Jiwa bermanuver ke kiri, dia menginjak pedal rem dalam-dalam untuk membuat mobilnya berhenti. Ia kesal karena Ayuda sama sekali tidak menunjukkan rasa takut. Istrinya itu menatap ke depan dengan sorot mata benci. Hingga Jiwa memiringkan badan, memaksa Ayuda menoleh padanya dan langsung mencium bibir wanita itu dengan brutal.Ayuda pun melotot, tangannya memukul dada dan berusaha mendorong tubuh Jiwa tapi pria itu lebih dulu menguncinya. Jiwa melumat bibir atas dan bawah Ayuda bergantian, dia bahkan menelusupkan lidah menggelitiki rongga mulut istri mudanya itu sebelum membelit lidah Ayuda. Tak tinggal diam, Ayuda masih terus memberontak sampai Jiwa berhenti dan melepaskan tautan bibir mereka.“Apa kamu sudah tidak waras?”Ayuda mengusap bibirnya dengan punggung tangan, begitu juga dengan Jiwa. Pria itu menggunakan ibu jarinya untuk mengusap bibir.“Menakutimu dengan berkata ingin membunuh sepertinya tidak mempan, tapi cara ini sepertinya berhasil,” sindir Jiwa. “Bukankah kamu takut?”
Jiwa kaget mendapati Aldi sudah ada di luar sisi pintu Ayuda. Ia menjauhkan bibir, tapi Ayuda malah ingin memakasanya lagi. Pria itu pun sadar dengan kemungkinan apa yang baru saja terjadi, hingga menatap Ayuda penuh kemarahan.“Apa kamu meminta asistenmu datang?” tanya Jiwa tak percaya.“Meminta? Apa kamu lihat aku memakai ponselku?” balas Ayuda.Jiwa pun mengeram, selain Ayuda licik ternyata wanita itu didukung oleh asisten yang cerdik. Jiwa semakin tak bisa berkata-kata, saat melihat beberapa pria dengan kamera mendekat ke mobilnya.“Sial, apa dia juga memanggil wartawan?”Ayuda mengedikkan bahu, membuat Jiwa semakin geram. Wartawan-wartawan itu semakin mendekat, membuat Jiwa memutuskan mengambil langkah seribu. Ia memundurkan mobil sebelum melesat melaju dengan kecepatan tinggi.“Apa kamu kabur? Ternyata kamu takut pada wartawan?” sindir Ayuda. Ia tertawa puas karena sudah memporak-porandakan suasana hati Jiwa di pagi hari. “Kenapa tidak menurunkan saja aku, kamu bisa meninggalkan
Wangi takut, akhirnya dia memilih untuk mengundur acara konferensi pers dengan alasan kesehatan. Audy yang mendengar kabar dadakan dari Wangi dibuat pusing tujuh keliling. Hendak marah pun Audy tak bisa, karena semua keputusan ada di tangan artisnya. Sementara itu, Ayuda masih saja duduk manis di lobi anak perusahaan Jiwa, sampai seseorang berdehem tepat di sampingnya. Ayuda mendongak, dia kaget melihat Aldi berdiri tegak dengan tangan memegang pergelangan tangan kiri.“Nona, kenapa tidak membalas pesan saya?” tanya Aldi sambil menatap ponsel di tangan sang atasan.Ayuda pun tak enak hati, dia sadar Aldi mengiriminya pesan dua kali, tapi dia lebih memilih untuk membalas komentar penggemar wangi di sosial medianya. Ayuda pun meminta maaf, setelah itu bertanya kenapa asistennya itu bisa sampai ke sana.“Bagaimana bi …”Belum juga menyelesaikan kalimatnya, mulut Ayuda terbungkam karena Aldi menunjukkan ponsel miliknya, sebuah aplikasi dipasang pria itu agar bisa melacak keberadaan Ayud
