Pagi harinya Sofia pergi berbelanja ke super market. Ia diberikan tugas oleh Sri untuk berbelanja kebutuhan dapur dan belanja bulanan. Sofia tak diberikan uang cash, ia sudah dibekali black card yang menjadi kartu pribadinya oleh Hartanto. Pria itu benar-benar memanjakan Sofia dan keluarga kecilnya. Sofia teringat akan kenangannya selama menjalani biduk rumah tangga bersama Eril. Ia kerap berbelanja menu seadanya. Tak jarang dirinya hanya membeli dua butir telur untuk Eril makan. Sementara untuk dirinya, Sofia rela makan hanya dengan nasi dan garam saja. Tak henti dirinya mengucap syukur karena kini bisa berbelanja sesuka hati. Namun Sofia tetaplah Sofia. ia tidak suka menghamburkan uang untuk membeli barang atau makanan yang tidak perlu. Sofia memasuki lorong area fresh. Ia membeli buah dan daging. Sofia melihat mangga, buah kesukaannya. Ia pun memasukan beberapa mangga yang mempunyai bau yang sangat harum itu ke plastik buah yang sudah ia ambil. Sofia begitu fokus memilih buah m
Malamnya Reynard mengabari Sofia untuk menagih janji wanita itu yang akan menemaninya meminum cokelat panas di restoran favorit Reynard. Dokter tampan itu sudah melakukan reservasi di restoran mewah yang tak jauh dari pusat kota. Sofia menyanggupi permintaan Reynard. Wanita cantik itu berdandan. Ia mengenakan dress rok panjang dan menggerai rambut panjangnya. Sofia tersenyum manis saat melihat pantulan dirinya di depan cermin. Sofia tak menyangka bebek yang buruk rupa berubah menjadi angsa yang begitu cantik. Lagi-lagi ia bersyukur karena kuasa Allah lah yang menjadikan semua ini nyata. Setelah selesai berdandan, Sofia menghampiri Hartanto. Hartanto sedang bersiap-siap untuk menghadiri konferensi pers. Malam ini ia akan memperkenalkan Rahman sebagai penerus sahnya. Sofia pun diajak. Namun Sofia menolak karena ia sudah mempunyai janji dengan Reynard. Sofia pun mengerti bahwa itu adalah acara untuk ayahnya, Rahman. Ia tak mau mengganggu momen Rahman dan Hartanto. "Cantik sekali cu
Hari minggu Bu Laksmi berkebun seperti biasanya. Sudah tiga hari Intan tak menunjukan batang hidungnya. Bahkan Dicky menelfon sang ibu dan meminta penjelasan mengenai peristiwa yang terjadi di teras rumah Bu Laksmi tempo hari. Dicky juga mempertanyakan sikap Eril yang akan memukul Intan. Seperti biasa, Bu Laksmi bersilat lidah dan mengatakan jika Intan yang memulai dengan mengungkit hutang. Tentunya Dicky tidak percaya sedikit pun akan perkataan ibunya. Ia sangat tahu watak istrinya. Walau geram masalah pembayaran utang piutang sang mertua, tetapi Intan tak akan memulai lebih dulu dengan menyinggung Bu Laksmi. Wanita itu selama ini selalu hormat terhadap Bu Laksmi walaupun hatinya memberontak. Dicky tidak mudah terhasut dengan perkataan Bu Laksmi. Ia sudah sangat hapal bagaimana peringai wanita yang melahirkannya. Bu Laksmi memang manifulatif dan tentunya pandai bersilat lidah. "Dua anak itu engga akan dititipin ke sini lagi kan, Bu?" Tanya Mega yang melihat ibunya tengah memasuka
Lily berangkat mengenakan dress formal milik Mega. Wanita itu terlihat glamour dengan penampilannya saat ini. Eril memicingkan matanya. Matanya cukup lelah melihat sang istri terus berputar di depan cermin lemari yang ada di kamar mereka. "Mau berapa kali lagi kamu muter muter di sana? Engga pusing, hah?" Ucap Eril dengan nada yang begitu ketus seraya melipat tangannya di dada. "Sayang, aku cantik kan?" Tanya Lily pada sang suami yang sudah siap dari satu jam yang lalu. Akan tetapi, mereka belum kunjung pergi karena Lily belum juga berhenti mengagumi penampilannya hari ini. "Hmmm," Eril memutar bola matanya malas. Untuk saat ini pria itu sangat merindukan Sofia. Walaupun Sofia selalu berdaster lusuh dan berpenampilan sederhana, akan tetapi semua kebutuhan Eril selalu disiapkan dengan baik. Saat Eril membuka mata di pagi hari, semua kebutuhannya sudah siap. Baju kerja sudah disetrika, air hangat sudah ada di kamar mandi, rumah sudah bersih, sarapan pun sudah tersedia dengan le
