"Aku serius," kata Barra lagi.Asih pun akhirnya selesai makan dia pun kini menatap wajah Barra yang lagi-lagi membuat dadanya berdegup kencang."Wah, ini wanita yang meminta tanggung jawab itu, kan?" ucap seorang wanita yang tiba-tiba saja muncul di hadapan Asih dan juga Barra.Asih dan juga Barra pun melihat wanita tersebut, ternyata itu adalah Fera yang tak lain adalah Ibu dari Sandi.Wajah wanita itu tampaknya hanya menunjukkan kebencian mendalam terhadap Asih, seketika matanya pun melihat perut Asih."Hey, kau juga bisa terjebak dalam kebusukan hati wanita ini. Dia bisa menjadikan mu kambing hitam!" papar Fera pada Barra.Asih pun menunduk dia sangat malu sekali saat mendengarkan seorang wanita yang menuduhnya tanpa belas kasih.Tanpa dasar yang jelas, bahkan tanpa ingin mencari tahu kenyataannya sebenarnya."Dia ini hamil entah anak laki-laki yang mana, tapi dia meminta tanggung jawab pada putraku. Dia ini wanita murahan, suka tidur dengan pria mana saja, aku hanya mengingatkan
Setelah kejadian tadi kini wajah Asih benar-benar berubah menjadi murung, sepertinya pikiran wanita itu benar-benar kacau seketika.Tidak lagi ada senyum manis seperti sebelumnya, bahkan dia juga mendadak bertanya-tanya apakah Barra benar-benar yakin jika anak di rahimnya adalah anaknya.Asih tak mau seseorang bertahan dengan dirinya karena sebuah keterpaksaan saja.Tapi dia juga bingung hal apa yang membuat Barra memilih untuk tetap bertahan dalam pernikahan ini, apakah karena Tias?Karena dia adalah anak yang berbakti pada Bundanya, dan semata-mata hanya untuk Bundanya saja?Ini sangat membingungkan."Kamu masih memikirkan ucapan wanita tadi?" tanya Barra sambil terus saja melihat jalanan.Hanya saja dia merasa Asih sudah jauh berbeda dengan sebelumnya.Dia yakin penyebabnya adalah Fera, karena hanya wanita itu yang barusan mereka temui tanpa sengaja, ucapan wanita itu memanglah sangat tajam. Lebih tajam dari belati sekalipun.Padahal seharusnya tidak sewajarnya seorang wanita yang
Yang ada justru Barra yang banyak bicara, dulu dan sekarang seakan begitu jauh berbeda.Sangat jauh dan tak pernah terpikirkan oleh seorang Asih, jika bisa melihat tingkah laku Barra yang sangat aneh ini.Aneh bagi dirinya yang belum mengenali Barra dengan jauh."Coba tersenyum," pinta Barra."Senyum?" tanya Asih bingung."Senyum," Barra pun menarik kedua sudut bibir Asih dengan tangannya sendiri.Supaya apa?Tentu saja untuk melihat Asih kembali tersenyum tanpa harus terbebani karena ulah wanita tadi."Apaansih, nggak jelas banget," gerutu Asih sambil berusaha melepaskan tangan Barra dari bibirnya."Nah, gitu dong. Senyum, kan, enak di lihat," ujar Barra."Enak? Memangnya makanan!" gerutu Asih."Iya, kalau kau siap aku juga bisa memakan mu," jawab Barra."Apaansih!"Asih pun memukul lengan bagian atas Barra, karena semakin lama Barra semakin berbicara sembarangan.Dan setiap kalimat yang keluar dari mulut pria itu rasanya hanya omongan yang tak bermakna sama sekali.Lihat saja sampai
Seketika itu juga Asih mengingat satu perkataan Nia sebelumnya.Ada kejutan yang disiapkan oleh Nia, Apakah mungkin kejutan ini yang dimaksud oleh Nia?Sepertinya memang begitu adanya, karena siapa lagi yang bisa melakukan apapun selain Nia di rumah tersebut.Namun, saat ini malah menjadi masalah besar untuk Asih.Rasanya sangat geli sekali harus tidur di tempat seperti ini.Apa lagi bersama dengan Barra, rasanya sangat luar biasa.Akhirnya perlahan kaki Asih pun melangkah masuk, bahkan kakinya menginjak mawar yang bertaburan di lantai.Dia juga penasaran dengan pintu kamar mandi yang terbuka lebar, ada bunga pula ke arah sana.Dan ternyata benar, kamar mandi pun tidak lepas dari hiasan yang sangat indah.Hanya saja sepertinya ini tidak tepat untuk Asih, sebab dirinya dan Barra belum seperti pasangan suami istri pada umumnya.Lantas bagaimana?Entahlah, tetapi perasaan Asih benar-benar sangat tegang sekali.Padahal, baru saja dirinya lepas dari ketegangan. Namun, sepertinya hal itu ta
