerap mengambil uang Erlang tanpa sepengetahuannya.Erlang berjanji akan memaafkan Maya dan memilih untuk membahas masalah uang tersebut secara langsung. Dia ingin berbicara dengan Maya, namun belum pernah mendapat kesempatan hingga detik ini.Selalu saja ada halangan. Terkadang Erlang sibuk dengan pekerjaan, sibuk dengan anak dan juga kedua istrinya yang lain. Dan ketika Erlang ingin bicara dengan Maya melalui sambungan telpon, wanita itu juga se
Erlang merasakan detak jantungnya terpacu dengan cepat. Pikirannya kalut dan susah mencerna mana yang baik dan yang buruk. Meski seperti terasa ada beban berat yang menimpa pundaknya, Erlang melangkah dengan panjang menuju ruko. Marah, cemburu, sakit hati dan terkhianati bercampur menjadi satu. Dari raut wajahnya, Erlang tampak akan meledak saat itu juga."Tahan dulu!" Heru segera meraih lengan Erlang. "Lebih baik kita tunggu beberapa saat lagi," bujuknya.Di dalam ruko, Maya masih menunggu Andy. Duduk di sofa yang sama dengan Jarpen membuatnya merasa risih. Sudah sekitar sepuluh menit, namun Andy belum juga kembali."Tenang saja, uang 100 juta mu pasti akan datang sebentar lagi," Jarpen berkata dengan santai. Tingkahnya terlihat aneh, terkadang memainkan mata dan juga menggosok gosok dagunya.Hal itu tentu saja membuat Maya bertambah khawatir. Dia melirik pintu ruangan Andy, lalu kembali melirik pria di sebelahnya. Dia berada di tempat asing dan bergabung dengan orang yang baru sa
Dari balik pintu, Erlang telah mendengar semua perdebatan antara Maya dan mantan kekasihnya. Kini, dia paham kesulitan istrinya sekaligus menyadari jika ternyata Maya tidak seburuk yang dipikirkan. Maya telah banyak mengalami penderitaan selama ini. Hidupnya sebatang kara sebelum diasuh oleh sebuah keluarga sederhana. Dia bekerja keras untuk orang terdekatnya, namun ditipu oleh orang yang sangat dicintainya. Pada akhirnya, Maya juga harus menerima penawaran pernikahan di bawah tangan hanya karena ingin terlepas dari jeratan hutang.Erlang bisa merasakan penderitaan Maya. Dia juga merasa bersalah. Kebenciannya seketika sirna tergantikan oleh rasa iba. Dia menoleh pada Heru."Kita masuk sekarang!" Erlang berdiri tegak, lantas menendang pintu ruangan dengan sekencangnya, hingga terdengar bunyi yang yang sangat keras.Baaammm.Jonny tersentak. Dia menoleh ke belakang dan mendapati dua orang pria dengan amarah yang meluap-luap. Baru saja berjongkok mendekati Maya, seorang pria asing suda
"Aku terima telpon dulu," kata Erlang dengan sopan. Dia segera keluar dari ruangan itu."Dia sangat tampan, Maya," Bu Marta sudah tidak tahan lagi untuk memuji Erlang. Begitu pria itu meninggalkan ruangan, dia langsung mencubit lengan anak angkatnya itu. Dia geram dengan Maya."Pelan-pelan bicaranya, Bu, nanti dia dengar!" Maya merasa malu dengan sikap berlebihan ibunya. Seandainya hubungan mereka didasari oleh cinta, Maya pasti akan merasa bangga menceritakannya. "Biarkan saja!" Bu Marta tengah berbahagia, jadi dia tidak peduli. "Apa yang ibu katakan kan memang kenyataan, Selain tampan, ibu yakin dia juga orang hebat. Lihat cara berpakaiannya, cara bicara dan juga cara berjalannya!" dia tak habis-habisnya memuji Erlang, hingga Maya mengehentikannya. "Cukup, Bu!" Maya cemberut. "Aku sama sekali tidak melihat semua yang dikatakan Ibu tentangnya." Maya berusaha membohongi dirinya sendiri karena masih ada dendam yang kuat dalam dirinya."Lalu kenapa kamu menikah dengannya?""Aku tida
