Jiwa menatap tak percaya Ayuda, tangan wanita itu mulai meraba kebagian inti tubuhnya dan dia pun hanya diam. Jiwa ingin melihat seberapa jauh Ayuda akan mengancamnya dengan cara seperti ini, dia yakin istri ke duanya ini akan berhenti sendiri saat melihat dirinya sama sekali tidak takut.Namun, Jiwa sukses dibuat terkesiap, Ayuda membuka baju hingga membuat dadanya yang berbalut bra berwarna marun menonjol. Bra dengan model rendah itu mau tak mau membuat isi di dalamnya seperti tumpah, dan Jiwa pun mulai goyah.“Kamu boleh melakukannya seperti pertama kali, kasar dan dan tidak berperasaan. Lagi pula aku sudah bilang dengan senang hati akan melahirkan anak untukmu,” goda Ayuda.Bak jalang liar yang haus belaian dia memasukkan tangan ke bagian depan celana pendek Jiwa. Menyentuh inti tubuh pria itu, lalu tersenyum miring karena ternyata senjata Jiwa sudah mengeras.“Kamu tahu? aku pernah bertemu Raga di klub malam, dia bahkan hampir mendapat oral gratis dariku, tapi saat aku tahu dia a
Wangi benar-benar dibuat tidak bisa tidur, dia keluar masuk kamarnya untuk melihat kemungkinan Jiwa keluar dari kamar Ayuda. Namun, sayang dia tidak tahu bahwa sejak tadi Jiwa sudah pindah tidur di ruang kerjanya. Wangi masuk ke kamar dan membanting pintu dengan kencang. Hatinya terasa terbakar, secepat inikah Ayuda berhasil dengan rencana membuat hidupnya berantakan.“Akan aku balas dia, lihat saja!” gumam Wangi.Hari berikutnya, Wangi serasa enggan membuka mata, tapi telinganya mendengar gemericik air dari dalam kamar mandi, dia yakin Jiwa sudah kembali. Wangi terlambat bangun karena baru bisa tidur jam dua pagi. Meski begitu dia memaksakan diri untuk bangkit dan berjalan menuju depan pintu bilik air itu, mulut Wangi sudah tidak sabar mencecar suaminya dengan banyak pertanyaan, salah satunya kenapa semalam tidak kembali ke kamar mereka.“Mas, semalam apa kamu tidur di kamar wanita itu?” tanya Wangi dari luar, dia yakin Jiwa bisa mendengar suaranya. “Kamu tidak berbuat macam-macam ‘k
Wangi berjalan cepat menuju kamar Ayuda, kebetulan sebelum sampai di ruang pribadi madunya itu, dia melihat Ayuda keluar dengan penampilan yang sudah rapi. Wangi pun hendak melayangkan tamparan ke pipi, tapi Ayuda berhasil menghindar sambil mengucapkan kalimat ejekan. Hal ini membuat Wangi semakin murka dan menyambar tas milik Ayuda kemudian membuangnya sembarangan.Sikap Wangi ini membuat Ayuda kesal dan secara impulsif menjambak rambut, kukunya yang tajam hampir mencakar pipi Wangi, tapi lebih dulu ditepis.Melihat pertengkaran dua istri tuan mudanya, pembantu yang baru saja membersihkan salah satu ruangan di lantai itu pun berusaha melarai. Sang pembantu meminta baik Wangi dan Ayuda untuk menghentikan aksi berkelahi.“Nona hentikan, aduh! Jangan berkelahi,” ucap sang pembantu frustrasi.Karena terdengar semakin ribut, Jiwa pun keluar kamar, dia berjalan cepat lalu meraih lengan Wangi agar menjauh dari Ayuda.“Apa kalian anak TK?” bentak Jiwa.Bersamaan dengan itu, Raga, Linda dan R
Sial bagi Ayuda, bukan Wangi yang berdiri di sana melainkan sang mertua. Linda pun berdecak sebal. Wanita itu memutar tumit lalu mencegah suaminya untuk keluar. Adegan dua puluh satu plus di depan pintu yang dipertontonkan Ayuda dan Jiwa membuat pipi Linda merona karena malu.“Kamu sudah mulai kecanduan, benar ‘kan?” sinis Jiwa. Dia dibuat heran karena Ayuda seperti tak mendengarkan ucapannya dan malah menoleh ke arah dalam rumah.“Sepertinya aku tadi melihat orang,”gumam Ayuda. Ia berhasil membuat Jiwa sadar bahwa ciuman tadi hanyalah sandiwara yang dibuat istri ke duanya ini.“Kamu bilang apa tadi? kecanduan?” tanya Ayuda. “Mimpi kau!”Ayuda tertawa lalu memukul lengan sang suami dengan tas di tangan. Ia berjalan dengan berjengket-jengket menuruni anak tangga teras. Sikapnya membuat Jiwa membuang muka, mengusap permukaan bibirnya yang basah karena ciuman basah barusan.Di dalam mobil yang membawanya berangkat ke kantor, Ayuda memilih menghubungi Raga. Meski tidak ada hubungan yang t
