Sedangkan Chandra Winata pun tampak begitu kesal pada sikap istrinya, dia benar-benar merasa tidak nyaman untuk ucapan Dion saat makan malam barusan.Sesaat setelah menutup pintu kamar Chandra pun melihat Liana yang tengah duduk di kursi meja riasnya."Enak ya, Pa. Makan malamnya bareng adik Ipar," kata Liana yang menyindir suaminya.Karena suaminya itu menyelesaikan makan malamnya dengan baik."Ma, sudahlah. Lagi pula Nia tidak menikah dengan Reza, dia menikah dengan Dion. Tidak ada hubungannya dengan kita," kata Chandra Winata.Liana pun bangkit dari duduknya, tak lupa meletakkan peralatan kecantikan di tangannya.Dirinya sedang berada di depan cermin, namun malah dinasehati oleh suaminya dan itu tentang Nia.Membuatnya benar-benar merasa tidak berharga sama sekali."Kenapa sekarang Papa juga berpihak pada wanita kotor itu?"Tatapan mata Liana tampak berapi-api, tidak terima dengan apa yang dikatakan oleh suaminya."Ma, Papa. Nggak berpihak sama dia. Hanya saja, sekarang apa yang ha
"Mungkin, dia pikir aku takut. Semakin kesini wanita itu semakin tidak tahu diri. Jika suami ku tidak berani untuk melempar wanita itu dari rumah ini. Maka, aku sendiri yang melemparnya. Bahkan, sekalipun di hadapan suaminya!"Liana pun segera menuju kamar Nia, menemui wanita itu malam ini juga.Dirinya benar-benar tidak bisa menahan lagi, bagaimana pun caranya wanita itu harus diselesaikan.Karena suaminya sendiri pun tak bisa melakukan apapun.Bahkan sampai membentaknya, bagaimana mungkin Liana bisa diam dengan begitu saja.Tidak.Harga dirinya akan semakin jatuh jika hanya diam saja.Sedangkan Nia yang pun keluar dari kamar, dia menuju kamar Dila.Memastikan apakan putri sambungkan itu sudah tidur dan minum obat, kemudian setelah itu berniat untuk melihat Ibunya yang tentunya bersama dengan anaknya Zaki.Namun, saat akan membuka pintu kamar Dila, Nia pun mendengar suara.Ternyata Liana yang tampak berjalan ke arahnya dengan wajahnya yang tampak begitu serius."Nia!"Nia pun terdiam
"Dila, pergi ke kamar, Mbak Asih!" kata Dion."Dila, mau sama, Mami," Dila menolak dengan cepat, sebab dirinya hanya ingin bersama dengan Nia.Apa lagi kekasaran yang di lihatnya cukup membuatnya merasa takut."Nanti, Mami menyusul," kata Dion lagi.Dila pun tampak menatap Nia, mungkin bocah itu sedang mempertimbangkan apa yang diperintahkan oleh Dion."Dila, nurut sama Papi, ya," Nia pun mengelus kepala Dila.Hingga akhirnya bocah itupun mengangguk dan tersenyum, kemudian segera menuju kamar Asih.Sejenak semuanya terdiam, sambil memikirkan sesuatu yang akan terjadi selanjutnya.Karena, Liana pun ingin sekali mengakhiri semuanya.Yaitu melempar Nia untuk keluar dari rumah tersebut.Dia juga ingin membuktikan bahwa tidak ada yang dia lakukan sama sekali di rumah tersebut, sekalipun suaminya ataupun mungkin Dion sendiri yang tampak begitu ditakuti oleh suaminya."Tampar kembali wajah wanita itu!" titah Dion.Degh!Siapa pun yang mendengar apa yang dikatakan oleh Dion tentunya akan sanga
