Kilat kamera membuat mata Ayuda silau, dia kaget karena banyak wartawan yang sudah menunggu di depan gedung Affa Konstruksi. Aldi bahkan harus meminta bantuan bodyguard dari jasa keamanan yang pernah menaunginya dulu. Padahal saat tadi Affandi pergi, lobi nampak sepi. Tak ada tanda-tanda kerumunan seperti ini, hingga beberapa jam yang lalu, satpam mengabari bahwa banyak pencari berita yang menunggu Ayuda.Gosip tak bisa dibendung, pernikahan antara Ayuda dan Jiwa sudah tersiar di seluruh negeri, dan ini memang yang Ayuda inginkan.“Maaf, saya belum bisa memberi penjelasan. Maaf ya!”Ayuda berjalan membelah kerumunan, hingga tertawa saat mobil yang dikemudikan Aldi menjauh.“Al, apa aku sudah cocok menjadi artis,”gurau Ayuda. “Cih … bagaimana bisa Wangi membanggakan pekerjaannya, dia bahkan tidak memiliki privasi. Hidupnya dibayang-bayangi oleh pemikiran dan komentar orang lain.Aldi tak menjawab, pria itu hanya diam sampai tiba-tiba sebuah pemikiran melintas di dalam benaknya. “Nona,
“Mas, ini nggak bisa dibiarkan. Perempuan itu sudah buat aku seharian pusing, bahkan Mama kesal.”Jiwa melepas dasinya dengan kasar. Baru saja menginjakkan kaki di kamar, bukannya sapaan ramah tapi malah aduan yang dia dengar. Pria itu tak menjawab, memilih melepas kemeja dan melemparnya ke keranjang cucian dengan kasar.“Mas jiwa,”panggil Wangi.Ia sadar suaminya tidak dalam suasana hati yang baik. Tidak ada satu orang pun yang memiliki suasana hati baik sejak Ayuda menginjakkan kaki di istana Ramahadi. Wangi dan Jiwa bahkan terlambat untuk makan malam bersama karena malas bertemu dengan Ayuda.Namun, saat sudah berada di ruang makan. Mereka terkejut karena tak menemukan sosok Ayuda di sana, bahkan Raga juga tak nempak batang hidungnya. Padahal jelas Jiwa tadi melihat sang adik pulang.Bersikap tak peduli, Jiwa duduk dan membiarkan pembantu melayaninya makan. Ia melirik Linda yang memasang muka masam. Suasana rumah itu sangat mencekam.“Di mana Raga?” tanya Jiwa sambil meraih alat ma
“Tidak mudah jatuh cinta ya? apa karena kamu punya trauma masa lalu yang sangat menyakitkan, hingga membuatmu merasa hanya Wangi yang ada, dan pada akhirnya sangat mencintai wanita rakus itu?”Ayuda tanpa basa-basi berbicara, jika biasanya dia ingin Jiwa masuk ke kamarnya, tapi entah kenapa saat pria itu dengan sukarela berada di ruang pribadinya itu, dia malah benci.“Aku bukan anak TK, untuk apa menikahi orang karena trauma masa lalu. Aku memang mencintainya.”Meski matanya terpejam, Jiwa masih mendengarkan Ayuda bicara. Agak kesal juga Ayuda dibuatnya, bukan masalah cintanya ke Wangi, tapi cinta itu yang membuatnya sampai mau berbuat hal gila.“Aku sedang menghancurkan karir istri yang sangat kamu cintai itu, tapi kamu malah tidur di sini, bukankah kamu hanya akan membuat hati istri yang sangat kamu cintai itu hancur?” cecar Ayuda. Ia masih tak percaya Jiwa masuk dan sedang berbaring di ranjangnya.“Aku terlalu mencintainya, jadi selama ini aku tidak pernah bisa menolak dan memberi
Jiwa menatap tak percaya Ayuda, tangan wanita itu mulai meraba kebagian inti tubuhnya dan dia pun hanya diam. Jiwa ingin melihat seberapa jauh Ayuda akan mengancamnya dengan cara seperti ini, dia yakin istri ke duanya ini akan berhenti sendiri saat melihat dirinya sama sekali tidak takut.Namun, Jiwa sukses dibuat terkesiap, Ayuda membuka baju hingga membuat dadanya yang berbalut bra berwarna marun menonjol. Bra dengan model rendah itu mau tak mau membuat isi di dalamnya seperti tumpah, dan Jiwa pun mulai goyah.“Kamu boleh melakukannya seperti pertama kali, kasar dan dan tidak berperasaan. Lagi pula aku sudah bilang dengan senang hati akan melahirkan anak untukmu,” goda Ayuda.Bak jalang liar yang haus belaian dia memasukkan tangan ke bagian depan celana pendek Jiwa. Menyentuh inti tubuh pria itu, lalu tersenyum miring karena ternyata senjata Jiwa sudah mengeras.“Kamu tahu? aku pernah bertemu Raga di klub malam, dia bahkan hampir mendapat oral gratis dariku, tapi saat aku tahu dia a
