Delia baru saja sampai di hotel tempatnya menginap. Kali ini rute penerbangan Delia dan Daffa adalah London, Inggris. Delia kini berada di balkon hotel, ia menatap takjub dengan suasana kota London yang seakan tak pernah tertidur. Kota itu selalu ramai dengan turis lokal maupun mancanegara. Apalagi kota ini memasuki musim salju. Salju pertama menitik dengan intensitas ringan. Delia mengeratkan sweaternya, permulaan musim dingin namun ia sudah merasakan tubuhnya seperti membeku. Delia cukup lelah karena penerbangan kali ini cukup menguras tenaganya. Ingin rasanya ia berendam di bathtub dengan air hangat dan beberapa tetesan aromaterapi. Rasanya pasti akan sangat menyenangkan. Tiba-tiba saja sebuah lengan kekar memeluknya dari belakang membuyarkan angannya, Delia tersenyum saat menatap lengan itu. Ya, lengan itu adalah lengan Daffa. Pria yang berstatus sebagai suami Mega, adik iparnya. Mereka memang kini selalu terbang bersama karena Daffa selalu meminta diatur terbang bersama Delia.
Mega baru saja mengecek rumah mewahnya yang ditinggalinya bersama Daffa. Ia tak merasa curiga dengan suaminya karena Daffa begitu sering mengabarinya. Daffa memang pria yang pintar. Ia sangat lihat dalam menutupi perselingkuhannya. Bahkan Daffa mengirimkan beberapa barang dari luar negeri dan mengirimnya dengan ekspedisi pengiriman dari luar negeri untuk memanjakan Mega. Pria itu semakin perhatian untuk menutupi kesalahannya. Mega tak tahu bahwa Daffa bermain gila dengan kakak ipar kesayangannya. Mega menatap rumah mewahnya. Rumah itu terlihat sepi seperti tanpa penghuni. Rumah itu hanya ditinggali oleh seorang asisten rumah tangga. Mega pun tak di sana sampai malam karena jika telah selesai semua pekerjaan, rumah asisten yang dipekerjakan Mega akan pulang ke rumahnya yang tak jauh dari perumahan elite itu. Mega tertegun sejenak, ia merasa sangat kesepian. Ternyata hubungan pernikahan jarak jauh memang tak mudah. Wanita itu kerap dihantui rasa kesepian dan over thinking. Ya, kadang
Rizal sudah rapi dengan pakaian formalnya. Hari ini ia ada jadwal praktek di rumah sakit harapan ibu dan anak milik dokter Ali. Rizal membuka poliklinik spesialis gigi dan mulut di rumah sakit itu. Ia baru satu bulan bekerja di rumah sakit harapan ibu dan anak. Rizal pun praktek di beberapa rumah sakit yang ada di kota kelahirannya. Kariernya sebagai dokter gigi cukup mentereng karena banyak pasien yang merasa cocok berkonsultasi dengannya. Rizal terlihat sesekali menguap, Semalaman tidur Rizal tidak terlalu nyenyak. Ia memikirkan istrinya, Delia. Sudah beberapa minggu ini istrinya sangat susah untuk dihubungi. Semalam Rizal mengirimkan chat pada Delia, chatnya centang dua tapi tak ada balasan dari Delia. Tak pantang menyerah, Rizal pun melakukan panggilan, namun tak ada jawaban dari Delia. Istrinya mengabaikan panggilan itu. Entah apa alsannya. Biasanya Delia tidak pernah mengabaikan pesannya selama ini.Rizal merasakan firasat yang tak enak, ia merasa Delia sedang melakukan sesuatu
Lily baru bangun dari tidurnya. Ia tersenyum senang saat dirinya kini terbangun di rumah milik sang ibu mertua. Lily melihat suaminya sudah tidak ada di sana. Lily senang karena dirinya tak perlu repot memasak. Wanita itu langsung masuk ke dalam kamar mandi dan mandi dengan air hangat. Lily bersenandung kecil sembari mengoleskan sampo pada rambutnya yang basah.Sengaja Lily berlama-lama di kamar mandi. Ia tidak ingin Eril nanti menyuruhnya untuk membantu Bu Laksmi. Setelah mandi, Lily langsung mengoles kukunya dengan kutek. Ia memberikan warna merah seperti biasa. Kemudian wanita yang tengah hamil muda itu mengcurly rambutnya dan memberikan polesan make up seperti biasanya di wajah."Aku memang cantik!" Lily tersenyum kecil memandangi pantulan dirinya di cermin.Lily tidak akan pernah untuk tampil secara natural walaupun di dalam rumah. Ia teringat Eril yang kepincut dirinya saat masih bersama Sofia. Lily tidak akan membiarkan Eril berpaling darinya pada wanita lain. Lily tidak akan m
