"Ini ide mu, bodoh! Seharusnya, sejak awal aku tidak percaya!" kesal Chandra."Jangan begitu, namanya juga usaha. Untuk mendapatkan sesuatu yang maksimal itu butuh usaha yang keras, gagal itu biasa. Artinya kau harus lebih keras dalam berjuang," jawab Niko."Berjuang dalam mencari orang pintar lainya?" tanya Dion.Kemudian Dion pun kembali tertawa, bagaimana tidak tertawa. Keadaannya memang aneh, bahkan sampai menemui orang pintar seperti ini.Padahal orang pintar yang mereka temui juga sangat aneh."Dari mana kau punya ide seperti ini? Dasar gila," gerutu Chandra."Ini ide terbaik dari ku, mau lanjut tidak? Namanya usaha, mana tau berhasil," kata Niko dengan wajah serius.Karena tahu Chandra sangat menyukai Kiara, sehingga mungkin saja memilih untuk tetap mencoba hingga akhirnya tuntas."Kalau lanjut kau harus membawa hati semut," Dion pun menimpali, dia hanya sedang mengingatkan apa yang dikatakan oleh orang pintar barusan."Kalau lanjut, artinya kalian siap untuk jadi orang bodoh!"
Kini Niko pun pergi menuju rumah sakit, itu adalah rumah sakit miliknya yang baru saja diresmikan pada beberapa hari yang lalu.Susah payah Niko mendirikan rumah sakit tersebut, dan setelahnya kini merasa begitu lega.Meskipun tidak terlalu besar, akan tetapi ada kebanggaan tersendiri baginya yang sudah bisa membuat lapangan pekerjaan bagi tenaga kesehatan.Awalnya dia berencana untuk hari ini tidak datang ke rumah sakit, akan tetapi dia pun tak ingin pusing memikirkan keinginan Mamanya untuk menikah.Anggap saja itu hanya angin lalu pikirannya, sebab dia memang tak mau.Ataupun mungkin saja Widia hanya sekedar mengatakan keinginannya tanpa memaksakan kehendaknya.Tok tok tok.Suara ketukan pintu pun terdengar, Niko yang duduk di ruang direktur rumah sakit pun melihat arah pintu.Hingga sesaat kemudian pintu pun di dorong dari luar.Tampak seorang pria yang masuk."Permisi, Dok. Saya boleh masuk?" tanya pria tersebut yang tak lain adalah seorang perawat."Iya, silahkan," Niko pun memp
Niko pun melihatnya, ternyata Widia mengirimkan sebuah gambar yang mana darah tengah mengalir dari tangannya.Sedangkan ada benda tajam juga yang tergeletak asal di dekat Widia.Keadaannya masih sadar, sedangkan wajahnya pun mulai pucat.Niko yang panik pun cepat-cepat menghubungi Widia.Tetapi panggilan tidak di jawab sama sekali, membuat Niko memutuskan segera pulang ke rumah."Niko!" panggil Dion.Dion dan Chandra bingung melihat wajah Niko yang kini berubah panik setelah melihat ponselnya.Bahkan langkah kaki Niko pun tampak sangat terburu-buru."Niko!" seru Chandra juga.Tetapi Niko sudah berlari dan pintu pun tertutup dengan sendirinya."Ada apa dengan dia?" tanya Dion yang benar-benar sangat penasaran akan Niko saat ini."Sepertinya dia sedang ada masalah serius, seperti yang kita tahu selama ini. Dia itu sulit sekali bersikap seperti saat ini. Jika, bukan karena ada sesuatu masalah yang serius," jawab Chandra."Kau benar, tapi aku tidak tahu apa masalahnya. Sebaiknya kita susu
Selama ini hubungan antara Widia dan Niko sangat renggang, semua itu karena keadaan yang memang begitu menyulitkan.Hingga kini Widia ingin memperbaiki semuanya, dia ingin sekali melihat Niko bahagia."Mama, mohon. Kamu harus menikah, Mama tidak menuntut kamu harus menikah dengan siapa. Karena, siapapun pilihan mu. Mama, bisa terima. Yang tidak bisa, Mama terima. Kamu harus hidup sendiri karena, Mama dan Papa," kata Widia.Suara Widia terdengar bergetar, air mata menetes dengan sendirinya dari pelupuk matanya.Perasaan kacau tak dapat dielakkan, hanya ingin membuat putranya Niko sadar bahwa tidak semua pernikahan itu buruk."Yang seharusnya menjadi pertanyaan, Niko. Kenapa, Mama melakukan hal ini? Kenapa, Mama ingin mengakhiri hidup, Mama?" tanya Niko yang ingin tahu dengan jelas alasan Widia, hingga bisa begitu nekat."Mama, malu. Mama, malu sama kamu. Mama, merasa bersalah. Kamu menjadi trauma berumah tangga. Karena, Mama. Tidak seharusnya kamu menjadi seperti ini, Mama berdosa," ja