Wangi benar-benar dibuat tidak bisa tidur, dia keluar masuk kamarnya untuk melihat kemungkinan Jiwa keluar dari kamar Ayuda. Namun, sayang dia tidak tahu bahwa sejak tadi Jiwa sudah pindah tidur di ruang kerjanya. Wangi masuk ke kamar dan membanting pintu dengan kencang. Hatinya terasa terbakar, secepat inikah Ayuda berhasil dengan rencana membuat hidupnya berantakan.“Akan aku balas dia, lihat saja!” gumam Wangi.Hari berikutnya, Wangi serasa enggan membuka mata, tapi telinganya mendengar gemericik air dari dalam kamar mandi, dia yakin Jiwa sudah kembali. Wangi terlambat bangun karena baru bisa tidur jam dua pagi. Meski begitu dia memaksakan diri untuk bangkit dan berjalan menuju depan pintu bilik air itu, mulut Wangi sudah tidak sabar mencecar suaminya dengan banyak pertanyaan, salah satunya kenapa semalam tidak kembali ke kamar mereka.“Mas, semalam apa kamu tidur di kamar wanita itu?” tanya Wangi dari luar, dia yakin Jiwa bisa mendengar suaranya. “Kamu tidak berbuat macam-macam ‘k
Wangi berjalan cepat menuju kamar Ayuda, kebetulan sebelum sampai di ruang pribadi madunya itu, dia melihat Ayuda keluar dengan penampilan yang sudah rapi. Wangi pun hendak melayangkan tamparan ke pipi, tapi Ayuda berhasil menghindar sambil mengucapkan kalimat ejekan. Hal ini membuat Wangi semakin murka dan menyambar tas milik Ayuda kemudian membuangnya sembarangan.Sikap Wangi ini membuat Ayuda kesal dan secara impulsif menjambak rambut, kukunya yang tajam hampir mencakar pipi Wangi, tapi lebih dulu ditepis.Melihat pertengkaran dua istri tuan mudanya, pembantu yang baru saja membersihkan salah satu ruangan di lantai itu pun berusaha melarai. Sang pembantu meminta baik Wangi dan Ayuda untuk menghentikan aksi berkelahi.“Nona hentikan, aduh! Jangan berkelahi,” ucap sang pembantu frustrasi.Karena terdengar semakin ribut, Jiwa pun keluar kamar, dia berjalan cepat lalu meraih lengan Wangi agar menjauh dari Ayuda.“Apa kalian anak TK?” bentak Jiwa.Bersamaan dengan itu, Raga, Linda dan R
Sial bagi Ayuda, bukan Wangi yang berdiri di sana melainkan sang mertua. Linda pun berdecak sebal. Wanita itu memutar tumit lalu mencegah suaminya untuk keluar. Adegan dua puluh satu plus di depan pintu yang dipertontonkan Ayuda dan Jiwa membuat pipi Linda merona karena malu.“Kamu sudah mulai kecanduan, benar ‘kan?” sinis Jiwa. Dia dibuat heran karena Ayuda seperti tak mendengarkan ucapannya dan malah menoleh ke arah dalam rumah.“Sepertinya aku tadi melihat orang,”gumam Ayuda. Ia berhasil membuat Jiwa sadar bahwa ciuman tadi hanyalah sandiwara yang dibuat istri ke duanya ini.“Kamu bilang apa tadi? kecanduan?” tanya Ayuda. “Mimpi kau!”Ayuda tertawa lalu memukul lengan sang suami dengan tas di tangan. Ia berjalan dengan berjengket-jengket menuruni anak tangga teras. Sikapnya membuat Jiwa membuang muka, mengusap permukaan bibirnya yang basah karena ciuman basah barusan.Di dalam mobil yang membawanya berangkat ke kantor, Ayuda memilih menghubungi Raga. Meski tidak ada hubungan yang t
Raga jelas tak berkutik saat Jiwa mengakui bahwa Ayuda adalah istrinya. Bahkan beberapa karyawan mendengar jelas kalimat yang baru saja diucapkan oleh Jiwa. Pengakuan secara langsung dari lisan pria itu bahwa Ayu adalah istrinya, membuat Raga tergelak.“Jangan mencari gara-gara, aku ke sini untuk mengajak Raga makan siang,” ucap Ayuda. Ia berusaha melepaskan cekalan tangan Jiwa tapi pria itu semakin mencengkeram erat. “Lepas! apa kamu mau jadi tontonan bawahanmu?”Ayuda merasa malu, meski dia pemberani, tapi situasi seperti ini sudah pasti membuat siapa pun yang mengalami merasa sungkan dan tak enak hati. Dua tangan Ayuda dicekal oleh pria yang berbeda, apalagi pria-pria itu bukan orang biasa. Mereka kakak beradik, putra kandung Ramahadi.“Jiwa, lepaskan tanganku! Aku mau pergi makan siang dengan Raga,” ujar Ayuda lagi.“Aku ikut!”“Apa? bukankah kamu sudah makan tadi?” tanya Ayuda, dia terkejut dengan ucapan Jiwa.Sementara itu Raga tergelak dan dengan terpaksa melepaskan tangan Ayud