Raga jelas tak berkutik saat Jiwa mengakui bahwa Ayuda adalah istrinya. Bahkan beberapa karyawan mendengar jelas kalimat yang baru saja diucapkan oleh Jiwa. Pengakuan secara langsung dari lisan pria itu bahwa Ayu adalah istrinya, membuat Raga tergelak.“Jangan mencari gara-gara, aku ke sini untuk mengajak Raga makan siang,” ucap Ayuda. Ia berusaha melepaskan cekalan tangan Jiwa tapi pria itu semakin mencengkeram erat. “Lepas! apa kamu mau jadi tontonan bawahanmu?”Ayuda merasa malu, meski dia pemberani, tapi situasi seperti ini sudah pasti membuat siapa pun yang mengalami merasa sungkan dan tak enak hati. Dua tangan Ayuda dicekal oleh pria yang berbeda, apalagi pria-pria itu bukan orang biasa. Mereka kakak beradik, putra kandung Ramahadi.“Jiwa, lepaskan tanganku! Aku mau pergi makan siang dengan Raga,” ujar Ayuda lagi.“Aku ikut!”“Apa? bukankah kamu sudah makan tadi?” tanya Ayuda, dia terkejut dengan ucapan Jiwa.Sementara itu Raga tergelak dan dengan terpaksa melepaskan tangan Ayud
“Jangan bermimpi dan jangan main-main denganku! aku tidak akan menceraikan Ayuda.”Makan siang yang sungguh tak terduga di antara dirinya, Jiwa dan Raga sudah selesai beberapa jam yang lalu, tapi Ayuda masih saja memikirkan ucapan Jiwa saat membalas perkataan Raga. Meski terkesan jahat, tapi dia cukup senang karena sudah membuat putra Ramahadi itu bertengkar.Ayuda tersenyum menatap lurus ke arah meja, digilai dua orang pria yang sama-sama rupawan tentu saja menjadi sebuah kebanggaan tersendiri bagi dirinya. Ia masih saja terus tenggelam ke dalam pikirannya sendiri, hingga tak sadar Aldi sudah berada di depannya. Pria itu pun mengetuk meja.“Apa yang sedang Anda pikirkan Nona?” tanya Aldi sembari meletakkan sebuah map ke meja.“Tidak ada. Oh … ya, aku penasaran bagaimana perkembangan gosip tentang suami Wangi yang berpoligami?” selidik Ayuda.“Seperti yang Anda minta, saya terus menggunakan jasa buzzer untuk menyerang agar berita itu tidak cepat tenggelam, saya juga ikut membuat akun
Seperti biasa, Ayuda pulang ke rumah hampir jam tujuh malam. Ia tidak ingin banyak berinteraksi dengan penghuni rumah Ramahadi terutama Wangi. Ayuda bersyukur karena saat kakinya menapak di lantai dua istana megah itu, Wangi tak menampakkan batang hidungnya. Ayuda yakin, wanita itu pasti sudah kembali bekerja seperti biasa. Namun, siapa sangka dia berpapasan dengan Susi, pembantu yang dulu pernah berani melawannya.Susi masih bersikap sama, dia bahkan tak menyapa Ayuda dan berlalu pergi setelah keluar dari kamar Wangi dan Jiwa.“Heh …,” hardik Ayuda sambil memutar badan, tangannya sudah terlipat ke depan dada sambil menatap punggung Susi. “Apa kamu tidak tahu sopan santun ke majikan? Apa kamu mau aku beri pelajaran?” ancamnya.Susi hanya diam, dia merasa sama sekali tak butuh menuruti ataupun takut karena gertakan Ayuda. Ia memilih diam sampai Ayuda berhenti tepat di depan mukanya. Putri Affandi itu memulas senyum licik, kemudian menutup mulut dengan telapak tangan.“Kenapa kamu jahat
Wangi tak bisa fokus, dia bahkan selalu salah dan tak bisa mengikuti petunjuk dari fotografer. Wanita itu sedang melakukan pemotretan sebuah produk kecantikan. Benar-benar tidak seperti biasanya, banyak kesalahan yang dia buat selama proses pengambilan gambar, hingga sang manager meminta jeda istirahat.“Jangan ambil pekerjaan pemotretan di malam hari, aku sudah lelah.”Wangi memberi alasan, padahal tanpa diberitahupun Audy sudah tahu kalau dia sedang banyak pikiran. Beberapa perusahaan memilih menggantung kesepakatan dengan wangi, hal ini membuat istri pertama Jiwa itu kesal.Audy hanya mengiyakan saja permintaan Wangi tanpa ingin berdebat, dia juga sudah lelah. Sejak skandal poligami Jiwa terkuak ke publik, Audy juga tidak bisa tidur dengan nyenyak. Ia harus menjawab, memberi penjelasan ke orang-orang yang baru akan dan sudah memiliki kontrak kerja dengan artisnya.Wangi duduk dan menyandarkan punggung di kursi malas yang memang disediakan khusus untuknya. Ia mulai mengetikkan beber