Bibir Widia bergetar dengan wajah pucat masih tampak jelas, pikiran kacau seiring dengan rasa bersalah yang tak kunjung sirna dari pikirannya.Merasa gagal menjadi seorang Ibu untuk putra semata wayangnya.Menjadikan dirinya dihantui oleh rasa bersalah yang kian semakin hebat.Membuat Niko pun akhirnya menyetujui keinginan Widia untuk menikah.Meskipun sebenarnya Niko juga tidak yakin untuk hal satu ini."Niko, nggak punya pacar, ataupun wanita yang bisa, Niko jadikan istri. Niko, terima saja perjodohan itu. Asalkan menurut, Mama yang terbaik, Niko terima," jawab Niko.Pasrah saja pada keadaan, Niko tak berharap banyak saat ini.Keinginannya hanya ingin melihat Widia tetap hidup tanpa rasa bersalah yang begitu dalam.Widia pun tersenyum lega, sungguh dia sangat bahagia dengan jawaban Niko.Putra tunggalnya itu akhirnya mau untuk menikah juga.Sejujurnya Widia tak mau memaksa putranya untuk menikah dengan wanita pilihannya, akan tetapi Niko yang juga sudah menyerahkan itu semua padanya
Keesokan harinya.Setelah pertemuan kemarin dengan calon wanita yang akan menikah dengan dirinya, kini Niko lebih banyak diam.Dia diam karena tak tahu harus bagaimana, bahkan sudah pasrah akan keadaan yang kini menuntutnya harus bagaimana.Tapi sudahlah, anggap saja ini adalah bagian dari bakti seorang putra pada Mamanya.Hingga tiba-tiba saja Niko mendengar suara yang cukup nyaring, tampak di kejauhan ada seorang pria yang baru saja kembali entah dari mana.Itu adalah Adiguna, pria itu sedang berdebat dengan Mamanya. Padahal baru saja sampai, Niko hanya diam sambil terus menyaksikannya.Bahkan Niko yakin jika Adiguna belum juga menyadari dirinya yang melihat dari kejauhan.Berbeda dengan Widia yang sepertinya tak ingin berdebat, karena takut Niko mendengarnya."Aku kecewa pada mu! Kau memutuskan sepihak saja, Niko itu adalah anak ku juga. Kenapa kau mengambil keputusan untuk menjodohkan dia dengan anak teman mu?" tanya Adiguna yang tidak bisa berhenti untuk terus berdebat dengan Wid
Siang berganti menjadi malam, begitu pun dengan hari-hari yang kian berlalu.Satu minggu ini Niko berubah menjadi seorang pria yang tak banyak bicara, dia selalu saja diam dalam segala keadaan.Begitu pun juga dengan hari ini, tepatnya adalah hari pernikahan dirinya dengan seorang wanita yang sudah dijodohkan dengan Niko.Seharusnya ini bukan Niko, karena pria itu terbiasa tampil dengan gaya yang selalu saja mengundang tawa dan keramaian.Tapi untuk saat ini perasaan kacau benar tak bisa di tutupi, rasa gundah gulana itu kian semakin hebat.Hanya saja saat pernikahan akan segera berlangsung tiba-tiba saja ada hal yang harus terjadi.Karena keluarga dari calon pengantin wanita malah membatalkan pernikahan sepihak, dengan alasan mereka tak mau putri mereka masuk ke dalam keluarga yang tidak pernah hidup rukun.Lestari yang lama berteman dengan Widia takut jika putri semata wayangnya malah menjadi sengsara.Karena takut Niko mewarisi sifat Papanya dan juga Mamanya yang selalu bertengkar,
Rasa kemanusiaan yang sudah tertanam dalam diri seorang Ranti tak dapat dipungkiri, dia malah kasihan pada Widia yang tampak begitu putus asa.Padahal keduanya belum pernah saling mengenal sama sekali.Namun saat melihat wajah Widia yang seperti ini, dia langsung mengingat wajah Tias.Dia memposisikan jika Tias yang di posisi seperti ini, bagaimana jika orang lain pun tak mau menolong Bundanya?Sungguh Ranti tak bisa hanya diam saja, bagaimana pun dia harus bisa bermanfaat bagi orang lain selama dia bisa melakukanya.Sepertinya saat ini, dia tahu dan sadar akan apa yang dia putuskan bukan hal yang mudah.Tapi tetap saja keyakinannya tak goyah, dia tulis menyelamatkan nama baik keluarga Niko.Ranti juga tahu tentang Widia yang mencoba untuk mengakhiri hidupnya, bahkan dia juga mendengar barusan Niko mengatakan takut Mamanya kembali melakukan aksi bunuh diri.Entah ini benar atau tidak, tapi dia harus menyelamatkan Widia.Menyelamatkan dari rasa malu dan juga sedih yang malah membuat wa