Kenapa harus di hentikan lagi? Bukankah seharusnya membiarkan saja. Semoga saja itu hanya karena ingin mengucapkan salam perpisahan. Batin, Liana.Liana tampak merasa bahagia setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Farah.Bagaimana tidak, sabab wanita itu mengajak anaknya untuk pergi.Sungguh sesuatu yang tak dapat terungkap dengan kata-kata, jika benar malam ini Nia pergi di pastikan dia akan menggelar pesta untuk besar-besaran hanya untuk merayakan malam ini.Hingga akhirnya tatapan mata Dion pun tertuju pada Liana.Namun, itu hanya untuk beberapa detik saja. Karena, setelah itu mata Dion pun beralih menatap Nia dan juga Farah secara bergantian."Tidak ada yang bisa membawa istri saya, termasuk Ibu. Semua yang menyangkut tentang Nia adalah urusan saya. Dan, saya yang jauh lebih berhak atas dia. Sekalipun Ibu," papar Dion.Farah pun menatap Dion, dia tidak memungkiri apa yang dikatakan oleh menantunya itu.Hanya saja saat ini keributan terus terjadi karena adanya Nia, sehingga untu
Kian membuat siapa saja merasa semakin merinding.Horor karena menyaksikan sesuatu yang tampaknya begitu menegangkan sekali."Jangan menganggap jika, kau perempuan aku tidak bisa melakukan itu!" Dion pun mengangkat tangannya.Perlahan mengarahkan pada Liana, membuat wanita paruh baya itu pun merasa sulit untuk bernapas.Tampaknya Dion tak main-main dengan ucapannya, Liana pun baru mengetahui sisi kejam adik iparnya tersebut.Bahkan setelah menikah puluhan tahun dengan Chandra.Sungguh tak ada yang dapat menolong dirinya, "Dion, kamu bisa di penjara!" kata Liana mengeluarkan kalimat ancaman.Apa jadinya jika benar tangan Dion menyakitinya, bahkan di hadapan Nia.Sungguh Liana akan merasa sangat kehilangan harga diri.Tidak.Harga diri ya g selalu di junjung tinggi itu tak boleh terbuang begitu saja, hanya karena seorang wanita yang di juluki sebagai gembel.Sungguh sangat memprihatikan sekali."Apakah aku terlihat takut?" tantang Dion.Tampaknya tak akan ada kata untuk mundur, tak akan
"Pa, kamu tega banget sama aku! Dia nampar aku di hadapan kamu. Di hadapan semuanya. Aku malu, kamu sadar nggak sih? Ngerti nggak gimana perasaan aku! Aku kecewa sama kamu!" seru Liana penuh dengan kebencian.Suaminya sendiri hanya menjadi saksi saat seorang wanita yang teramat dibencinya itu menamparnya.Jangankan untuk membalas, untuk sekedar bersuara saja tidak.Itu adalah suatu hal yang sangat membuatnya merasa tidak berharga sama sekali.Sulit dimengerti bahkan sampai tak pernah terpikirkan di benaknya jika hari ini bisa terjadi.Awalnya berpikir akan segera menggelar pesta besar-besaran hanya untuk merayakan kemenangan, namun sialnya semuanya seperti senjata makan tuan.Gagal!"Aku malu, Pa! Lihat mukaku!"Liana tak dapat menahan kemarahan, bukan hanya karena Nia.Namun, juga karena sikap suaminya yang hanya diam.Lihatlah, saat ini pun suaminya itu hanya diam saja tanpa kata sama sekali.Padahal Liana sudah menunggu jawaban, ataupun sekedar alasan yang terlontar.Candra pun men
Setelah kejadian malam tadi pagi ini semuanya pun harus kembali berjalan seperti biasanya.Meskipun sebenarnya Nia tak ingin membuat sebuah masalah.Semoga masalah yang malam tadi adalah untuk yang terakhir kalinya terjadi."Pagi ini aku mau masak udang goreng tepung kesukaan Dila aja deh," kata Nia yang baru saja sampai di dapur."Kamu nggak ke toko?" tanya Asih yang tanpa sengaja melihat Nia berada di dapur."Nanti aja, soalnya aku mau keluar dulu sama Mas Dion. Perlengkapan untuk Zaki sudah habis.""Gitu, kalau gitu aku pamit ya. Soalnya tadi dapat telpon dari toko, katanya ada yang mau pesan kue dalam jumlah banyak.""Hati-hati.""Hey," Asih pun kembali berjalan ke arah Nia, karena dirinya baru mengingat sesuatu."Ada yang tertinggal?" tanya Nia bingung karena Asih kembali menatap dirinya.Namun, Asih memilih untuk melihat sekitarnya terlebih dahulu sebelum bertanya."Kamu kenapa?" malah Nia yang di buat bingung karena tingkah aneh Asih.Hingga setelah memastikan hanya mereka saja
