"Aku pikir-pikir kita sudah sangat jauh, bahkan hampir memakan waktu 2 jam perjalanan. Tapi, kenapa belum juga sampai. Sebenarnya kita akan pergi ke mana?" tanya Dion yang akhirnya bersuara.Sebab dia juga mulai bosan, terus berada di dalam mobil yang rasanya tanpa tujuan itu."Kau tidak sedang mengerjai aku?" tanya Chandra yang juga ikut menimpali."Sudah sampai," Niko pun menepikan mobilnya di depan sebuah rumah yang cukup sederhana.Dion dan Chandra pun melihat ke arah luar."Kita ke sini?" tanya Chandra yang masih belum mengerti apa-apa."Iya," Niko pun mengangguk membenarkan apa yang dikatakan oleh Chandra."Ini rumah siapa?" tanya Dion yang tak kalah penasaran."Rumah orang pintar," jawab Niko lagi."Orang pintar?" Chandra dibuat terkejut dengan apa yang dikatakan oleh Niko barusan, "kenapa harus ke sini?" tanya Chandra lagi."Karena, dia bisa membuat, wanita yang kau sukai itu jadi mengejar-ngejar mu!""Apa kita orang bodoh?" Dion pun belum bisa mengerti dengan ini semua, sehin
"Ini ide mu, bodoh! Seharusnya, sejak awal aku tidak percaya!" kesal Chandra."Jangan begitu, namanya juga usaha. Untuk mendapatkan sesuatu yang maksimal itu butuh usaha yang keras, gagal itu biasa. Artinya kau harus lebih keras dalam berjuang," jawab Niko."Berjuang dalam mencari orang pintar lainya?" tanya Dion.Kemudian Dion pun kembali tertawa, bagaimana tidak tertawa. Keadaannya memang aneh, bahkan sampai menemui orang pintar seperti ini.Padahal orang pintar yang mereka temui juga sangat aneh."Dari mana kau punya ide seperti ini? Dasar gila," gerutu Chandra."Ini ide terbaik dari ku, mau lanjut tidak? Namanya usaha, mana tau berhasil," kata Niko dengan wajah serius.Karena tahu Chandra sangat menyukai Kiara, sehingga mungkin saja memilih untuk tetap mencoba hingga akhirnya tuntas."Kalau lanjut kau harus membawa hati semut," Dion pun menimpali, dia hanya sedang mengingatkan apa yang dikatakan oleh orang pintar barusan."Kalau lanjut, artinya kalian siap untuk jadi orang bodoh!"
Kini Niko pun pergi menuju rumah sakit, itu adalah rumah sakit miliknya yang baru saja diresmikan pada beberapa hari yang lalu.Susah payah Niko mendirikan rumah sakit tersebut, dan setelahnya kini merasa begitu lega.Meskipun tidak terlalu besar, akan tetapi ada kebanggaan tersendiri baginya yang sudah bisa membuat lapangan pekerjaan bagi tenaga kesehatan.Awalnya dia berencana untuk hari ini tidak datang ke rumah sakit, akan tetapi dia pun tak ingin pusing memikirkan keinginan Mamanya untuk menikah.Anggap saja itu hanya angin lalu pikirannya, sebab dia memang tak mau.Ataupun mungkin saja Widia hanya sekedar mengatakan keinginannya tanpa memaksakan kehendaknya.Tok tok tok.Suara ketukan pintu pun terdengar, Niko yang duduk di ruang direktur rumah sakit pun melihat arah pintu.Hingga sesaat kemudian pintu pun di dorong dari luar.Tampak seorang pria yang masuk."Permisi, Dok. Saya boleh masuk?" tanya pria tersebut yang tak lain adalah seorang perawat."Iya, silahkan," Niko pun memp