Mega pulang ke rumah ibunya dengan hampa. Entah mengapa perasaannya kini sangat kosong. Sesudah pulang bekerja dari Puskesmas, Mega memilih untuk tidak membuka praktek. Ia ingin mendinginkan kepala dan juga hatinya yang sedang panas. Entah mengapa firasatnya sangat buruk tentang Daffa. "Ga, ngapain kamu duduk lesehan di sini?" Tegur Bu Laksmi yang baru keluar dari dalam rumah ketika melihat seseorang duduk di terasnya. Mega tak menjawab. Tatapannya menerawang jauh ke depan. Ia begitu mempunyai pikiran buruk kini tentang suaminya. Meskipun Daffa berprilaku manis, tapi Mega tetap saja risau. Apalagi saat melakukan video call terakhir dengan Daffa, ia melihat tanda merah yang sangat banyak di leher suaminya. Itulah yang membuat Mega sangat gundah gulana dibuatnya. "Kamu kenapa?" Bu Laksmi terduduk di samping Mega tatkala sang putri bungsunya itu tak kunjung jua menjawab pertanyaannya. "Aku punya firasat Mas Daffa selingkuh, Bu," Mega meluapkan kecurigaannya pada sang ibu. Antara anak
"Intan jangan kurang ajar kamu ya! Kamu ingin menjadi Sofia kedua yang kami asingkan, hah?" Bu Laksmi berteriak yang membuat para tetangganya berbisik-bisik tentang apa yang terjadi. "Asingkan? Silahkan saja! Haha engga ngefek juga kalau aku diasingkan sama kalian. Yang ada aku happy karena suamiku engga perlu bayar cicilan kalian lagi," Intan menyedekapkan tangannya di dada. Tak gentar sedikitipun berhadapan dengan Bu Laksmi dan Mega yang sudah sangat ingin menjambak rambutnya. Saat keadaan semakin memanas, mobil Eril dan Lily memasuki pekarangan. Keduanya tampak penasaran mengapa Intan terlihat seperti akan adu jotos dengan Bu Laksmi dan Mega. Sedangkan ketiga orang yang berseteru itu seolah tidak menyadari kedatangan Eril dan Lily karena atmosfer ketiganya sangat panas. "Denger ya kalian! Suami aku itu bukan si bodoh Eril yang bisa kalian setir ke sana ke sini. Suamiku bukan seorang boneka yang bakal buang aku atas suruhan kalian. Dan kamu Mega!" Intan melirik sekali lagi ke
Keesokan harinya Lily sumringah saat melihat aneka lauk pauk sudah terhidang di meja makan. Tebakannya benar, wemuanya akan terasa lebih mudah jika satu rumah dengan Bu Laksmi. Dengan tergopoh Bu Laksmi membawa piring untuk anak dan menantunya. "Ly, kamu bantuin ibu dong bawa alat makan! Jangan duduk aja kaya tuan putri!" Ketus Rizal saat melihat adik iparnya malah asyik memainkan gawainya, sesekali wanita itu tertawa sendiri. "Ly!" Eril membentak. Ia tak membela istrinya di hadapan Rizal. Karena memang adanya, Lily sangat malas sebagai seorang istri dan calon ibu. "Bantuin ibu sana!" Titah Eril, akhir-akhir ini ia sangat muak dengan peringai asli Lily. "Aku tuh lagi hamil. Gak boleh ngelakuin yang berat-berat," Lily mencebik. Ia menyimpan ponselnya dan mulai mengambil piring yang sudah diletakan oleh Bu Laksmi. "Sendoknya belum ada, Bu. tolong ambilin ya!" Perintah Lily tanpa rasa canggung. "Ambil sendiri, Ly. Ibu capek banget nih. Sendoknya deket westafel. Baru aja
Pagi harinya Sofia pergi berbelanja ke super market. Ia diberikan tugas oleh Sri untuk berbelanja kebutuhan dapur dan belanja bulanan. Sofia tak diberikan uang cash, ia sudah dibekali black card yang menjadi kartu pribadinya oleh Hartanto. Pria itu benar-benar memanjakan Sofia dan keluarga kecilnya. Sofia teringat akan kenangannya selama menjalani biduk rumah tangga bersama Eril. Ia kerap berbelanja menu seadanya. Tak jarang dirinya hanya membeli dua butir telur untuk Eril makan. Sementara untuk dirinya, Sofia rela makan hanya dengan nasi dan garam saja. Tak henti dirinya mengucap syukur karena kini bisa berbelanja sesuka hati. Namun Sofia tetaplah Sofia. ia tidak suka menghamburkan uang untuk membeli barang atau makanan yang tidak perlu. Sofia memasuki lorong area fresh. Ia membeli buah dan daging. Sofia melihat mangga, buah kesukaannya. Ia pun memasukan beberapa mangga yang mempunyai bau yang sangat harum itu ke plastik buah yang sudah ia ambil. Sofia begitu fokus memilih buah m