"Mendingan, Mas mandi dulu. Nia, buatin dulu makanan untuk, Dila. Setelah itu Nia buatkan kopi untuk, Mas juga. Soalnya tadi, Ibu bilang keperluan Zaki juga udah abis. Mas, anterin, Nia belanja keperluan, Zaki ya.""Siap, Ibu Bos!" Dion pun memberikan hormat, setelah menjauh dari Nia.Menganggap jika apa yang dikatakan oleh Nia adalah perintah wajib untuk dirinya.Membuat Nia pun tertawa lucu melihat kelakukan Dion.Sesaat kemudian Dion pun segera menuju kamar, sedangkan Nia kembali berfokus pada pekerjaannya.Tapi Reza masih di sana, terus melihat Nia yang kini masih menjadi fokusnya yang cukup menarik di matanya.Hingga akhirnya merasa ada kesempatan untuk sedikit lebih dekat, membuat kakinya pun melangkah mendekati Nia.Nia yang mengetahui ada seseorang yang kini berdiri di belang tubuhnya pun langsung berbalik.Dirinya benar-benar tersenyum bahagia, karena mengetahui ada seseorang yang ingin mengerjainya."Mas, kok--" mendadak Nia kehilangan ucapannya.Karena, awalnya mengira jika
Satu Pesan dari Ibu[Kau tidak pulang? Jika tidak, Adinda akan menggantikan posisimu sebagai Presiden Direktur!] Membaca itu, Dimas segera mencengkram ponsel di tangannya.Sesaat kemudian ponsel itupun melayang dan berakhir hancur di lantai.Jika sebelumnya Laras mengancam akan menyumbangkan semua kekayaanya pada panti asuhan, maka kini Laras malah lebih gila lagi! Ibunya itu sampai mengatakan Adinda yang akan menggantikan posisinya.Ini gila!Dimas tidak habis pikir kenapa bisa Laras melakukan ini padanya.Dan jika Adinda yang menggantikan posisinya, itu akan jauh lebih membuatnya terhina di hadapan wanita jalang itu.Jelas tidak bisa dibiarkan!"Pak Presdir, Ibu Laras ingin berbicara," kata Gilang sambil memberikan ponsel di tangannya pada Dimas.Tentunya karena ponsel Dimas tak lagi bisa terhubung sebab sudah hancur berantakan di lantai."Katakan padanya saya akan pulang!" Dimas tak menerima ponsel yang diarahkan padanya.Dia menyambar jasnya dan langsung pergi.Jika bukan karen
Setiap kisah dan waktu yang sudah terlewati tak akan bisa diulang kembali.Namun, semua kisah itu seakan lekat dalam ingatan tanpa bisa untuk terlupakan oleh ingatan.Aku Nia putri, menjalin kisah dengan takdir yang kujalani.Harapan ku hanya satu, bisa mendapatkan suatu harapan untuk bisa membuat ibu ku terus bersama ku setelah aku kehilangan ayah ku.Namun, siapa sangka bonus dari semua perjuangkan ku justru hal yang tak terduga.Justru kebahagiaan itu menghampiri ku.Dion seorang pria duda dengan satu anak dan usianya jauh lebih tua dari ku.Kami menjalin hubungan yang rumit karena sebuah alasan yang kuat namun penuh dengan air mata.Tujuan saling menguntungkan malah berakhir dengan saling mendapatkan kenyamanan.Tapi aku katakan aku bahagia.Awal kisah yang ku alami malah membawaku padanya.Meskipun banyak yang tidak aku inginkan dalam kisah ini.Tapi tetap saja aku tidak bisa bisa menolak takdir ku yang rumit itu.Terlepas dari itu semua aku adalah wanita penuh dengan kesalahan y
