Bu Laksmi menghitung uang yang ada di ATM nya. Bu Laksmi menghela nafas gusar. Kini keuangannya sudah di ujung tanduk. Uang dari Rizal sudah ia bayarkan tunggakan ke bank sampai lunas. Bu Laksmi juga membeli apapun yang ia inginkan. Kini hanya tersisa delapan juta saja untuk hidupnya ke depan. Bu Laksmi merasa pusing, uang delapan juta pasti tidak cukup untuk tabungan di hari tuanya. Netra yang sudah berusia senja itu berkaca-kaca karena tak ada seorang pun anaknya yang mengunjunginya dirinya kecuali Rizal tempo hari yang berpamitan pergi. Bahkan Mega yang ia bela mati-matian pun tak ada mengunjungi dirinya atau menelepon hanya untuk sekedar menanyakan kabar. Bu Laksmi merasa kesepian, ia sebatang kara sekarang. Dirinya teringat dengan Dicky. Biasanya anak sulungnya itu adalah anak yang paling perhatian padanya. Namun, Dicky pun sudah berubah dan menjauhinya. Bu Laksmi mencoba merenungi semua kesalahannya. Ia mulai mengingat perlakuannya pada semua putranya. "Tidak, mereka sa
Mega baru saja pulang dari puskesmas. Seharian ini moodnya sangat buruk. Prilaku Dafa benar-benar membuat dirinya seolah tak berharga. Apalagi hormon kehamilan semakin membuatnya sensitif. Mega berharap ketika pulang Dafa mau meminta maaf karena sudah menamparnya. Tubuh Mega begitu lelah. Bayang-bayang kasur empuk sudah ada di pelupuk matanya. Mega tak sabar untuk melepas lelah setelah seharian bekerja. Akan tetapi, angan-angan istirahat pun buyar kala ia membuka pintu dan melihat mertuanya ada di sana. "Mami, Papi?" Wajah Mega yang pucat memaksakan senyumnya kala melihat kedua mertua yang selalu saja membuatnya tak nyaman ada di dalam rumahnya. Ami dan Setiawan hanya melirik sekilas. Kemudian mereka melanjutkan pembicaraan dengan Dafa seolah tak melihat kedatangan Mega. Hubungan ketiganya terlihat sangat hangat. Ami dan Setiawan juga tampak tak pernah membahas perselingkuhan yang dilakukan oleh putra mereka. Apa memang hal seperti itu biasa Dafa lakukan? Mega tak ingin semakin pu
Sofia masih setia menunggu Reynard pulang, wanita cantik itu melirik jam dinding. Sudah pukul sembilan malam, tapi Reynard belum juga sampai ke rumah. Sofia mengambil ponselnya yang tergeletak di atas nakas, ia mengirimkan chat ke nomor suaminya. Namun, Reynard tak juga membaca dan membalas pesan itu. Tak putus asa, Sofia pun menelepon nomor sang suami. Tapi nihil, panggilan itu terus saja berdering dan tak diangkat oleh si empu nomor. "Kemana kamu, Rey?" Resah Sofia, hatinya begitu mencemaskan Reynard. Sofia tak berpindah sedikit pun dari tempat duduknya, ia tetap menunggu Reynard di ruang keluarga. Tak ada yang menemaninya, karena kedua pembantunya sudah pamit untuk istirahat ke dalam kamar mereka masing-masing. Setelah menikah dengan Sofia, Reynard mengubah jam prakteknya di rumah sakit. Jika saat lajang jam prakteknya berakhir pukul sembilan malam. Namun, tidak dengan sekarang. Reynard mengganti jadwalnya siang sampai sore. Jadi, Maghrib Reynard sudah ada di rumah menemani
Rizal termenung di dalam mobilnya. Pikirannya begitu kalut tentang kedua keponakannya. Dicky memang baru menghubungi dirinya terkait apa yang terjadi pada Arsya dan Arsyi. Rizal bergegas segera ke rumah sakit yang kakaknya sebutkan. Tangannya mengepal erat mengingat apa yang terjadi pada kedua keponakannya. "Sudah aku duga," Rizal bergumam sembari mengingat dirinya yang beberapa kali memergoki kejanggalan pada sikap kedua keponakannya. Sesampainya di rumah sakit, Rizal berlari ke arah instalasi gawat darurat. Ia melihat kakaknya sedang duduk termenung dengan wajah yang sembab dan penampilan yang berantakan. "Mana Arsya dan Arsyi?" Tanya Rizal tak berbasa-basi. "Mereka sedang ditolong oleh tim medis," jawab Dicky dengan suara parau. "Kak Intan?" Rizal menanyakan keberadaan sang kakak ipar karena tak terlihat Intan ada di sana. "Sedang ditolong dokter. Tadi dia pingsan," timpal Dicky. "Sebenarnya apa yang dilakukan oleh baby sitter itu, Kak?" Tanya Rizal. Ia memang belum meliha