Aldi hanya tertawa mendengar ocehan Ayuda, ternyata gadis itu lucu. Tak ingin konsentrasinya terpecah, Aldi pun kembali fokus, membelah jalanan untuk menuju ke kantor.Sesampainya di sana, baik Ayuda dan Aldi sama-sama kaget. Affandi sudah menunggu di ruangan sang putri. Ia merasa rindu, karena Ayuda sama sekali tidak memberi kabar. Seekor kucing nampak berada di pangkuan Affandi. Kucing itu adalah kucing kesayangan Ayuda, dia meminta orang mengantarnya langsung ke Indonesia karena yakin putrinya pasti akan sangat senang dan berterima kasih kepadanya.“Arca sayangku!”Benar saja, bukannya menyambut dan menyapa Affandi, Ayuda langsung mengambil kucing kesayangannya dari pangkuan sang papa. Gadis itu bahkan memeluk mahkluk berbulu itu sambil menciuminya.“Apa kabar kamu Arca? kamu baik-baik saja ‘kan?”Aldi beradu pandang dengan Hari, dia tak menyangka Ayuda yang galak akan semanis itu memeperlakukan kucing. Ia bahkan menimang kucing bernama Arca itu layaknya bayi.“Apa setiap hari kamu
Kilat kamera membuat mata Ayuda silau, dia kaget karena banyak wartawan yang sudah menunggu di depan gedung Affa Konstruksi. Aldi bahkan harus meminta bantuan bodyguard dari jasa keamanan yang pernah menaunginya dulu. Padahal saat tadi Affandi pergi, lobi nampak sepi. Tak ada tanda-tanda kerumunan seperti ini, hingga beberapa jam yang lalu, satpam mengabari bahwa banyak pencari berita yang menunggu Ayuda.Gosip tak bisa dibendung, pernikahan antara Ayuda dan Jiwa sudah tersiar di seluruh negeri, dan ini memang yang Ayuda inginkan.“Maaf, saya belum bisa memberi penjelasan. Maaf ya!”Ayuda berjalan membelah kerumunan, hingga tertawa saat mobil yang dikemudikan Aldi menjauh.“Al, apa aku sudah cocok menjadi artis,”gurau Ayuda. “Cih … bagaimana bisa Wangi membanggakan pekerjaannya, dia bahkan tidak memiliki privasi. Hidupnya dibayang-bayangi oleh pemikiran dan komentar orang lain.Aldi tak menjawab, pria itu hanya diam sampai tiba-tiba sebuah pemikiran melintas di dalam benaknya. “Nona,
“Mas, ini nggak bisa dibiarkan. Perempuan itu sudah buat aku seharian pusing, bahkan Mama kesal.”Jiwa melepas dasinya dengan kasar. Baru saja menginjakkan kaki di kamar, bukannya sapaan ramah tapi malah aduan yang dia dengar. Pria itu tak menjawab, memilih melepas kemeja dan melemparnya ke keranjang cucian dengan kasar.“Mas jiwa,”panggil Wangi.Ia sadar suaminya tidak dalam suasana hati yang baik. Tidak ada satu orang pun yang memiliki suasana hati baik sejak Ayuda menginjakkan kaki di istana Ramahadi. Wangi dan Jiwa bahkan terlambat untuk makan malam bersama karena malas bertemu dengan Ayuda.Namun, saat sudah berada di ruang makan. Mereka terkejut karena tak menemukan sosok Ayuda di sana, bahkan Raga juga tak nempak batang hidungnya. Padahal jelas Jiwa tadi melihat sang adik pulang.Bersikap tak peduli, Jiwa duduk dan membiarkan pembantu melayaninya makan. Ia melirik Linda yang memasang muka masam. Suasana rumah itu sangat mencekam.“Di mana Raga?” tanya Jiwa sambil meraih alat ma
“Tidak mudah jatuh cinta ya? apa karena kamu punya trauma masa lalu yang sangat menyakitkan, hingga membuatmu merasa hanya Wangi yang ada, dan pada akhirnya sangat mencintai wanita rakus itu?”Ayuda tanpa basa-basi berbicara, jika biasanya dia ingin Jiwa masuk ke kamarnya, tapi entah kenapa saat pria itu dengan sukarela berada di ruang pribadinya itu, dia malah benci.“Aku bukan anak TK, untuk apa menikahi orang karena trauma masa lalu. Aku memang mencintainya.”Meski matanya terpejam, Jiwa masih mendengarkan Ayuda bicara. Agak kesal juga Ayuda dibuatnya, bukan masalah cintanya ke Wangi, tapi cinta itu yang membuatnya sampai mau berbuat hal gila.“Aku sedang menghancurkan karir istri yang sangat kamu cintai itu, tapi kamu malah tidur di sini, bukankah kamu hanya akan membuat hati istri yang sangat kamu cintai itu hancur?” cecar Ayuda. Ia masih tak percaya Jiwa masuk dan sedang berbaring di ranjangnya.“Aku terlalu mencintainya, jadi selama ini aku tidak pernah bisa menolak dan memberi