Di tempat lainnya ada juga yang sedang berbahagia.Raya kembali melahirkan seorang anak laki-laki Dan kini anak itu diberi nama 'Raza' perpaduan antara nama Raya dan Reza.Itu adalah saran nama dari Dion.Reza dan Raya pun setuju saja."Itu nama dari, Opa Dion," kata Reza sambil tersenyum pada bayinya."Benar, dan ini adalah, Oma," Raya pun menunjuk Nia.Nia pun tersenyum karena merasa lucu, tapi bagaimana pun juga itu memang benar dan tidak masalah juga menjadi Oma diusia yang masih muda ini."Aduh, cucu Oma," Nia pun menggendong bayi lucu itu.Dia melihat wajah anak itu yang sangat mirip dengan Reza.Bahkan sedikit mirip dengan Zaki."Nia, berikan pada, Opanya," Dion pun menunjuk ke arah Chandra.Chandra pun tersenyum karena kini sudah memiliki seorang cucu."Bagaimana kalau berikan pada, Oma Kiara," celetuk Nia.Kiara yang dari tadi hanya diam pun seketika terkejut mendengar ucapan Nia."Ibu Nia, saya masih ting-ting. Saya masih mahasiswa, saya masih kecil, saya dipanggil, Kak Kia
Beberapa bulan kemudian...Niko dan Ranti menyambut bahagia saat kelahiran putra mereka yang diberi nama 'Fatih Niko Adiguna'Sesuai dengan keinginan Niko, mereka hanya memiliki satu orang anak saja.Niko tidak ingin serakah, dia sudah merasa cukup dengan kehadiran seorang anak laki-laki untuk menjadi pewarisnya.Terlebih lagi tidak ingin melihat Ranti harus berada dalam sebuah keadaan yang menegangkan.Dia tak mau mengambil resiko.Meskipun keadaan rahim Ranti masih memungkinkan untuk mengandung lagi.Dia sangat mencintai istrinya dalam keadaan apapun.Menurutnya memiliki anak adalah sebuah hadiah.Tapi memiliki Ranti adalah anugerah.Jadi, dia sudah sangat bahagia dengan satu putra saja.Selebihnya dia menganggap anak Barra juga anaknya.Apa lagi Barra memiliki 3 orang anak, membuat Niko merasa anaknya sudah memiliki Kakak walaupun hanya sepupu saja."Wajahnya lebih mirip, Mama," kata Ranti.Dia pun melihat wajah Mama mertuanya dan lagi-lagi melihat wajah putranya.Putra kecil yang
"Dokter Niko, lihat ini," Adam menunjuk layar monitor.Saat itu Niko pun melihat ke arah yang ditunjuk oleh Dokter Adam.Tapi Niko yang sedang tidak baik-baik saja tidak mengerti."Ada apa?" tanya Niko.Bodoh?Ya, Niko akan sangat bodoh jika sudah menyangkut tentang Ranti.Begitu juga dengan saat ini.Bahkan dia sendiri tidak dapat berpikir jernih, padahal Dokter Adam sudah menunjukkan dengan jelas.Namun, Niko masih bertanya.Dia butuh jawaban, sekaligus penjelasan yang pasti.Jangan memintanya untuk menyimpulkan sendiri, dia tidak bisa.Otaknya sedang sulit untuk bisa berpikir jernih."Tidak ada masalah dengan rahim istri anda, janinnya juga sudah berada di dalam rahim," terang Dokter Adam.Niko pun terkejut mendengarnya dia pun segera mendekat dan melihat dengan jelas."Ini keajaiban, Dokter Niko. Lihat ini," Dokter Adam pun kembali memperlihatkan bagian lainya, rasanya pemeriksaan sebelumnya dan saat ini jauh lebih baik."Apakah ini mungkin?" tanya Niko yang belum percaya."Iya, i
"Aku pun akan mati, jika kamu mati," tambah Niko lagi.Ranti terdiam mendengar ucapan suaminya itu."Tapi aku akan tetap mempertahankan anak ku," kata Ranti dengan penuh keyakinan.Siapa pun ibu tak akan tega membunuh anaknya, begitu juga dengan Ranti."Vina, panggil, Dokter Winda!" pinta Niko.Untuk kaki ini dia tak bisa lagi untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut.Dia tidak memiliki keberanian untuk mengetahui keadaan Ranti saat ini.Dia butuh bantuan dokter lain untuk bisa membantunya, sedangkan Dokter Winda adalah dokter senior yang sudah banyak menangani pasien dan Niko sudah tak tahu dengan kehebatannya.Meskipun perasannya begitu was-was akan keadaan Ranti saat ini.Tapi jelas terlihat bahwa Ranti akan dengan kerasnya pendiriannya yang tak akan menggugurkan kandungannya."Selamat siang, anda memanggil saya, Dok?" Dokter Winda pun telah tiba seperti yang di sampaikan oleh Vina untuk segera menemui Niko.Niko pun mulai tersadar dari pikirannya yang kacau, sambil melihat wajah