Niko pun melihatnya, ternyata Widia mengirimkan sebuah gambar yang mana darah tengah mengalir dari tangannya.Sedangkan ada benda tajam juga yang tergeletak asal di dekat Widia.Keadaannya masih sadar, sedangkan wajahnya pun mulai pucat.Niko yang panik pun cepat-cepat menghubungi Widia.Tetapi panggilan tidak di jawab sama sekali, membuat Niko memutuskan segera pulang ke rumah."Niko!" panggil Dion.Dion dan Chandra bingung melihat wajah Niko yang kini berubah panik setelah melihat ponselnya.Bahkan langkah kaki Niko pun tampak sangat terburu-buru."Niko!" seru Chandra juga.Tetapi Niko sudah berlari dan pintu pun tertutup dengan sendirinya."Ada apa dengan dia?" tanya Dion yang benar-benar sangat penasaran akan Niko saat ini."Sepertinya dia sedang ada masalah serius, seperti yang kita tahu selama ini. Dia itu sulit sekali bersikap seperti saat ini. Jika, bukan karena ada sesuatu masalah yang serius," jawab Chandra."Kau benar, tapi aku tidak tahu apa masalahnya. Sebaiknya kita susu
Selama ini hubungan antara Widia dan Niko sangat renggang, semua itu karena keadaan yang memang begitu menyulitkan.Hingga kini Widia ingin memperbaiki semuanya, dia ingin sekali melihat Niko bahagia."Mama, mohon. Kamu harus menikah, Mama tidak menuntut kamu harus menikah dengan siapa. Karena, siapapun pilihan mu. Mama, bisa terima. Yang tidak bisa, Mama terima. Kamu harus hidup sendiri karena, Mama dan Papa," kata Widia.Suara Widia terdengar bergetar, air mata menetes dengan sendirinya dari pelupuk matanya.Perasaan kacau tak dapat dielakkan, hanya ingin membuat putranya Niko sadar bahwa tidak semua pernikahan itu buruk."Yang seharusnya menjadi pertanyaan, Niko. Kenapa, Mama melakukan hal ini? Kenapa, Mama ingin mengakhiri hidup, Mama?" tanya Niko yang ingin tahu dengan jelas alasan Widia, hingga bisa begitu nekat."Mama, malu. Mama, malu sama kamu. Mama, merasa bersalah. Kamu menjadi trauma berumah tangga. Karena, Mama. Tidak seharusnya kamu menjadi seperti ini, Mama berdosa," ja
Bibir Widia bergetar dengan wajah pucat masih tampak jelas, pikiran kacau seiring dengan rasa bersalah yang tak kunjung sirna dari pikirannya.Merasa gagal menjadi seorang Ibu untuk putra semata wayangnya.Menjadikan dirinya dihantui oleh rasa bersalah yang kian semakin hebat.Membuat Niko pun akhirnya menyetujui keinginan Widia untuk menikah.Meskipun sebenarnya Niko juga tidak yakin untuk hal satu ini."Niko, nggak punya pacar, ataupun wanita yang bisa, Niko jadikan istri. Niko, terima saja perjodohan itu. Asalkan menurut, Mama yang terbaik, Niko terima," jawab Niko.Pasrah saja pada keadaan, Niko tak berharap banyak saat ini.Keinginannya hanya ingin melihat Widia tetap hidup tanpa rasa bersalah yang begitu dalam.Widia pun tersenyum lega, sungguh dia sangat bahagia dengan jawaban Niko.Putra tunggalnya itu akhirnya mau untuk menikah juga.Sejujurnya Widia tak mau memaksa putranya untuk menikah dengan wanita pilihannya, akan tetapi Niko yang juga sudah menyerahkan itu semua padanya
Keesokan harinya.Setelah pertemuan kemarin dengan calon wanita yang akan menikah dengan dirinya, kini Niko lebih banyak diam.Dia diam karena tak tahu harus bagaimana, bahkan sudah pasrah akan keadaan yang kini menuntutnya harus bagaimana.Tapi sudahlah, anggap saja ini adalah bagian dari bakti seorang putra pada Mamanya.Hingga tiba-tiba saja Niko mendengar suara yang cukup nyaring, tampak di kejauhan ada seorang pria yang baru saja kembali entah dari mana.Itu adalah Adiguna, pria itu sedang berdebat dengan Mamanya. Padahal baru saja sampai, Niko hanya diam sambil terus menyaksikannya.Bahkan Niko yakin jika Adiguna belum juga menyadari dirinya yang melihat dari kejauhan.Berbeda dengan Widia yang sepertinya tak ingin berdebat, karena takut Niko mendengarnya."Aku kecewa pada mu! Kau memutuskan sepihak saja, Niko itu adalah anak ku juga. Kenapa kau mengambil keputusan untuk menjodohkan dia dengan anak teman mu?" tanya Adiguna yang tidak bisa berhenti untuk terus berdebat dengan Wid