Malam panjang itu sepertinya akan terulang lagi. Erlang akan meminta haknya sebagai seorang suami. Seketika dia melupakan janjinya yang ingin berpisah dari Maya. Rasa curiganya juga telah sirna seiring dengan kejadian yang terjadi beberapa saat sebelumnya."Bisakah kita menghilangkan rasa tidak nyaman di antara kita?" Erlang meminta, karena ingin memulai petualangannya dengan berdasarkan perasaan juga.Memiliki perasaan nyaman satu sama lain, bukankah feel-nya akan lebih terasa?"Tentu saja." Maya juga merasakan hal yang sama. Setelah menganggukkan kepalanya, tanpa ragu, dia mengecup bibir Erlang.Rona kepuasan terpancar di wajah Erlang. Dia segera menangkup wajah Maya, lalu melahap rakus bibir wanita itu.Menit kemudian, Erlang telah membimbing Maya ke dalam kamar. Untuk pertama kalinya, mereka berdua melakukan hubungan suami istri menggunakan perasaan yang sama.Meski tidak saling berkata jujur, namun dari gerakan dan desahan keduanya telah tergambarkan jika benih benih cinta itu su
Dahi Erlang seketika mengernyit ketika mendengar permintaan Maya. Tidak masuk akal baginya untuk mengutamakan wanita itu di atas segalanya. "Apa maksudmu?" Erlang bertanya. "Seperti janjimu," Maya mengingatkan kembali apa yang telah Erlang katakan beberapa hari yang lalu."Janji yang mana? Aku rasa ada kesalahpahaman di sini," koreksi Erlang. Dia berdiri dan menghampiri Maya.Meski mengakui jika rasa cinta itu telah tumbuh, namun Erlang tidak serta merta menjadi bodoh di hadapan wanita. "Kamu sendiri yang mengatakan jika kamu akan memperlakukan aku seperti istrimu yang lain. Jadi aku hanya meminta hakku, tidak bisakah kamu menurutinya? Aku ingin dicintai dan diperhatikan seperti yang kamu lakukan pada dua istrimu yang lain!" Maya semakin berani protes."Maya, kamu salah mengerti dengan apa yang aku katakan," Erlang memperjelas. Dia tidak ingin terjadi keributan. "Aku akui jika saat ini sudah memiliki perasaan padamu, tapi itu bukan berarti kamu yang harus menjadi nomor satu dalam h
Dalam penerbangan, Erlang lebih banyak diam. Dia menutup mata, telinga dan mulutnya. Dia melakukan itu agar bisa tenang saat memikirkan cara menghadapi Zoya.Setelah kembali, Erlang sudah membuat keputusan untuk bercerita pada Zoya tentang pernikahannya dengan Maya. Dia akan jujur dan membiarkan Zoya mengambil keputusan.Di sisi lain, Maya merasa bosan dengan perjalanan itu. Dia menoleh pada pria di sebelahnya. "Aku tahu kamu tidak tidur." Maya menunggu reaksi Erlang. Pria itu masih saja diam. "Jangan pikir aku bodoh, Erlang, mau sampai kapan kamu mendiamkanku?"Maya kecewa. Sejak berangkat dari penginapan, Erlang hanya diam membisu. Mereka hanya sedikit berselisih paham, kenapa suaminya itu harus mendiamkannya hingga berada di dalam pesawat."Aku ingin istirahat. Tolong jangan ganggu aku!" pinta Erlang dengan suara dingin."Lalu bagaimana denganku?" Baru satu minggu mereka menghabiskan waktu bersama, menjalani hidup sebagai sepasang suami istri secara normal, sikap Erlang sudah kemb
