"Mas, rumah Ibu sempit banget. Gimana mau ngadain acara?" Tanya Nia kebingungan."Kita buat di halaman rumah saja, lagi pula biarkan asisten Mas yang mempersiapkan semuanya. Kau tidak perlu repot-repot, cukup terima beres saja," kata Dion.Nia hanya diam saja dan mengangguk, setelah itu Dion kembali mendekatinya dan berbisik."Cukup mempersiapkan diri untuk suami mu saja."Wajah Nia seketika merona mendengar apa yang dikatakan oleh Dion."Mami, Dila udah laper!" Seru Dila."Ya ampun, Mami lupa," Nia pun kembali melanjutkan pekerjaannya di dapur.Kemudian menyajikannya dengan cepat, sebab Dila sudah tak sabar untuk menikmati makan siangnya."Hore, makan-makan!" Dila pun berseru, karena melihat masakan Nia yang begitu lezat."Ayo, di makan."Setelah itu barulah Nia mengisi piring Dion dengan nasi, sayur dan lauk."Cie, Papi. Jadi, anak kecil lagi," celoteh Dila.Membuat yang lainnya seketika melirik bocah itu."Dila!" Dion pun melayangkan tatapan tajam, sebab tak ingin di goda oleh putr
Benar saja, Dion benar-benar menunggu dengan sabar.Bahkan awalnya Nia berpikir jika Dion sudah tidur terlebih dahulu mengingat saat ini sudah tengah malam.Lantas bagaimana dengan saat ini, apa yang harus Nia lakukan?Menghindari?Tidak, Nia tidak berniat untuk menghindari tetapi dirinya juga tidak siap untuk melakukannya.Apa yang sebenarnya yang ada dalam benak wanita tersebut.Mungkin rasa takut yang tak dapat diucapkan oleh bibirnya sendiri.Namun, bagaimana cara untuk mengatakan semua itu pada Dion?Nia tak tahu cara mengatakannya, bahkan Nia juga takut Dion tersinggung atas apa yang nanti diucapkannya."Mas, aku--" Nia meneguk saliva, kemudian menunjuk daun pintu.Dion mengangkat sebelah alisnya matanya, menantikan apa yang akan dikatakan oleh Nia.Tetapi, tampaknya Dion mengerti dengan ketegangan yang dirasakan oleh Nia."Ke sini!"Dion menggerakkan tangan, meminta Nia untuk berjalan ke arahnya.Nia pun seketika mendekat, meskipun langkah kakinya begitu pelan dan terlihat begi
Dion pun mulai melumat bibir Nia dengan perlahan, sedangkan Nia hanya diam dengan kedua bola matanya yang melebar.Nafasnya memburu menahan rasa aneh yang terasa."Mas!" Nia pun mendorong dada Dion, hingga akhirnya Dion pun melepas pagutannya.Nia pun terduduk begitu pula dengan Dion yang ikut duduk di samping Nia.Nia menyadari kesalahan yang baru saja dilakukannya, membuat rasa bersalah pun terasa."Maaf, Mas," lirih Nia, dengan wajah penuh penyesalan, sungguh dirinya melakukan itu karena refleks saja.Ingatan pemerkosaan yang menimbulkan rasa trauma membuatnya menjadi seperti ini, mungkinkah Nia terkesan dramatis?Entahlah!Tetapi, kehilangan kesucian dengan cara yang tak layak sungguh meninggalkan bekas luka yang begitu dalam.Sebab impian Nia yang hanya ingin melakukan tersebut dengan suami sahnya pun ikut terampas begitu saja.Dion hanya diam dengan raut wajah kecewanya, hingga kemudian memilih untuk pergi."Mas," Nia pun menahan lengan Dion, hingga akhirnya hanya diam di tempat
"Mas, apaan sih?" Nia pun tak kuasa menahan malu.Hingga akhirnya cepat-cepat turun dari ranjang, kemudian mengambil selimut yang terbuang begitu saja di lantai.Hingga akhirnya kembali ke atas ranjang dan menutup tubuhnya yang polos.Sedangkan Dion hanya diam saja membiarkan apa yang dilakukan oleh Nia.Karena sebentar lagi juga pasti selimut itu akan melayang jauh.Kembali lagi Dion memasuki selimut, menarik Nia ke dalam pelukannya yang begitu menghangatkan.Saat ini Dion hanya ingin melakukan semuanya dengan perlahan, agar Nia tak merasa tertekan.Sebab sudah pasti saat trauma pemerkosaan itu Nia diperlakukan dengan kasar dan sama sekali tidak menikmatinya.Sekaligus ingin membuat Nia merasa dihargai sebagai seorang wanita ataupun istri."Nia, coba pegang ini," Dion mengarahkan tangan Nia pada miliknya.Membuat Nia tersentak, mencoba untuk menolak. Tetapi, sulit. Karena tangan Dion terus saja memaksanya."Mas," lirih Nia dengan wajah memohon, berharap Dion tak memintanya untuk meme