Jiwa menatap tak percaya Ayuda, tangan wanita itu mulai meraba kebagian inti tubuhnya dan dia pun hanya diam. Jiwa ingin melihat seberapa jauh Ayuda akan mengancamnya dengan cara seperti ini, dia yakin istri ke duanya ini akan berhenti sendiri saat melihat dirinya sama sekali tidak takut.Namun, Jiwa sukses dibuat terkesiap, Ayuda membuka baju hingga membuat dadanya yang berbalut bra berwarna marun menonjol. Bra dengan model rendah itu mau tak mau membuat isi di dalamnya seperti tumpah, dan Jiwa pun mulai goyah.“Kamu boleh melakukannya seperti pertama kali, kasar dan dan tidak berperasaan. Lagi pula aku sudah bilang dengan senang hati akan melahirkan anak untukmu,” goda Ayuda.Bak jalang liar yang haus belaian dia memasukkan tangan ke bagian depan celana pendek Jiwa. Menyentuh inti tubuh pria itu, lalu tersenyum miring karena ternyata senjata Jiwa sudah mengeras.“Kamu tahu? aku pernah bertemu Raga di klub malam, dia bahkan hampir mendapat oral gratis dariku, tapi saat aku tahu dia a
Pelukan, kasih sayang dan senyuman tulus kini bisa Jiwa rasakan setiap hari. Hidupnya sudah lengkap dengan kehadiran istri yang sangat dia cintai, juga putri cantik yang semakin hari semakin pintar. Jiwa berdiri sambil memegang cangkir kopi di tangan, dia memandang ke arah Nala yang sudah mulai belajar berjalan bersama bik Nini. Sementara itu, Ayuda bertelanjang kaki menemani dengan perut yang nampak membuncit. Nala, dia pasti terlihat seperti saudara kembar dengan adiknya nanti. “Nala pintarnya!” puji Ayuda, putrinya itu tertawa dan memeluk kakinya. Dia sedikit kesusahan untuk mengusap punggung sang putri karena terganjal perutnya yang sudah besar. Dengan bantuan bik Nini, Ayuda akhirnya bisa menggendong Nala. Namun, tak diduga Jiwa langsung berlari dan meminta Ayuda untuk tidak melakukan itu. “Sayang, kasihan adik Nala nanti,”ucap Jiwa. Bik Nini yang melihat tuannya sangat posesif pun tersenyum. Ia bahkan dibuat malu sendiri dengan tingkah Jiwa yang over protective. “Dari pada
Aura pengantin baru terpancar jelas dari wajah Dira. Kembaran Ayuda itu nampak sedang duduk bersama mertua dan saudara-saudara Aldi di teras sambil bercanda. Ibunda Aldi menceritakan bagaimana masa kecil pria itu, sampai aibnya yang masih suka minum susu menggunakan dot meski sudah kelas 5 SD.“Besok kalau kamu hamil banyak-banyak sugesti calon bayimu, jangan sampai kayak bapaknya.”Dira tertawa, dia tak sadar Aldi sedang memandanginya. Pria yang sudah resmi mempersuntingnya itu sibuk membantu merapikan kursi yang dipinjam dari RT untuk acara pengajian.“Lha … gimana nggak kayak bapaknya, Bu? Kalau aku hamil ‘kan memang anak mas Aldi, kalau nggak mirip nanti bisa-bisa malah menimbulkan fitnah,”kata Dira.“Maksudnya sifatnya yang jelek-jelek itu lho, Ra!”“Mas Aldi nggak punya sifat jelek, Bu. Mas Aldi itu sempurna buatku.”Aldi yang mendengar pujian sang istri seketika malu. Pipinya bahkan merona merah sedangkan Dira terlihat sangat santai meski orang-orang bersorak menggoda.“Ya begi
