Raga jelas tak berkutik saat Jiwa mengakui bahwa Ayuda adalah istrinya. Bahkan beberapa karyawan mendengar jelas kalimat yang baru saja diucapkan oleh Jiwa. Pengakuan secara langsung dari lisan pria itu bahwa Ayu adalah istrinya, membuat Raga tergelak.“Jangan mencari gara-gara, aku ke sini untuk mengajak Raga makan siang,” ucap Ayuda. Ia berusaha melepaskan cekalan tangan Jiwa tapi pria itu semakin mencengkeram erat. “Lepas! apa kamu mau jadi tontonan bawahanmu?”Ayuda merasa malu, meski dia pemberani, tapi situasi seperti ini sudah pasti membuat siapa pun yang mengalami merasa sungkan dan tak enak hati. Dua tangan Ayuda dicekal oleh pria yang berbeda, apalagi pria-pria itu bukan orang biasa. Mereka kakak beradik, putra kandung Ramahadi.“Jiwa, lepaskan tanganku! Aku mau pergi makan siang dengan Raga,” ujar Ayuda lagi.“Aku ikut!”“Apa? bukankah kamu sudah makan tadi?” tanya Ayuda, dia terkejut dengan ucapan Jiwa.Sementara itu Raga tergelak dan dengan terpaksa melepaskan tangan Ayud
“Jangan bermimpi dan jangan main-main denganku! aku tidak akan menceraikan Ayuda.”Makan siang yang sungguh tak terduga di antara dirinya, Jiwa dan Raga sudah selesai beberapa jam yang lalu, tapi Ayuda masih saja memikirkan ucapan Jiwa saat membalas perkataan Raga. Meski terkesan jahat, tapi dia cukup senang karena sudah membuat putra Ramahadi itu bertengkar.Ayuda tersenyum menatap lurus ke arah meja, digilai dua orang pria yang sama-sama rupawan tentu saja menjadi sebuah kebanggaan tersendiri bagi dirinya. Ia masih saja terus tenggelam ke dalam pikirannya sendiri, hingga tak sadar Aldi sudah berada di depannya. Pria itu pun mengetuk meja.“Apa yang sedang Anda pikirkan Nona?” tanya Aldi sembari meletakkan sebuah map ke meja.“Tidak ada. Oh … ya, aku penasaran bagaimana perkembangan gosip tentang suami Wangi yang berpoligami?” selidik Ayuda.“Seperti yang Anda minta, saya terus menggunakan jasa buzzer untuk menyerang agar berita itu tidak cepat tenggelam, saya juga ikut membuat akun
Seperti biasa, Ayuda pulang ke rumah hampir jam tujuh malam. Ia tidak ingin banyak berinteraksi dengan penghuni rumah Ramahadi terutama Wangi. Ayuda bersyukur karena saat kakinya menapak di lantai dua istana megah itu, Wangi tak menampakkan batang hidungnya. Ayuda yakin, wanita itu pasti sudah kembali bekerja seperti biasa. Namun, siapa sangka dia berpapasan dengan Susi, pembantu yang dulu pernah berani melawannya.Susi masih bersikap sama, dia bahkan tak menyapa Ayuda dan berlalu pergi setelah keluar dari kamar Wangi dan Jiwa.“Heh …,” hardik Ayuda sambil memutar badan, tangannya sudah terlipat ke depan dada sambil menatap punggung Susi. “Apa kamu tidak tahu sopan santun ke majikan? Apa kamu mau aku beri pelajaran?” ancamnya.Susi hanya diam, dia merasa sama sekali tak butuh menuruti ataupun takut karena gertakan Ayuda. Ia memilih diam sampai Ayuda berhenti tepat di depan mukanya. Putri Affandi itu memulas senyum licik, kemudian menutup mulut dengan telapak tangan.“Kenapa kamu jahat
Wangi tak bisa fokus, dia bahkan selalu salah dan tak bisa mengikuti petunjuk dari fotografer. Wanita itu sedang melakukan pemotretan sebuah produk kecantikan. Benar-benar tidak seperti biasanya, banyak kesalahan yang dia buat selama proses pengambilan gambar, hingga sang manager meminta jeda istirahat.“Jangan ambil pekerjaan pemotretan di malam hari, aku sudah lelah.”Wangi memberi alasan, padahal tanpa diberitahupun Audy sudah tahu kalau dia sedang banyak pikiran. Beberapa perusahaan memilih menggantung kesepakatan dengan wangi, hal ini membuat istri pertama Jiwa itu kesal.Audy hanya mengiyakan saja permintaan Wangi tanpa ingin berdebat, dia juga sudah lelah. Sejak skandal poligami Jiwa terkuak ke publik, Audy juga tidak bisa tidur dengan nyenyak. Ia harus menjawab, memberi penjelasan ke orang-orang yang baru akan dan sudah memiliki kontrak kerja dengan artisnya.Wangi duduk dan menyandarkan punggung di kursi malas yang memang disediakan khusus untuknya. Ia mulai mengetikkan beber