Dion pun memakai kembali pakainya, kemudian tertidur lelap setelah merasakan sebuah kepuasan yang diberikan oleh Nia barusan.Sedangkan Nia bergegas untuk membuka pintu, ternyata Dila sudah menangis di sana.Membuat Nia pun langsung memeluk putri sambungnya, ataupun sebut saja putrinya sendiri.Sebab kini dirinya sudah benar-benar menjadi istri Dion yang sesungguhnya."Dila, kenapa nangis?""Dila, nggak mau bobo sama Nenek. Dila, maunya bobo sama Mami," kata Dila di sela-sela tangisnya.Nia pun bingung harus melakukan apa, melihat ranjangnya yang begitu sempit tentunya tak akan membuat ketiganya bisa tidur di atas ranjang.Tapi melihat Dila, Nia juga tidak tega. Baiklah Nia pun memutuskan untuk mengambil sebuah keputusan."Dila, tidur di ranjang sama Papi. Mami, tidur di bawah.""Nggak mau, Dila mau bobo sama Mami."Nia tak mungkin membiarkan Dila tidur di bawah bersama dengan dirinya, tapi bagaimana juga mengambil jalan terbaiknya.Lebih tidak mungkin lagi keduanya tidur di ruang tam
Dengan segera Nia pun memandikan tubuhnya, sebelum apa yang dikatakan oleh Dion barusan menjadi nyata.Hingga akhirnya Nia pun keluar hanya dengan baluran handuk saja, Dila masih saja menunggunya didepan pintu kamar mandi."Mami, kenapa?" Dila langsung saja bertanya saat melihat Nia yang baru saja keluar dari kamar mandi."Nggak kenapa-kenapa, ayo temani Mami ke kamar dulu," cepat-cepat Nia membawa Dila ke kamar, karena tak ingin membuat Dila semakin banyak bertanya.Sesampainya di dalam kamar Nia pun memakai pakaiannya, sedangkan Dila duduk di sisi ranjang sambil melihat Nia."Kok badan Mami bentol-bentol, Mami di gigit nyamuk ya?" Tanya Dila dengan polosnya."Di gigit nyamuk?" Nia tidak mengerti dengan pertanyaan Dila, hingga akhirnya Nia pun mencoba untuk melihatnya melalui pantulan cermin.Wajah Nia tak hentinya memerah, menyadari begitu banyak tanda aneh pada tubuhnya.Terutama pada tengkuknya, artinya saat bertemu dengan Farah juga benda aneh itu sudah ada."Ya ampun, Nia," Nia
Akhirnya hari ini Nia dan Dion pun memutuskan untuk pulang ke rumah besar milik Dion.Semuanya sudah berbeda dari sebelumnya, sebab kini hubungan keduanya sudah benar-benar menjadi keluarga yang utuh.Perjalanan menuju rumah Dion memang tidak memakan waktu yang panjang dari rumah kedua orang tua Nia.Tetapi tetap saja Nia terlelap dalam tidur sambil memberikan Asi untuk Zaki.Tepatnya duduk di samping Dion yang sedang mengemudikan mobil.Sementara Dila duduk di jok belakang, dari tadi Dila terus saja bernyanyi dengan riangnya.Namun, sama sekali tidak mengusik tidur Nia yang benar-benar kelelahan setelah di ajak lembur oleh Dion semalam, di tambah lagi pagi tadi di kamar mandi.Bahkan sebelum berangkat juga sempat mandi lagi, karena lagi-lagi Dion menggempurnya tanpa hentinya.Nia juga bingung dan bertanya-tanya apakah tak ada rasa lelah untuk bercinta, tetapi itu hanya sebatas pertanyaan di dalam hatinya.Tanpa bertanya kepada Dion secara langsung, sebab tak memiliki keberanian.Sese
Perlahan Nia pun meletakkan Zaki di atas box yang memang sudah dibelikan oleh Dion beberapakali hari yang lalu.Bayi itu masih saja terlelap dalam tidur, setelah dimandikan oleh Farah barusan sungguh membuat tubuhnya jauh lebih segar.Hingga tiba-tiba tangan Dion pun melingkarkan di pinggang Nia dengan begitu erat.Nia berusaha melepaskan tangan Dion, tetapi tidak bisa.Karena tangan itu masih saja melingkar dengan eratnya tanpa ingin terlepas sama sekali.Hingga akhirnya ada napas hangat yang berhembus pada tengkuknya.Sial.Rasanya sungguh membuat tubuh Nia menjadi bergetar.Belayan lembur Dion seakan membawanya hanyut seketika itu.Terbang melayang seakan berada di langit yang tinggi."Nia, Mas menginginkan mu," bisik Dion.Nia memejamkan matanya, meresapi belayan lembut yang kian semakin menjadi-jadi.Hingga akhirnya Dion pun memutar tubuh Nia dan kini keduanya saling berhadapan langsung, sesaat kemudian tangan Dion mengusap tengkuk Nia.Perlahan menariknya semakin dekat, tatapan