Part 95“Terima kasih ya, selama ini sudah membantuku di sini,” kata Iyan.“Apa ini semua karena Nindi, Mas? Aku sudah berusaha membuat Nindi mengerti lho, Mas. AKu sudah menjauhkan dia juga dari kamu. Selama ini, Nindi sudah tidak mengganggu kalian lagi bukan? Kenapa harus pindah?” tanya Maharani seolah tidak rela dengan keputusan Iyan.“Tidak, Mbak Maharani. Bukan karena itu. Tidak mungkin aku akan selamanya di sini. Menumpang pada Mbak Rani. Itu yang aku pikirkan, Mba,” jawab Iyan.“Aku tidak pernah merasa kalau Mas Iyan menumpang.”“Tapi aku tetap saja tidak enak.”Maharani diam. Ingin rasanya mengatakan kalau ia tidak sanggup berjauhan dengan Iyan. Tapi lidah begitu kelu. Hati merutuki lelaki yang ada di hadapannya karena tidak peka dengan apa yang dia rasakan saat ini.“Aku butuh teman. Aku butuh seseorang yang bisa kujadikan tempat berkeluh kesah. Aku merasa nyaman saat Mas Iyan berdagang di depan tokoku karena ada teman di sini.” Kalimat itulah yang dipilih Maharani untuk memb
Part 96Han sudah bersiap untuk pulang. Ia sedang mengemasi barang di kamar hotelnya saat ponselnya berdering dan itu panggilan itu berasal dari nomer ayah Aira. Senyum mengembang di bibirnya dan langsung menekan tombol telepon warna hijau.Senyum itu semakin lebar tatkala mendengar Iyan yang mengambil ruko yang dia tawarkan.“Tetapi benar kan, Pak Han, kalau aku akan membayar itu setelah menempati?” tanya Iyan memastikan.“Iya, benar sekali, Pak Iyan,” jawab Han. “Jadi mulai kapan akan menempati tempat saya?” tanyanya lagi.“Lusa boleh?” tanya Iyan.“Boleh sekali.”Telepon ditutup dan Han melonjak girang. “Kalian harus masuk perangkap dulu. Dan akhirnya tidak punya pilihan lain selain memberikan Aira padaku. Aku juga tidak boleh agresif agar Aira tidak takut dan tidak lapor yang macam-macam,” ucapnya. “Baru kali ini aku benar-benar seperti berjuang untuk mendapatkan seseorang dengan sepenuh hati. Semoga Aira akan menjadi jodoh yang abadi buatku,” katanya lagi. Ia urung pulang karena
Part 97Han mulai melancarkan aksi dengan mengirimi banyak barang pada orang tua Iyan di rumah. Tanpa ia pergi kesana pun, hal yang mudah baginya untuk melakukan itu. Nusri tentu sangat bahagia dengan apa yang diterimanya. Ia semakin yakin jika Han menaruh hati pada Eka.Sementara sejak perdebatannya dengan Nusri juga Hanifo pada waktu itu, Eka jadi jarang ke rumah.“Gak papa, Pak kalaupun Eka gak kesini, nanti juga dia akan luluh kalau Mas Han sudah mengirimi kita banyak makanan,” kata Nusri pada suaminya.“Iya, kita tunggu saja kapan Eka akan terbuka pintu hatinya. Ini tidak akan terjadi kalau Han tidak suka Eka. Masa iya ada orang yang rela mengeluarkan uang banyak seperti ini kalau dia tidak ada maksud,” jawab Hanif.Nusri sendiri sudah pamer dengan para tetangga kalau Eka dan Iyan, masing-masing sedang didekati oleh lelaki dan pria kaya. Ia juga selalu membagi-bagikan makanan yang dikirim oleh Han pada warga sekitar.Nusri selalu memberitahu Iyan apa yang terjadi, termasuk kalau
Part 98Iyan jadi penasaran apa yang akan dibahas oleh Maharani. Jujur saja ia memang ingin tahu tentang asal-usul Han. Karena kebaikan pria itu terhadap keluarganya di luar nalar. Kini Maharani lah yang sepertinya akan membuka tabir teka-tekinya itu. Namun sayangnya, ia terlalu angkuh dan terlalu percaya diri kalau Maharani hanya kangen dan ingin bersamanya saja.Iyan segera menelpon. Beruntung Maharani sosok yang tidak suka dendam. Meskipun sudah dicueki berulang kali, ia tetap saja mau mengangkat telepon dari Iyan.“Maaf aku memang sibuk. Ini baru sempat pegang hp,” kata Iyan berbohong. “Sekarang sudah mending. Kamu kesini atau aku yang kesana?” tanya Iyan lagi.“Aku yang kesana saja. Aku juga tidak mau kalau orang berpikir aku ini masih ingin menahan kamu berada didekatku,” jawab Maharani. “Niatku hanya satu, membahas Han,” katanya lagi.“Iya, maafkan aku yang terlalu sibuk. Datanglah saja kalau memang bisa datang kesini,” kata Iyan.Karena terdorong rasa penasaran, Maharani seger