Seminggu sudah penganiayaan yang terjadi pada Arsya dan Arsyi mencuat di media sosial. Intan dan Dicku sampai cuti dari pekerjaannya karena ingin mendampingi pemulihan anak-anaknya. Untuk baby sitter itu sendiri sudah diamankan oleh pihak kepolisian dan tinggal menjalani proses hukum yang berlaku. Mental Intan juga terguncang karena komentar netizen yang menyalahkan dirinya karena meninggalkan anak bekerja. Intan cukup tertekan membaca semua komentar yang ditujukan padanya. "Padahal lakinya udah jadi pegawai negeri, mending temenin anak aja sih bukannya ikut kerja cari duit,," komentar warganet yang Intan baca, membuatnya semakin berkecil hati menjadi seorang ibu. "Milih anak disiksa dari pada resign dari kerjaan," komentar itu di amini warganet lain. "Ya gitu deh, kalau aku mending jadi ibu rumah tangga full di rumah nemenin anak-anak. Kalau sama emaknya engga mungkin kan ada kejadian di siksa gitu," komentar lainnya yang membuat Intan semakin menyalahkan dirinya sendiri."Sayang
Flashback.... Begitu Bu Laksmi sadar, para warga langsung bahu membahu memapah tubuh Bu Laksmi menuju mobil mewah milik Sofia. Sofia tak berhenti mengkhawatirkan kondisi mantan mertuanya itu. Bu Laksmi berjalan dengan tatapan kosong. "Bu, ibu yang sabar ya, aku turut prihatin dengan musibah yang menimpa ibu," Sofia menatap mantan mertuanya itu dengan tatapan iba. Tak bisa dipungkiri rasa sakit hatinya masih tersimpan di relung hatinya yang paling dalam, karena jika melihat Eril dan Bu Laksmi, Sofia langsung teringat dengan putranya yang telah tiada. Namun, ia pun tak bisa menyimpan rasa sakit hati itu cukup lama. Sofia memilih untuk berdamai dengan masa lalu. Tak ada gunanya ia terus menyimpan sebuah kekecewaan terlalu lama. "Emas ibu, Sofia! Emas itu raib. Padahal ibu akan menjualnya untuk membeli kebutuhan dapur," Bu Laksmi terisak lagi, suaranya bergetar karena tangisnya yang belum kunjung mereda. "Semua anak ibu sudah meninggalkan ibu, Ibu hidup sendiri sekarang Sofia.
Pagi sekali Sofia sudah berkutat di dapur untuk membuat sarapan. Ia pun melebihkan masakannya untuk dibawa ke kantor ayahnya. Sofia sangat tahu hari ini adalah peresmian kantor cabang perusahaan ayah dan kakeknya. Maka dari itu Sofia akan memasak masakan yang spesial untuk Reynard dan keluarga kecilnya. Belum lagi keluarga Reynard memberitahukan bahwa mereka akan berkunjung ke rumah Sofia dan Reynard. Sofia menolak untuk dibantu para pelayan di rumahnya. Ia lebih senang membuat sarapan dan bekal dengan tangannya. Sofia memang hobi memasak. Apalagi sekarang bakat memasaknya sangat terasah karena banyaknya variasi makanan yang telah ia coba buat. Jika dulu saat bersama Eril Sofia terkekang oleh dana untuk membuat bahan baku, kini Sofia bebas membeli apa saja dengan uang nafkah dari Reynard. Reynard memberikan beberapa buah kartu, ia pun memberikan uang belanja pada Sofia yang sangat besar. Saat sedang asyik memasak tiba-tiba saja ada tangan kekar yang memeluk pinggangnya dari belakan
Lily sudah tak tahan lagi dengan watak Eril, pria bernama Chaeril Prayoga itu bersikap sangat kejam padanya. Selain memaksa melakukan pekerjaan rumah, Lily pun diberi nafkah dengan sangat tak layak oleh Eril. Lily kini diberikan jatah yang sangat minim pula. Uang itu hanya cukup membeli beras dan telur saja, atau sayuran yang bisa di oseng. Hati wanita mana yang akan kuat jika berada di posisi Lily. Setiap hari libur Eril memilih untuk makan malam di luar atau memesan go food hanya untuk dirinya saja tanpa membelikan Lily. Wanita itu hanya menelan ludah memperhatikan sang suami yang tengah lahap memakan makanan yang ia pesan . Hidup Lily sangat tersiksa ketika hidup bersama Eril. Lily yang notabene nya sudah hidup senang dari sejak kecil kini merasakan perubahan gaya hidup yang luar biasa berbeda. Lily seorang anak kades selalu dimanjakan oleh Jamal dan Tika. Wanita itu selalu mendapatkan apa yang ia mau. Sayang sekali, karena ambisinya merebut Eril dari sisi Sofia malah menghanta