Asih masih saja terdiam di tempatnya, tepatnya berdiri dengan tegak di depan pintu almari dengan pikirannya yang benar-benar sangat kacau.Membuat Barra pun bingung dan memutuskan untuk berjalan ke arah Asih.Dia ingin melihat lebih dekat lagi keadaan Asih, sebab wajah Asih memang tampak sangat pucat.Tentunya Barra khawatir akan keadaan yang seperti ini, mengingat Asih sangat sulit untuk makan.Belum lagi sering merasa mual, namun sulit untuk muntah.Belum lagi ada janin yang membutuhkan nutrisi yang cukup dan itupun masih harus berbagi dengan Ibunya."Kamu sakit?" tanya Barra yang kini sudah benar-benar sangat dekat dengan Asih.Tangannya pun bergerak memegang dahi Asih, memastikan suhu tubuh wanita itu dengan benar.Tetapi sepertinya tidak ada yang salah, karena suhu tubuh Asih tampak normal meskipun wajahnya tampak begitu memucat.Asih pun semakin terkejut melihat Barra yang ternyata sudah berdiri di hadapannya.Sejak kapan?Ya, ampun Asih. Sepertinya kamu itu sangat stress memiki
Toko tok tok.Barra merasa Asih sudah terlalu lama berada di dalam kamar mandi, membuatnya menjadi merasa khawatir.Karena keadaan Asih memang sedang sangat harus di perhatikan, mengingat sering kali wanita itu kehilangan keseimbangannya sendiri."Asih, kamu tidak apa-apakan di dalam sana?" tanya Barra dengan suara yang sedikit meninggi agar Asih yang berada di dalam kamar mandi pun bisa mendengar suaranya dengan jelas.Sedangkan Asih yang berada di dalam kamar mandi merasa semakin panik, dia pun kembali melihat pantulan dirinya pada cermin.Huuuufff.Bagaimana mungkin dia bisa keluar dengan pakaian seperti ini."Nia, kamu ngerjain aku gini banget, sih," gumam Asih sambil mengacak rambutnya sendiri.Tok tok tok!Lagi-lagi terdengar suara ketukan pintu, membuat Asih pun segera melihat ke arah pintu.Dia benar-benar tak tahu bagaimana cara untuk keluar dari dalam kamar mandi dalam keadaan seperti ini."Aku tidak apa-apa," jawab Asih dari dalam sana agar Barra tak lagi merasa khawatir di
"Maaf," kata Barra saat menyadari mata Asih yang terbuka lebar.Dia benar-benar tak menyangka jika saja mata Asih terbuka lebar dengan tiba-tiba seperti ini.Pikirannya Asih sudah sangat lelap dan tak mungkin terbangun lagi.Dan gilanya lagi, dia malah seperti seorang maling yang mencuri sesuatu.Padahal Asih adalah istrinya, ini sungguh sangat aneh sekali rasanya.Apakah ada larangan untuk tidak melakukan ini pada istrinya sendiri?Apakah dia berdosa juga menginginkan istrinya sendiri saat ini juga.Sialan memang."Kamu marah?" tanya Barra, sebab Asih pun hanya diam saja.Asih pun terdiam tanpa menjawab apapun, dia juga bingung dengan dirinya yang tidak marah sama sekali.Tapi, bagaimana pula mengatakannya pada Barra, hingga diam adalah pilihan tepatnya.Hingga perut Asih pun berbunyi, wajar saja. Karena, dia tidak makan nasi seperti biasanya."Aku lapar, banget," kata Asih, sekaligus ingin mengalihkan pembicaraan saat ini.Dia juga sangat tegang dan bingung harus seperti apa.Mengat
Asih pun terbangun dari tidurnya, dia melihat tak ada Barra di sampingnya.Tetapi, telinganya mendengar suara gemericik air dari arah kamar mandi.Dia pun yakin jika Barra ada di dalam kamar mandi.Sesaat pintu kamar mandi pun terbuka, dia pun memejamkan matanya karena tidak tahu harus berhadapan dengan Barra di pagi ini seperti apa.Perlahan Asih pun mengintip dan melihat Barra tengah berpakaian.Rasanya sangat menegangkan sekali jika harus kembali mengingatnya.Tapi Asih pun tak menampik jika dia terpesona dengan keindahan tubuh Barra yang tampak begitu berkarisma.Mengapa dia baru menyadari setelah banyaknya masalah yang berlalu, tapi itu tidak masalah.Lebih baik terlambat menyadari dari pada tidak pernah sadar sama sekali."Asih," Barra pun berjalan ke arah ranjang.Dan saat itu Asih pun kembali menutup matanya, dia pun kembali berpura-pura tidur agar tidak merasa malu."Sepertinya, dia sangat lelap," kata Barra lagi, sebab Asih tak juga bangun dari tidurnya.Dan alasan Barra mem