Part 99Hari itu, Aini mengambil rapor hasil belajar Aira. Setelah sampai pondok, orang tuanya sudah menunggu di sana bersama calon suaminya.Setelah menyimpan barang milik Aira itu, Aini menemui kedua orang tuanya juga calon suaminya.“Kamu sudah siap pulang kan?” tanya ibu Aini.Aini diam saja karena sebenarnya ia masih ingin berada di tempat itu.“Jangan mencari alasan lagi, Aini, kamu harus pulang sekarang. Aji sudah menunggu kamu lama dan dia juga bingung mempersiapkan pernikahan kalian sendirian,” sahut ayah Aini.“Tapi bolehkan aku menunggu tiga minggu lagi? Ada seorang anak yang menjadi anak asuhku di sini dan dia sedang pulang. Aku tidak mau kalau sampai dia datang dan aku tidak ada,” jawab Aini.“Kamu selalu banyak alasan, Aini. Setelah ini, kamu mau cari alasan apa lagi?” tanya ibu Aini kesal.“Setelah ini aku pasti akan pulang, Bu. Karena dia itu anak piatu. Aku kasihan, selama di sini selalu bergantung padaku. Ini saja aku habis ambilkan dia rapor,” jawab Aini.“Tidak bis
Part 100Sampai sore hari, teman-teman Aira yang satu kamar merasa heran karena Aira tidak kunjung pulang. Mereka lalu melaporkan kepada Rahma. Rahma langsung mengatakan itu pada pengurus. Berbagai macam spekulasi muncul diantara mereka. Namun, semuanya merujuk pada satu orang, Han.Salah seorang pengurus langsung menemui guru yang rumahnya dekat dengan pondok.“Tadi kepala sekolah cerita ada anak pondok yang dijemput kawan ayahnya. Bu Kepala awalnya tidak memberikan izin, tetapi pas anak pondoknya ditanya apa itu teman ayahnya, dia bilang iya. Bu Kepala belum percaya waktu itu, mencoba menghubungi pondok, tetapi tidak aktif nomornya. Setelah itu ya terpaksa mengizinkan karena dia bilang kalau ayahnya anak itu sedang ada di rumah sakit. Dia katanya juga bilang, anaknya mondok di sana juga, tapi sedang pulang.” Penjelasan guru itu membuat pengurus yang datang bingung.“Orangnya seperti apa katanya, Bu?” tanya pengurus.“Sebentar saya tanya Ibu Kepala ya?” kata guru tersebut lalu menelp
Part 101 “Berarti ayah Aira tidak sakit, berarti kemungkinannya ....” Ustadzah tidak melanjutkan ucapannya. “Ya Allah, makanya itu Ustadzah, aku pun berpikiran yang macam-macam,” kata Rahma yang wajahnya sudah panik. “Sabar! Semua ada jalan keluarnya,” kata Ustadzah sambil mengirimkan info di grup yang dijawab langsung oleh Gus. Gus: Ustadzah sampaikan dulu apa yang terjadi seperti kesepakatan kita tadi malam. Tanyakan juga keadaannya apa beneran sakit apa tidak. Nanti setelah saya mengajar saya akan kesana. Ustadzah memberikan tugas pada para santri. Ia lalu melangkah dengan hati yang berdebar-debar. Sejenak berhenti di balik pintu penghubung aula dengan lingkungan pondok putri. “Bismillah ya Allah,” ucapnya. Iyan melihat ustadzah yang datang dan tersenyum padanya. Perasaannya tidak enak karena tidak ada Aira. Namun seketika merutuki diri karena sadar itu adalah jam sekolah. “Assalamualaikum ayahnya Aira,” sapa ustadzah. “Waalaikumsalam, Ustadzah,” jawab Iyan. “Sudah lama men
Part 102Flashback!Han pulang dengan hati berbunga-bunga setelah berhasil membantu Iyan. Menjebak mereka ke dalam perangkap agar bisa lebih mudah dalam mendapatkan Aira. Ia melihat pesan yang ada di ponsel banyak sekali.Sely: Om, kangen, kapan pulang? Pengen ....Sely: Om, aku kesepian.Sely: Om, kalau aku cari selingan boleh?Han meradang. Ia belum ingin melepaskan Sely karena masih butuh dengan tubuh wanita itu.Han: Aku sedang pulang dari luar kota. Tunggu aku di rumah. Aku punya sesuatu yang sangat spesial buat kamu.Sely langsung membalas pesannya.Sely: Ok, aku tunggu. Mau disambut pakai lingerie warna apa?Han: Yang paling sensasional pokoknya.Meski membalas demikian, hasratnya pada Sely telah mengurang. Apalagi gadis yang sudah tidak perawan itu sebentar lagi berusia delapan belas tahun, sama sekali tidak masuk dalam kriterianya.Han beralih pada pesan lain.Dania: Kemana saja?Dania: Sakit kah?Dania: Balas pesannya biar aku lega.Dania: Sakit beneran ya?Dania: Aku mau bi