Pernikahan adalah impian setiap wanita, apalagi menikah dengan pria yang sangat dicintai. Begitu juga dengan Sienna, dia tidak pernah menyangka hatinya akan tertambat pada pria casanova seperti Raga. Meski tahu bagaimana sepak terjang pria itu, tapi Sienna yakin, suaminya itu kini sudah berubah. Ibarat panci bertemu tutupnya, mereka saling melengkapi. Membangun pernikahan yang sebenarnya mereka sendiri masih belum begitu yakin.Namun, Raga dan Sienna yakin mimpi-mimpi dan rencana akan mereka temukan seiring berjalannya waktu. Seperti saat ini. Mereka harus menunda bulan madu karena Sienna harus menghadapi ujian semester."Boleh aku bicara serius?" tanya Raga saat mereka berada di dalam salah satu kamar villa milik Ramahadi.Raga teringat akan Ayuda yang mual-mual tadi, setelah ditanya kakak iparnya itu menjawab dia memang belum datang bulan sejak melahirkan Nala. Kata Linda, kemungkinan besar Ayuda pasti hamil lagi."Bicara serius? Apa?"Sienna yang memakai paha Raga sebagai bantalan
Tiga bulan kemudianHari yang membahagiakan untuk semua orang akhirnya tiba. Ramahadi mengajak seluruh keluarganya pergi ke villanya yang dulu digunakan Ayuda untuk bersembunyi.Raga baru seminggu menikah dengan Sienna. Bulan madu mereka pun tertunda karena Sienna harus menghadapi ujian semester minggu ini. Raga tidak mau kalau sampai kuliah istrinya itu terganggu hanya karena bulan madu - yang sejatinya sudah sering mereka lakukan sebelum menikah.Affandi juga hadir, dia menerima undangan dari Ramahadi dengan penuh suka cita. Awalnya Affandi ingin mengajak Dira ke sana, tapi putrinya itu lebih dulu menerima ajakan dari sang mertua untuk berkumpul di rumah keluarga besar Aldi.Ayuda nampak memangku Nala, dia menyusui putrinya sambil menatap keluar jendela di mana papanya tengah sibuk mengobrol dengan sang mertua. Ayuda menepuk pantat Nala lembut, dia menoleh kaget kala Jiwa keluar dengan membawa buku - yang dulu selalu menjadi teman saat dirinya merasa kesepian tinggal sendiri di sana
Di saat putra putri mereka sedang berdua dan kembali meleburkan asa, Affandi dan Ramahadi duduk bersama. Ramahadi tak menyangka pria yang seumur hidup terus menganggapnya musuh kini mengajaknya bicara. Affandi bahkan mengeluarkan satu kata yang dia rasa mustahil untuk didengar. “Maaf!” Ramahadi tentu tak bisa percaya begitu saja, setelah hampir berpuluh-puluh tahun menganggapnya musuh, kini Affandi mengucap kata maaf dan terdengar begitu sangat tulus. “Aku tahu perbuatanku salah, dan selama ini aku terlalu malu untuk mengakuinya. Mungkin, pertemuan Ayuda dan Jiwa adalah takdir yang memang sudah ditetapkan, hingga akhirnya aku bisa sadar,”ungkap Affandi panjang lebar. Hening, Ramahadi tak langsung membalas permintaan maaf Affandi. Ia mencoba mencerna dulu, menimbang apakah pria itu tulus atau hanya sekadar meminta maaf agar dirinya tak lagi menaruh prasangka. “Aku sudah lelah bekerja, aku ingin menyerahkan perusahaan ke anak-anakku, dan aku ingin hidup tenang bermain bersama cucu,”
Terkesan nakal, tapi begitulah naluri manusia dewasa. Mereka memiliki birahi yang butuh disalurkan. Ayuda tahu perbuatannya membuat Jiwa semakin ingin menerkamnya. Namun, bukankah itu yang mereka inginkan? Ayuda memindai manik mata Jiwa, di sana terlihat penuh cinta, berbeda dengan tatapan mata pria itu saat pertama kali menyentuhnya. Tak ada perasaan hangat seperti ini, Jiwa bahkan mencekoki dirinya obat perangsang agar nafsunya tersalurkan tanpa perlu ikatan seperti saat ini. Jiwa membelai pipi Ayuda, mencium setiap bagian wajahnya seolah setiap incinya tak ingin terlewatkan untuk dia cicipi. Pria itu menghentikan sapuan bibir di hidung bangir sang istri, sorot matanya seolah meminta izin. “Bisakah aku bisa melakukannya jauh lebih dari ini.” Ayuda tersenyum tipis, tangannya menarik tengkuk Jiwa hingga bibir mereka kembali bertaut. Mereka sama-sama memejamkan mata, menyelami setiap perasaan cinta yang membara. Perlahan tangan Ayuda melonggar dan beralih membuka kancing kemeja Jiw