Ketika Zoya akan pergi membawa rasa kecewanya, Hendra memanggilnya lagi."Ada apa lagi?" tanya Zoya dengan mata memerah."Sejujurnya, aku tidak menyalahkan Erlang atas hal ini," ucap Hendra dengan tenang. "Menurutku, apa yang dia lakukan masih normal, mungkin ada salahnya karena tidak jujur, tapi itu dia lakukan karena dia sangat mencintaimu. Aku adalah saksi hidup betapa dia sangat takut kehilanganmu," Hendra akhirnya memberi penjelasan yang masuk akal.Zoya membalas lagi, "Jadi kamu ingin menyalahkan aku?"Hendra mengangguk. "Mmmmm ... kesalahan pertama ada padamu, jadi sebagai sahabat kalian berdua, tolong jangan membuat keributan dengan Erlang jika dia telah kembali!" pintanya."Jadi aku harus diam saja menonton kemesraan mereka? Apa aku juga harus bertepuk tangan atas kebahagiaan mereka berdua? Itu yang kamu ingin aku lakukan?" raungan Zoya seketika mengagetkan Angkasa. Beruntung Hennah dengan gesit menghalangi Angkasa. Dia menenangkan hati anak kecil itu agar tidak nekat menemu
Tanpa menghiraukan alasan dari Zoya, Erlang langsung menyambar istrinya yang kebetulan malam itu hanya menggunakan lingerie. Khawatir mendapat penolakan seperti hari-hari sebelumnya, dia pun menggiring sang istri menuju ranjang. "Jangan terburu-buru seperti ini, Lang!" Zoya mendesah tatkala mulut Erlang menyentuh dadanya. "Apa kamu tidak ingin mendengar sesuatu dariku?" Dia berharap Erlang menanyakan tentang penyakitnya.Namun, Erlang tidak mau tahu lagi tentang semua itu. Mulutnya lebih sibuk menghisap, memilin dan mengemut semua bagian tubuh Zoya.Ketika melihat Zoya masih ingin berbicara, Erlang segera menyambar mulut wanita itu. Dia tidak butuh alasan untuk percintaan malam itu, bahkan dia siap menerima resiko apapun, jika harus tertular penyakit Zoya.Setelah lebih dari tiga tahun berlalu, malam yang sangat panjang telah terulang kembali untuk sepasang suami istri itu. Erlang tidak puas dengan hanya satu ronde, dia melakukan penyatuan itu secara berulang-ulang hingga akhirnya te
Dua hari berlalu dengan cepat.Erlang masih belum menyadari maksud tujuan Rasputin memanggilnya ke mansion Bagaskara. Terbiasa menghadapi sang ayah mertua karena rengekan Arsyila membuat Erlang merasa enteng dengan permintaan tersebut."Selamat malam, Dad!" Erlang menyapa ayah mertuanya yang sedang duduk santai di ruang keluarga."Selamat malam, Erlang," Rasputin menyambut dengan hangat. "Silakan duduk dulu, tidak usah langsung menemui Arsyila."Erlang duduk tanpa pikiran aneh apa pun.Di sebelah Rasputin, tampak Rafael yang juga sedang asyik bermain gadget. Anak kecil itu tidak terlalu fokus lagi akan kehadiran Erlang, karena di tangannya ada permainan yang lebih seru.Malam itu, Rasputin ingin membicarakan hal penting, jadi dia segera berbisik pada cucunya. "Kakek dan daddymu akan membicarakan hal penting, jadi pergilah bermain di kamarmu!" suruhnya.Masih sibuk dengan mainan barunya, Rafael menurut saja. Dia berjalan sambil bermain ponsel tanpa menghiraukan nasehat dari kakeknya.
