Part 99Hari itu, Aini mengambil rapor hasil belajar Aira. Setelah sampai pondok, orang tuanya sudah menunggu di sana bersama calon suaminya.Setelah menyimpan barang milik Aira itu, Aini menemui kedua orang tuanya juga calon suaminya.“Kamu sudah siap pulang kan?” tanya ibu Aini.Aini diam saja karena sebenarnya ia masih ingin berada di tempat itu.“Jangan mencari alasan lagi, Aini, kamu harus pulang sekarang. Aji sudah menunggu kamu lama dan dia juga bingung mempersiapkan pernikahan kalian sendirian,” sahut ayah Aini.“Tapi bolehkan aku menunggu tiga minggu lagi? Ada seorang anak yang menjadi anak asuhku di sini dan dia sedang pulang. Aku tidak mau kalau sampai dia datang dan aku tidak ada,” jawab Aini.“Kamu selalu banyak alasan, Aini. Setelah ini, kamu mau cari alasan apa lagi?” tanya ibu Aini kesal.“Setelah ini aku pasti akan pulang, Bu. Karena dia itu anak piatu. Aku kasihan, selama di sini selalu bergantung padaku. Ini saja aku habis ambilkan dia rapor,” jawab Aini.“Tidak bis
Part 100Sampai sore hari, teman-teman Aira yang satu kamar merasa heran karena Aira tidak kunjung pulang. Mereka lalu melaporkan kepada Rahma. Rahma langsung mengatakan itu pada pengurus. Berbagai macam spekulasi muncul diantara mereka. Namun, semuanya merujuk pada satu orang, Han.Salah seorang pengurus langsung menemui guru yang rumahnya dekat dengan pondok.“Tadi kepala sekolah cerita ada anak pondok yang dijemput kawan ayahnya. Bu Kepala awalnya tidak memberikan izin, tetapi pas anak pondoknya ditanya apa itu teman ayahnya, dia bilang iya. Bu Kepala belum percaya waktu itu, mencoba menghubungi pondok, tetapi tidak aktif nomornya. Setelah itu ya terpaksa mengizinkan karena dia bilang kalau ayahnya anak itu sedang ada di rumah sakit. Dia katanya juga bilang, anaknya mondok di sana juga, tapi sedang pulang.” Penjelasan guru itu membuat pengurus yang datang bingung.“Orangnya seperti apa katanya, Bu?” tanya pengurus.“Sebentar saya tanya Ibu Kepala ya?” kata guru tersebut lalu menelp
Part 101 “Berarti ayah Aira tidak sakit, berarti kemungkinannya ....” Ustadzah tidak melanjutkan ucapannya. “Ya Allah, makanya itu Ustadzah, aku pun berpikiran yang macam-macam,” kata Rahma yang wajahnya sudah panik. “Sabar! Semua ada jalan keluarnya,” kata Ustadzah sambil mengirimkan info di grup yang dijawab langsung oleh Gus. Gus: Ustadzah sampaikan dulu apa yang terjadi seperti kesepakatan kita tadi malam. Tanyakan juga keadaannya apa beneran sakit apa tidak. Nanti setelah saya mengajar saya akan kesana. Ustadzah memberikan tugas pada para santri. Ia lalu melangkah dengan hati yang berdebar-debar. Sejenak berhenti di balik pintu penghubung aula dengan lingkungan pondok putri. “Bismillah ya Allah,” ucapnya. Iyan melihat ustadzah yang datang dan tersenyum padanya. Perasaannya tidak enak karena tidak ada Aira. Namun seketika merutuki diri karena sadar itu adalah jam sekolah. “Assalamualaikum ayahnya Aira,” sapa ustadzah. “Waalaikumsalam, Ustadzah,” jawab Iyan. “Sudah lama men
Part 102Flashback!Han pulang dengan hati berbunga-bunga setelah berhasil membantu Iyan. Menjebak mereka ke dalam perangkap agar bisa lebih mudah dalam mendapatkan Aira. Ia melihat pesan yang ada di ponsel banyak sekali.Sely: Om, kangen, kapan pulang? Pengen ....Sely: Om, aku kesepian.Sely: Om, kalau aku cari selingan boleh?Han meradang. Ia belum ingin melepaskan Sely karena masih butuh dengan tubuh wanita itu.Han: Aku sedang pulang dari luar kota. Tunggu aku di rumah. Aku punya sesuatu yang sangat spesial buat kamu.Sely langsung membalas pesannya.Sely: Ok, aku tunggu. Mau disambut pakai lingerie warna apa?Han: Yang paling sensasional pokoknya.Meski membalas demikian, hasratnya pada Sely telah mengurang. Apalagi gadis yang sudah tidak perawan itu sebentar lagi berusia delapan belas tahun, sama sekali tidak masuk dalam kriterianya.Han beralih pada pesan lain.Dania: Kemana saja?Dania: Sakit kah?Dania: Balas pesannya biar aku lega.Dania: Sakit beneran ya?Dania: Aku mau bi