Ayuda memakai lingerie berwarna hitam di dalam dengan outer berbahan sutra di luar. Ia menyemprotkan parfum ke leher lantas menyibakkan rambut. Ayuda mematut diri di depan cermin, dia terlihat sangat seksi, menggairahkan dan cantik. Dia yakin Jiwa tidak akan mungkin bisa menolak pesonanya.Dengan langkah ringan, Ayuda keluar dari kamar. Ia mencoba mencari tahu apakah Jiwa sudah pulang. Melihat ruang kerja suaminya itu tidak tertutup dengan sempurna, dia pun memilih melangkahkan kaki ke sana.Benar saja, di sana Ayuda melihat Jiwa yang sudah memakai baju rumah sedang berdiri di depan rak buku. Pria itu seperti mencari sesuatu.“Apa kamu tidak lelah bekerja setiap waktu?”Suara Ayuda membuat Jiwa menoleh dan menyembunyikan kegugupan. Mata pria itu seketika mengerjap mendapati sang istri ke dua yang berpenampilan sangat seksi.“Tidurlah! jangan mengganggu orang!” hardik Jiwa.“Bagaimana bisa aku tidak mengganggumu? kamu saja terus menggangguku. Kamu sudah mengacaukan makan siangku dan Ra
Ayuda terbuai, dia menikmati sentuhan Jiwa tapi juga berusaha mempertahankan akal sehat. Ia ingin membuat pria itu kesal, melambungkan birahi Jiwa sampai ke ubun lalu menghempaskannya. Namun, mereka sudah sama-sama terbuai, ciuman Jiwa di pundak dan leher Ayuda dibalas wanita itu dengan desahan halus. Ayuda bahkan merapatkan tubuh dan mengusapkan pipinya ke pipi Jiwa.Sementara Jiwa, entah sejak kapan dia mulai menyukai Ayuda. Tubuh istri ke duanya itu seperti memiliki mantra, bahkan untuk sejenak Jiwa melupakan permusuhan yang selama ini menjadi akar masalahnya dan Ayuda. Pria itu meremas dada Ayuda, menggigit kecil puncaknya dari balik bra.Ayuda pun melenguh, kepalanya mendongak dengan tangan mencengkeram bagian belakang kepala Jiwa. Ia membiarkan saja pria itu membuka pengait branya dan melemparkan kain itu sembarangan. Jiwa membuang penutup dada Ayuda terlalu jauh hingga berakhir teronggok di dekat kaki meja pajangan. Pria itu lepas kendali, tangan kirinya meremas lembut dada k
“Sudah pulang, aku pikir besok pagi.” Jiwa menjawab dengan santai, setelahnya kembali ke ruang kerjanya.Wangi yang merasa diabaikan menyusul ke dalam. Setelah semua skandal dan berita miring yang membuatnya kehilangan beberapa kontrak pekerjaan, kini dia harus dihadapkan dengan sikap Jiwa yang mulai berubah.“Mas, apa yang baru saja Mas lakukan dengan wanita itu?” tanya Wangi dengan muka masam. Nahas, dia yang sudah lelah harus melihat hal yang sangat tidak ingin dia lihat.Jiwa tak menjawab pertanyaan Wangi, pria itu kembali menuju depan rak buku persis seperti apa yang dia lakukan saat Ayuda masuk ke dalam ruang kerjanya. Jiwa memang berniat membaca ulang satu buku tentang bisnis sebelum istri ke duanya datang dan membuatnya horni tadi. Pria itu tak peduli dengan ucapan Wangi, matanya menyisir rak untuk menemukan buku yang dia cari.Wangi pun mendekat, wanita itu melotot kaget melihat bra berwarna hitam teronggok di dekat kaki meja pajangan. Ia sudah bisa menebak dan lantas bertany
Ayuda nampak pergi tanpa sarapan hari itu, dia ingin bergegas menemui seseorang karena memiliki tujuan terselubung. Ia melangkahkan kaki cepat dan hanya menyapa Raga yang begitu gagah mengenakan setelan kerjanya. “Mau ke mana?” “Ada urusan penting,” jawab Ayuda tanpa menoleh. Raga memulas senyum, tapi tak lama dihardik oleh Jiwa yang baru saja turun. “Berhenti perhatian pada istriku!” titah Jiwa, ucapannya itu terdengar oleh Wangi yang berjalan tepat di belakangnya. Layaknya orang yang tengah bermusuhan, semalam Jiwa dan Wangi tidur saling beradu punggung. Wangi tak percaya Jiwa tak mau membujuk atau sekadar meminta maaf padanya. Namun, sebelum turun untuk sarapan, Jiwa berkata Wangi bisa melakukan keinginannya membuat Ayuda mengandung anak mereka. Wangi pun memberikan pelukan mesra dan bahkan mengecup bibir Jiwa, tapi tak dia sangka sang suami akan membuatnya kesal lagi dengan menyebut Ayuda ‘istriku’. Di sisi lain, Ayuda sudah berada di dalam mobil yang dikemudikan Aldi. Ia har