"Zoya mengakui sendiri, kalau dia masih mencintaimu seperti dulu, dan dia ingin kembali ke sisimu selamanya. Maka perjuangkan dia, jangan membuatnya kecewa lagi!" isi pesan yang baru saja dibaca oleh Erlang.Erlang bahkan tidak sabar untuk menemui Zoya kembali. Pesan yang dikirimkan oleh Hendra membuat semangat pria itu membara. Segera setelah itu, Erlang mengirimkan pesan balasan pada sang sahabat.[Tentu saja, Hend. Terima kasih banyak sudah memberitahuku. Terima kasih juga karena selama ini selalu bersama dengan Zoya dan selalu menjaganya dengan baik.] Erlang membalas dengan cepat dan senyum yang berseri seri."Cepatlah berputar waktu!" Erlang berharap seperti pemuda belasan tahun yang baru saja merasakan cinta pertama.Di lain tempat.Zoya baru saja tiba di salah satu kafe miliknya."Bu Zoya, ada wanita yang mengaku sebagai saudara Ibu dan saat ini sedang menunggu di ruang VIP," jelas seorang pelayan ketika Zoya baru saja masuk memasuki kafe."Siapa namanya?" Zoya mengerutkan dahi
Tidak hanya setuju dengan pengakuan Zoya, Hendra justru terharu mendengar keinginan sahabatnya itu. Senyum ceria seketika terlukis di wajah pria itu. Dia mendukung seratus persen. "Tentu saja kamu tidak salah, Zoya, Erlang itu hanya milikmu seorang. Dulu Syila berusaha merebut Erlang darimu, dan sekarang Maya yang datang. Jika Syila saja bisa kamu taklukkan, kenapa tidak dengan si Maya ingusan itu." Hendra tidak akan pernah bosan mempengaruhi sahabatnya itu, karena menurutnya Zoya lah yang paling pantas menjadi pemenangnya."Kamu bicara apa sih?" Zoya segera berjalan menuju parkiran. Dia masih enggan untuk mengiyakan seluruh perkataan Hendra. Namun dalam hati, dia juga setuju dengan pendapat pria beranak satu itu."Itu kenyataan." Hendra berjalan beriringan dengan Zoya. "Kamu mencintai Erlang, begitu juga Erlang masih sangat mencintaimu. Kalian itu sudah ditakdirkan untuk bersama dan saling memiliki. Selamanya akan seperti itu.""Tapi dia masih suami sahnya Syila, dan sekarang juga
Maya melotot tajam menyaksikan adegan di depan matanya. Kedua bola mata wanita itu nyaris keluar mengetahui Zoya berada di ruangan yang sama dengan Erlang dan dalam posisi yang sangat intim. Ini pertama kalinya Maya menyaksikan kemesraan sepasang suami istri itu, dan dia iri melihatnya. Tidak.Bukan hanya cemburu, tapi saat ini Maya juga marah besar hingga rasanya ingin melabrak wanita yang merupakan madunya itu."Tidak tahu malu kalian!" Maya memaki, tidak terima karena sebelumnya Erlang telah memintanya untuk segera datang ke hotel tersebut. Namun, apa yang dilihat di depan mata, Zoya yang muncul lebih dulu.Erlang segera meraih taplak meja dan buru buru menutupi menutupi bagian bawah tubuhnya. Meski kedua wanita yang bersama dengannya adalah para istrinya, namun tetap ada rasa malu ketika mereka bertiga berada dalam satu ruangan."Sorry, Sayang," Erlang justru minta maaf pada Zoya, karena membuat wanita itu merasa tidak nyaman. Dia lebih peduli pada istri keduanya itu daripada me
Terkejut dengan keberadaan Maya, sontak saja Erlang menekan tombol merah dalam ponselnya tatkala melihat istri mudanya itu tengah bersama dengan Rasputin."Apa yang dia lakukan di sini?" Erlang berpikir seraya mengamati istrinya yang sedang berbincang bincang asyik dengan sang ayah mertua. Sesekali Maya tampak tertawa ketika mendengar cerita dari Rasputin. Hal itu membuat Erlang penasaran dan memutuskan mendekati keduanya."Erlang ....!" Rasputin menyapa lebih dulu begitu melihat menantunya. "Apa yang kamu lakukan di sana? Kenapa berdiri saja? Apa Syila sudah tidur?" cecarnya."Ya, Syila sudah tidur, Dad, jadi aku berencana untuk keluar malam ini, karena masih banyak urusan yang harus kuselesaikan," Erlang menjawab dengan tenang. Rasputin paham jika Erlang tengah dilanda satu masalah saat ini. Jadi dia membiarkan Erlang pergi malam itu tanpa banyak protes. "Baiklah kalau kamu mau pergi, tapi jika bisa, sebaiknya bawa kembali Zoya dan Angkasa ke rumah ini. Dengan bersama mereka di rum