Siang berganti menjadi malam, begitu pun dengan hari-hari yang kian berlalu.Satu minggu ini Niko berubah menjadi seorang pria yang tak banyak bicara, dia selalu saja diam dalam segala keadaan.Begitu pun juga dengan hari ini, tepatnya adalah hari pernikahan dirinya dengan seorang wanita yang sudah dijodohkan dengan Niko.Seharusnya ini bukan Niko, karena pria itu terbiasa tampil dengan gaya yang selalu saja mengundang tawa dan keramaian.Tapi untuk saat ini perasaan kacau benar tak bisa di tutupi, rasa gundah gulana itu kian semakin hebat.Hanya saja saat pernikahan akan segera berlangsung tiba-tiba saja ada hal yang harus terjadi.Karena keluarga dari calon pengantin wanita malah membatalkan pernikahan sepihak, dengan alasan mereka tak mau putri mereka masuk ke dalam keluarga yang tidak pernah hidup rukun.Lestari yang lama berteman dengan Widia takut jika putri semata wayangnya malah menjadi sengsara.Karena takut Niko mewarisi sifat Papanya dan juga Mamanya yang selalu bertengkar,
Satu Pesan dari Ibu[Kau tidak pulang? Jika tidak, Adinda akan menggantikan posisimu sebagai Presiden Direktur!] Membaca itu, Dimas segera mencengkram ponsel di tangannya.Sesaat kemudian ponsel itupun melayang dan berakhir hancur di lantai.Jika sebelumnya Laras mengancam akan menyumbangkan semua kekayaanya pada panti asuhan, maka kini Laras malah lebih gila lagi! Ibunya itu sampai mengatakan Adinda yang akan menggantikan posisinya.Ini gila!Dimas tidak habis pikir kenapa bisa Laras melakukan ini padanya.Dan jika Adinda yang menggantikan posisinya, itu akan jauh lebih membuatnya terhina di hadapan wanita jalang itu.Jelas tidak bisa dibiarkan!"Pak Presdir, Ibu Laras ingin berbicara," kata Gilang sambil memberikan ponsel di tangannya pada Dimas.Tentunya karena ponsel Dimas tak lagi bisa terhubung sebab sudah hancur berantakan di lantai."Katakan padanya saya akan pulang!" Dimas tak menerima ponsel yang diarahkan padanya.Dia menyambar jasnya dan langsung pergi.Jika bukan karen
Setiap kisah dan waktu yang sudah terlewati tak akan bisa diulang kembali.Namun, semua kisah itu seakan lekat dalam ingatan tanpa bisa untuk terlupakan oleh ingatan.Aku Nia putri, menjalin kisah dengan takdir yang kujalani.Harapan ku hanya satu, bisa mendapatkan suatu harapan untuk bisa membuat ibu ku terus bersama ku setelah aku kehilangan ayah ku.Namun, siapa sangka bonus dari semua perjuangkan ku justru hal yang tak terduga.Justru kebahagiaan itu menghampiri ku.Dion seorang pria duda dengan satu anak dan usianya jauh lebih tua dari ku.Kami menjalin hubungan yang rumit karena sebuah alasan yang kuat namun penuh dengan air mata.Tujuan saling menguntungkan malah berakhir dengan saling mendapatkan kenyamanan.Tapi aku katakan aku bahagia.Awal kisah yang ku alami malah membawaku padanya.Meskipun banyak yang tidak aku inginkan dalam kisah ini.Tapi tetap saja aku tidak bisa bisa menolak takdir ku yang rumit itu.Terlepas dari itu semua aku adalah wanita penuh dengan kesalahan y