Part 103 “Jawablah. Agar aku tidak hidup dalam rasa penasaran,” kata Cika. “Aku tidak tahu apa yang terjadi. Saat itu aku masih kecil. Setiap hari aku hidup dengan pengasuh dan malam itu, Mama pulang dari rumah sakit dengan membawa kamu yang baru lahir. Aku anggap, kamu anak Mama. Karena dulu juga Mama merawat kamu. Tetapi kata Papa, Mama kena baby blues setelah melahirkan kamu, jadi hatinya sangat benci sama kamu. Maaf kalau aku ikut menyakiti kamu dulu. Aku tidak tahu kalau arti seorang adik itu begitu besar. Sejak dekat dan sering main ke rumah temanku, aku jadi sadar kalau aku sudah salah sama kamu,” jawab Kevin. “Andai ada yang jujur aku ini siapa, pasti aku akan segera pergi,” kata Cika sambil menunduk sedih. “Kamu ingin pergi dari rumah ini?” tanya Kevin. Cika mengangguk. “Aku merasa kalian bukan keluargaku. Aku merasa sangat asing di rumah ini sejak dulu. Aku hidup sendiri dengan Mbak Siti. Mbak Siti yang setiap hari bersamaku dan kini, setelah Mbak Siti pergi, aku benar-b
Part 104“Lepaskan Mama, Kevin! Mama harus membunuh Cika. Anak bia dab! Anak pelacur! Dia harus segera kita habisi,” teriak Ines lagi. “Dia anak pembantu yang kurang ajar. Dia anak budak. Dia pantas kita bunuh menyusul ibunya yang tidak tahu diri itu!”“Mama, kendalikan emosi Mama, atau Papa tidak akan pernah pulang!? Kata Kevin dengan nada suara yang keras pula.Ines baru diam setelah mendengar Kevin berujar demikian. Tubuhnya diseret kasar masuk ke dalam kamar. Kevin memberikan menyuruh meminum obat dengan paksa agar ibunya bisa tidur. Dosisi yang tinggi diberikan sesuai anjuran dokter. Itu agar ibunya bisa tidur dalam waktu lama.Ines meracau banyak kalimat yang Kevin tidak paham. Namun, beberapa menit kemudian, ia tertidur lelap.Kevin duduk di tepi ranjang Ines terengah-engah kelelahan. Sambil memandang wajah sang ibu yang sudah pulas, ia berpikir tentang apa yang terjadi di masa lalu. Ia hanya tahu kalau Cika adalah anak yang dibawa mamanya dari luar tanpa tahu asal-usul yang se
Part 105 Dania berusaha bersikap manis dan tersenyum ramah. Ia mengulurkan tangan untuk berjabat tangan. “Apa kabar?” tanya Dania. “Baik,” jawab Han cuek. “Mana orangnya?” “Sedang keluar. Aku tahu Pak Han pasti belum makan. Aku suruh dia buat belikan makanan dulu,” jawab Dania. “Tidak usah lama-lama. Aku tidak punya waktu banyak,” kata Han yang terlihat lelah. “Sudah ngopi?” tanya Dania. “Belum sempat,” jawabnya. Dania melihat sebuah tanda merah di leher Han. Ia sudah cukup tahu, semalam laki-laki itu dari mana. Han memang sedang sering menginap di tempat Sely. “Aku buatkan kopi, ya?” Dania menawarkan. “Boleh. Tetapi aku tidak bisa lama di sini,” katanya. “Ok, gak papa. Duduk saja,” kata Dania. “Yang pahit, tanpa gula.” Mendengar permintaan Han, Dania jadi muncul sebuah ide. Ia ingat masih menyimpan obat tidur di lemari. Dengan hati-hati, Dania memasukkan obat tidur yang telah dihancurkan ke dalam kopi Han. Kopi sudah tersaji di hadapan suami sirinya. Dengan hati berdeba
Part 106Dania telah menyelesaikan tahapan untuk melakukan tes DNA. Satu minggu waktu yang dijanjikan oleh petugas rumah sakit untuk memberikan hasilnya. Saat keluar dari rumah sakit, hari sudah mulai gelap. Ia duduk di balik kemudi sambil berpikir cara apakah yang bisa mengamankan rumah yang telah diberikan Han.Malam itu juga Dania meluncur ke rumahnya. Dengan mencari informasi dari beberapa kenalannya, ia mendapatkan jasa pasang kunci digital yang harus dibuka menggunakan sidik jari. Tidak lupa, bagian teras dipasang CCTV yang bisa dipantau menggunakan ponsel pintarnya.Dania melakukan itu malam itu juga, karena takut Han akan berbuat nekat dengan mencari jasa tukang kunci untuk mengganti. Tak lupa, barang sertifikat rumah dan BPKB mobil akan diamankan dengan menitipkan ke tempat pegadaian. “Gak papa aku pura-pura menggadaikan barang, ini supaya aman,” katanya. “Aku harus lebih waspada.”***Beberapa hari setelah bertemu Dania dan mengatakan ingin meminta kembali rumah serta mobil