Dira masih berada di pelukan Ayuda, meski tak mau membalas pelukan saudaranya, tapi Dira menyandarkan kepala ke pundak ibunda Nala itu. Ia masih tergugu, tak menyangka satu orang datang lagi ke rumahnya dan masuk dengan wajah kebingungan. Aldi menjadi pusat perhatian semua orang, sampai Ayuda melonggarkan pelukan dan Dira memanggil dengan manja nama pria itu.“Mas Al!”“Ra, kenapa kamu menangis?” tanya Aldi bingung, dia hanya diberitahu Affandi akan datang, tapi jika tahu akan membuat calon istrinya menangis, tentu saja Aldi akan melarang. Alih-alih berada di sana tepat waktu, Aldi terjebak lampu merah beberapa kali.“Pak, ini bukan seperti yang Anda janjikan, bukankah ….”Aldi menjeda kata, Dira yang masih sesenggukan mendekat dan memberitahu Aldi kalau Affandi baru saja berkata akan menikahkannya.“Benarkah?” Aldi nampak bahagia. Ia raih tangan Affandi dan menggoyang-goyangkannya beberapa kali.Meski awalnya kesal, tapi Dira tertawa melihat kelakuan Aldi. Ayuda lega karena yakin Dir
Setelah Jiwa berangkat ke kantor, Ayuda tak langsung pergi ke rumah Dira. Ia malah berdiri di depan lemari baju, bingung memilih pakaian mana yang cocok dia kenakan untuk malam spesial yang Jiwa katakan tadi. Ayuda menekuk bibir ke dalam lalu memajukannya lagi, bunyi decapan lidahnya membuat bik Nini yang baru saja masuk untuk menata baju Nala keheranan.“Non, cari apa?”Ayuda menggeleng, wanita itu sedang berpikir mana mungkin memakai gaun yang sama di depan Jiwa. Apalagi dia sama sekali tidak memiliki satu pun baju tempur selain piyama satin yang sering dia pakai karena praktis saat menyusui Nala.“Seharusnya aku pergi shopping kemarin,”ucap Ayuda.Bik Nini tentu saja semakin heran, dia sejajari Nonanya itu dan kembali bertanya,”Non cari apa?”“Linger … “ Ayuda keceplosan, matanya melotot menoleh bik Nini dan melempar senyuman canggung.Pembantunya itu pun menarik sudut bibir, tersenyum aneh sambil menaikturunkan alis mata. Bik Nini berhasil membuat Ayuda merasa malu, dia pasti tahu
Sejak pagi, Jiwa terus saja menampakkan wajah riang. Ia memandangi sang istri yang sibuk melakukan tugas merawat putrinya seperti biasa. Jiwa membuat Ayuda salah tingkah setelah semalam wanita itu menjawab pertanyaannya dengan kata ‘ya’.“Apa sudah?”“Berhenti bertanya apa sudah – apa sudah,”amuk Ayuda. Pipinya merona merah karena Jiwa bersikap sangat agresif. “Aku mau bertemu papa dan Dira dulu, kamu cepat bersiap sana untuk pergi bekerja!”Jiwa tak menggubris ucapan Ayuda, dia malah melingkarkan tangan di pinggang wanita itu yang sedang menggendong putrinya.“Jiwa!” bentak Ayuda.“Malam ini aku akan memberi bonus ke Bik Nini untuk menjaga Nala, kita bisa pakai apartemenku untuk melakukan itu.”“Melakukan apa?” Ayuda dengan sengaja menggoyangkan pinggang untuk membuat Jiwa melepaskan tangan. Namun, pria itu terlalu kuat dan membuatnya berakhir pasrah karena Nala ada di pelukannya.“Jangan berpura-pura! aku tahu kamu tidak sepolos itu, bahkan saat tidur kamu sesekali nakal dengan meng