Di tempat lainnya ada juga yang sedang berbahagia.Raya kembali melahirkan seorang anak laki-laki Dan kini anak itu diberi nama 'Raza' perpaduan antara nama Raya dan Reza.Itu adalah saran nama dari Dion.Reza dan Raya pun setuju saja."Itu nama dari, Opa Dion," kata Reza sambil tersenyum pada bayinya."Benar, dan ini adalah, Oma," Raya pun menunjuk Nia.Nia pun tersenyum karena merasa lucu, tapi bagaimana pun juga itu memang benar dan tidak masalah juga menjadi Oma diusia yang masih muda ini."Aduh, cucu Oma," Nia pun menggendong bayi lucu itu.Dia melihat wajah anak itu yang sangat mirip dengan Reza.Bahkan sedikit mirip dengan Zaki."Nia, berikan pada, Opanya," Dion pun menunjuk ke arah Chandra.Chandra pun tersenyum karena kini sudah memiliki seorang cucu."Bagaimana kalau berikan pada, Oma Kiara," celetuk Nia.Kiara yang dari tadi hanya diam pun seketika terkejut mendengar ucapan Nia."Ibu Nia, saya masih ting-ting. Saya masih mahasiswa, saya masih kecil, saya dipanggil, Kak Kia
Beberapa bulan kemudian...Niko dan Ranti menyambut bahagia saat kelahiran putra mereka yang diberi nama 'Fatih Niko Adiguna'Sesuai dengan keinginan Niko, mereka hanya memiliki satu orang anak saja.Niko tidak ingin serakah, dia sudah merasa cukup dengan kehadiran seorang anak laki-laki untuk menjadi pewarisnya.Terlebih lagi tidak ingin melihat Ranti harus berada dalam sebuah keadaan yang menegangkan.Dia tak mau mengambil resiko.Meskipun keadaan rahim Ranti masih memungkinkan untuk mengandung lagi.Dia sangat mencintai istrinya dalam keadaan apapun.Menurutnya memiliki anak adalah sebuah hadiah.Tapi memiliki Ranti adalah anugerah.Jadi, dia sudah sangat bahagia dengan satu putra saja.Selebihnya dia menganggap anak Barra juga anaknya.Apa lagi Barra memiliki 3 orang anak, membuat Niko merasa anaknya sudah memiliki Kakak walaupun hanya sepupu saja."Wajahnya lebih mirip, Mama," kata Ranti.Dia pun melihat wajah Mama mertuanya dan lagi-lagi melihat wajah putranya.Putra kecil yang
"Dokter Niko, lihat ini," Adam menunjuk layar monitor.Saat itu Niko pun melihat ke arah yang ditunjuk oleh Dokter Adam.Tapi Niko yang sedang tidak baik-baik saja tidak mengerti."Ada apa?" tanya Niko.Bodoh?Ya, Niko akan sangat bodoh jika sudah menyangkut tentang Ranti.Begitu juga dengan saat ini.Bahkan dia sendiri tidak dapat berpikir jernih, padahal Dokter Adam sudah menunjukkan dengan jelas.Namun, Niko masih bertanya.Dia butuh jawaban, sekaligus penjelasan yang pasti.Jangan memintanya untuk menyimpulkan sendiri, dia tidak bisa.Otaknya sedang sulit untuk bisa berpikir jernih."Tidak ada masalah dengan rahim istri anda, janinnya juga sudah berada di dalam rahim," terang Dokter Adam.Niko pun terkejut mendengarnya dia pun segera mendekat dan melihat dengan jelas."Ini keajaiban, Dokter Niko. Lihat ini," Dokter Adam pun kembali memperlihatkan bagian lainya, rasanya pemeriksaan sebelumnya dan saat ini jauh lebih baik."Apakah ini mungkin?" tanya Niko yang belum percaya."Iya, i
"Aku pun akan mati, jika kamu mati," tambah Niko lagi.Ranti terdiam mendengar ucapan suaminya itu."Tapi aku akan tetap mempertahankan anak ku," kata Ranti dengan penuh keyakinan.Siapa pun ibu tak akan tega membunuh anaknya, begitu juga dengan Ranti."Vina, panggil, Dokter Winda!" pinta Niko.Untuk kaki ini dia tak bisa lagi untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut.Dia tidak memiliki keberanian untuk mengetahui keadaan Ranti saat ini.Dia butuh bantuan dokter lain untuk bisa membantunya, sedangkan Dokter Winda adalah dokter senior yang sudah banyak menangani pasien dan Niko sudah tak tahu dengan kehebatannya.Meskipun perasannya begitu was-was akan keadaan Ranti saat ini.Tapi jelas terlihat bahwa Ranti akan dengan kerasnya pendiriannya yang tak akan menggugurkan kandungannya."Selamat siang, anda memanggil saya, Dok?" Dokter Winda pun telah tiba seperti yang di sampaikan oleh Vina untuk segera menemui Niko.Niko pun mulai tersadar dari pikirannya yang kacau, sambil melihat wajah