Eril mengeluarkan semua dress Lily dari dalam lemari. Lily yang sedang marah pun bertambah emosi melihat kelakuan suaminya. Eril terus mengeluarkan dress milik istrinya dengan harapan Lily segera mengganti dress yang tengah ia pakai. "Kamu ini kenapa sih, Er?" Lily berteriak. "Ganti bajunya dan balikin ke Mega!" Eril berucap sembari terus mengeluarkan dres-dress Lily. "Cukup, Er!" Lily kemudian menghentikan suaminya yang sedang diliputi amarah yang berkobar. "Kami ini kenapa malah berantakin baju-baju aku?" Lily berjongkok dan memunguti satu persatu baju-bajunya yang tercecer di lantai. "Ya, kamu ganti dress milik Mega dengan milik kamu!" Teriak Eril yang sudah sangat emosi. Perutnya yang lapar membuat kemarahan nya naik berkali-kali lipat. "Aku engga mau ya ganti baju ini, Er! Aku udah oke gini masa disuruh ganti baju!" Lily memasukan baju-bajunya ke dalam lemari. "Kalau gitu engga usah berangkat ke kondangan!" Eril hendak membuka kemeja batiknya, tapi Lily segera mena
Hartanto, Sri, dan Rahman berangkat menaiki mobil mewah yang telah terparkir. Hari ini mereka akan menghadiri peresmian pembukaan gedung baru milik Hartanto yang telah resmi Rahman pimpin. Hari ini pun Hartanto akan melakukan konferensi pers mengumumkan Rahman sebagai penerus dan direktur utama yang baru. Rahman terlihat sangat grogi. Dengan sigap Sri memegang tangannya untuk menguatkan sang suami. Rahman hari ini memakai setelan jas yang sangat rapi, pun dengan Sri memakai kebaya yang anggun dan terlihat memukau. Wanita itu terlihat berasa dari keluarga terpandang. "Bapak degdegan, Bu," lirih Rahman, tangan Rahman pun berkeringat karena rasa gugup yang melanda. "Nanti juga akan terbiasa kok, Pa. Ini cuma awal saja," dukung Sri tersenyum. Hartanto yang melihat kemesraan anak dan menantunya itu hanya tersenyum. Ia sudah salah mengira tentang Sri. Dulu Hartanto berpikir jika Sri adalah wanita yang materialistis, yang mengincar harta Rahman saja. Namun Hartanto salah, Sri pun te
Sofia dan Reynard kini tengah menikmati sebuah menu dessert dan cokelat panas di sebuah restoran berbintang lima. Mereka begitu puas dengan rasa dessert yang begitu memanjakan lidah mereka. Reynard memang suka dessert, namun hanya sesekali ia bisa menikmatinya, Reynard begitu menjaga tubuhnya dari asupan gula. Namun malam ini, ia mengajak Sofia menikmati dessert bersama. Sudah lama Reynars tak mencicipi dessert dan cokelat panas kesukaannya. Getaran ponsel Sofia membuat Sofia dan Reynard menatap benda pipih itu. Kebetulan ponsel milik janda cantik itu di simpan di atas meja. Sofia mengambil ponselnya, ia langsung mengernyitkan dahi saat melihat siapa yang melakukan panggilan padanya. Sofia mereject panggilan itu. Terlihat sekali wanita cantik itu begitu tak nyaman saat melihat layar ponselnya. Namun lagi-lagi ponselnya bergetar membuat Sofia mendecakan lidahnya karena merasa jengkel. "Siapa, Sofia?" Reynard tak bisa membendung rasa penasarannya saat ponsel Sofia bergetar berulan
Jam menunjukan pukul sembilan pagi, tapi Mega masih tertidur di kasur empuknya. Bu Laksmi yang menyadari Mega tidak bersiap berangkat kerja pun merasa heran. Biasanya Mega tidak akan membolos. Ia adalah pekerja puskesmas yang tergolong rajin walau sikapnya sangat tidak bersahabat di sana."Ga, kamu engga kerja?" Bu Laksmi masuk ke dalam kamar Mega dan mengguncang tubuh sang putri dengan pelan."Engga, Bu. Aku engga enak badan," Mega menjawab dengan lemah."Kamu kenapa, Ga?" Bu Laksmi menyentuh kening Mega. Akan tetapi, suhu tubuhnya normal."Engga tau, Bu. Perasan badan aku cape dan lemas banget," Mega berucap dengan lemah.Kemudian wanita itu segera bangun saat merasakan perutnya seakan diaduk-aduk dari dalam. Mega berlari ke arah kamar mandi yang ada di dalam kamarnya. Bu Laksmi mengekori dengan cemas. Mega memuntahkan semua makanan yang tadi malam ia makan ke dalam wastafel. "Kamu berobat ke dokter ya? Ibu khawatir," Bu Laksmi mengusap-usap punggung putrinya dengan perasaan cemas.