"Hamil?" Niko terdiam saat menyaksikan sendiri ada janin di rahim istrinya.Dia pun mengingat kembali saat itu Ranti menggodanya dan hal itu pun terjadi sebelum dia berpikir untuk membuat sel telurnya tidak bekerja.Bahkan saat itu tidak hanya satu kaki, namun berkali-kali.Lantas bagaimana ini?"Kamu ngomong apa tadi?" tanya Ranti yang mendengar ucapan Niko.Niko pun kini melihat Ranti dengan pikirannya yang kacau."Niko, aku hamil?" tanya Ranti memastikan, "berarti testpack yang aku gunakan tadi tidak keliru," tambah Ranti.Ranti terus saja tersenyum bahagia membayangkan sebentar lagi anak menjadi seorang ibu.Dia langsung saja memeluk Niko dengan penuh kebahagiaan.Tak tahu harus bagaimana untuk meluapkannya tapi Ranti benar-benar tidak akan pernah bisa melupakan saat ini."Tuh, kan, nggak perlu adopsi anak. Buktinya sekarang aku hamil, artinya kita akan jadi orang tua," Ranti semakin mempererat pelukannya.Begitu larut dalam kebahagiaan yang tak bisa teralihkan sama sekali.Kemud
Beberapa hari kemudian.....Ranti menatap alat uji kehamilan di tangannya dengan malas.Entah sudah berapa kali dia menggunakannya demi mengetahui apakah ada janin yang tumbuh di rahimnya atau tidak.Mungkin saja ini sudah testpack yang ke 50.Dan hasilnya masih saja garis satu, sungguh membuatnya merasa sedih.Dia pun akhirnya segera menuju ranjang, hari ini dia sangat malas melakukan hal apapun.Sedangkan Niko sedang berada di rumah sakit.Dan seharusnya Ranti selalu mengantar makan siang untuk suaminya itu, sekaligus akan makan bersama-sama.Tapi dia pun malah tertidur pulas dan lupa untuk mengantarkan makanan siang untuk Niko.Hingga ponselnya pun berdering, tidurnya pun terusik dan dengan rasa malas menjawab panggilan itu."Halo," Ranti tak melihat terlebih dahulu nama siapa yang ada di layar ponselnya.Dia langsung saja menjawabnya."Sayang, kamu sudah di mana?" tanya Niko.Ranti pun baru tersadar jika yang menghubungi dirinya adalah Niko.Kemudian dia melihat jam dinding, dia p
Keesokan harinya."Kamu nggak ke kantor?" Ranti melihat Niko tampak santai di atas ranjang sambil memeluk dirinya.Ini tidak biasanya terjadi, karena kebiasaan Niko jika pagi begini pergi bekerja."Aku mau di rumah aja sama kamu," jawab Niko."Kenapa begitu?""Libur untuk satu hari rasanya tidak salah," kata Niko lagi.Ranti pun mengangguk mengerti.Mungkin Niko juga kelelahan dan butuh waktu untuk beristirahat.Mengingat selama ini Niko selalu saja disibukkan dengan pekerjaan yang tidak ada habisnya."Ranti, bagaikan kalau kita mengadopsi anak."Deg!Jantung Ranti rasanya keluar dari dadanya.Dia begitu shock mendengar pertanyaan Niko barusan.Tunggu dulu.Itu pertanyaan atau pernyataan?Ranti tak pernah berpikir jika Niko akan berkata demikian.Apakah Niko sudah sangat ingin memiliki anak sehingga dia mengatakan demikian."Tapi aku juga bisa hamil, kenapa harus mengadopsi anak?" tanya Ranti yang bingung.Niko pun menutup matanya dia pun segera bangkit dari atas ranjangnya berjalan