"Hamil?" Niko terdiam saat menyaksikan sendiri ada janin di rahim istrinya.Dia pun mengingat kembali saat itu Ranti menggodanya dan hal itu pun terjadi sebelum dia berpikir untuk membuat sel telurnya tidak bekerja.Bahkan saat itu tidak hanya satu kaki, namun berkali-kali.Lantas bagaimana ini?"Kamu ngomong apa tadi?" tanya Ranti yang mendengar ucapan Niko.Niko pun kini melihat Ranti dengan pikirannya yang kacau."Niko, aku hamil?" tanya Ranti memastikan, "berarti testpack yang aku gunakan tadi tidak keliru," tambah Ranti.Ranti terus saja tersenyum bahagia membayangkan sebentar lagi anak menjadi seorang ibu.Dia langsung saja memeluk Niko dengan penuh kebahagiaan.Tak tahu harus bagaimana untuk meluapkannya tapi Ranti benar-benar tidak akan pernah bisa melupakan saat ini."Tuh, kan, nggak perlu adopsi anak. Buktinya sekarang aku hamil, artinya kita akan jadi orang tua," Ranti semakin mempererat pelukannya.Begitu larut dalam kebahagiaan yang tak bisa teralihkan sama sekali.Kemud
Beberapa hari kemudian.....Ranti menatap alat uji kehamilan di tangannya dengan malas.Entah sudah berapa kali dia menggunakannya demi mengetahui apakah ada janin yang tumbuh di rahimnya atau tidak.Mungkin saja ini sudah testpack yang ke 50.Dan hasilnya masih saja garis satu, sungguh membuatnya merasa sedih.Dia pun akhirnya segera menuju ranjang, hari ini dia sangat malas melakukan hal apapun.Sedangkan Niko sedang berada di rumah sakit.Dan seharusnya Ranti selalu mengantar makan siang untuk suaminya itu, sekaligus akan makan bersama-sama.Tapi dia pun malah tertidur pulas dan lupa untuk mengantarkan makanan siang untuk Niko.Hingga ponselnya pun berdering, tidurnya pun terusik dan dengan rasa malas menjawab panggilan itu."Halo," Ranti tak melihat terlebih dahulu nama siapa yang ada di layar ponselnya.Dia langsung saja menjawabnya."Sayang, kamu sudah di mana?" tanya Niko.Ranti pun baru tersadar jika yang menghubungi dirinya adalah Niko.Kemudian dia melihat jam dinding, dia p
Keesokan harinya."Kamu nggak ke kantor?" Ranti melihat Niko tampak santai di atas ranjang sambil memeluk dirinya.Ini tidak biasanya terjadi, karena kebiasaan Niko jika pagi begini pergi bekerja."Aku mau di rumah aja sama kamu," jawab Niko."Kenapa begitu?""Libur untuk satu hari rasanya tidak salah," kata Niko lagi.Ranti pun mengangguk mengerti.Mungkin Niko juga kelelahan dan butuh waktu untuk beristirahat.Mengingat selama ini Niko selalu saja disibukkan dengan pekerjaan yang tidak ada habisnya."Ranti, bagaikan kalau kita mengadopsi anak."Deg!Jantung Ranti rasanya keluar dari dadanya.Dia begitu shock mendengar pertanyaan Niko barusan.Tunggu dulu.Itu pertanyaan atau pernyataan?Ranti tak pernah berpikir jika Niko akan berkata demikian.Apakah Niko sudah sangat ingin memiliki anak sehingga dia mengatakan demikian."Tapi aku juga bisa hamil, kenapa harus mengadopsi anak?" tanya Ranti yang bingung.Niko pun menutup matanya dia pun segera bangkit dari atas ranjangnya berjalan