Permintaan dan tindakan Syila sontak mengingatkan Erlang pada kejadian beberapa tahun yang lalu. Kelakuan Syila sama persis seperti yang dilakukannya saat menjebak Erlang di awal perkenalan mereka.Kala itu, Syila memanfaatkan kepolosan dan ketidakmampuan Erlang yang belum memiliki pengaruh apa pun di dunia bisnis. Namun, siapa sangka dalam waktu singkat, Erlang telah menjelma menjadi pria sukses dan disegani banyak kalangan. Hanya butuh waktu kurang lebih dua tahun, Erlang sudah mampu mengembangkan usahanya di berbagai bidang. Bahkan lebih dari setengah saham yang dimiliki Rasputin Bagaskara telah berpindah tangan atas nama Zoya Maharani sebagai satu satunya wanita yang dicintai Erlang.Kini, kata kata Arsyila tidak berguna lagi untuk Erlang. Sekali pun wanita itu mengemis cintanya, Erlang tidak akan menurut. Dia tidak akan mudah ditundukkan hanya dengan bujuk rayu.Dengan kasar, Erlang melepas kedua tangan Syila. Dia menghempaskannya, lalu tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Erlang
Zoya berdiri untuk menyambut Maya. Sikap sopannya masih terjaga walau sebenarnya dalam hati ingin mencekik wanita yang menggunakan dress kuning terang itu."Selamat sore, Maya!" sapa Zoya dengan sopan. "Terima kasih sudah mau datang menemuiku.""Tidak ada alasan untuk menolakmu bukan?" Maya tersenyum tipis. "Sebelumnya kita sudah pernah bertemu dan semua terlihat baik baik saja, jadi aku tidak mungkin menolak permintaanmu ini seandainya kamu mengundangku secara langsung," sindir Maya karena Zoya telah menggunakan Hendra hanya untuk meminta pertemuan itu."Apa itu perlu dibahas?" Zoya segera duduk. ",Kurasa tidak penting sama sekali." Kesabarannya diuji sekali lagi. Maya benar benar selalu percaya diri dalam setiap hal, dan tidak peduli dengan perasaan orang lain.Maya juga mendaratkan bokongnya dia atas kursi, lalu bersikap seakan dia adalah orang yang sangat penting pada pertemuan itu. "Kamu yang mengundang aku ke sini, aku harap kamu lah yang memberi penjelasan dan juga tujuan kamu
Erlang mengernyitkan dahinya ketika menyaksikan seringai di wajah Maya. Sudah berulang kali dia melihat ekspresi itu. Jika ditanya, Maya akan memberi alasan yang sama. "Apa yang ingin dia bahas kali ini?" pikir Maya setelah membaca pesan dari Hendra dengan isi ajakan untuk bertemu dengan Zoya secara pribadi."Apa tentang kafenya?" Maya menduga duga dan belum menyadari jika Erlang tengah memperhatikannya.Semakin penasaran, Erlang mendekati istrinya yang masih duduk selonjoran di atas ranjang itu."Apa yang kamu pikirkan, Maya?" Erlang mengagetkan istrinya. "Dengan siapa kamu chatingan? Sibuk banget," sindir Erlang.Dengan sikap santainya, Maya menoleh. Dia tidak terkejut karena sudah terbiasa dengan pertanyaan itu. Dan seperti biasa, Maya pun menjawab dengan alasan yang sama."Hanya klien baru," Maya berkata santai. "Ada tawaran produk baru, tapi aku tidak terlalu menyukai konsepnya.""Klien lagi?" ulang Erlang. "Apa kamu sedang banyak penawaran kerja sama saat ini? Kenapa kamu selal