Part 92Han masih betah di sana. Tidak menyangka, perempuan yang sudah ia tinggalkan dalam keadaan terpuruk itu masih bisa bangkit dan sukses. "Mas, jangan tinggalkan aku," rengek Maharani saat tahu kalau Han memiliki pacar yang usianya masih belasan tahun. "Aku tidak pernah memaksamu untuk bertahan bersamaku sejak dulu. Kamu sendiri yang dengan ikhlas dan sepenuh hati menyerahkan diri sama aku. Jadi, diantara kita aku anggap tidak ada ikatan apapun. Kita hanya menikah siri dan kamu tahu kalau aku sudah punya istri, maka apapun yang kulakukan saat ini, kamu tidak perlu mengeluh," jawab Han saat itu. Han kembali menjalankan mobilnya setelah membuang ingatan itu jauh-jauh. Ia segera tempat temannya yang memiliki ruko untuk disewakan dan diberikan pada Iyan. Bukan hal yang mudah untuk Han mendapatkan hal itu. Isa sudah melalang buana berkecimpung dalam dunia bisnis. "Jangan pernah katakan kalau itu ruko punya kamu. Bilang saja itu rukoku. I info aku bayar sewanya selama satu tahun. Or
Part 93"Saya mau menawarkan ruko lagi, Pak Iyan. Hehe, barangkali berminat," kata Han saat pagi-pagi berkunjung ke rumah kontrakan Iyan. Ia melihat Aira, tetapi diam saja. Sehingga anak kecil itu sudah tidak lagi takut dengan Han. "Saya akan kasih jawaban minggu depan," kata Iyan memutuskan. Han tidak mau terlihat agresif. Ia mengangguk paham. lalu pamit. Dengan sedikit kesal karena menunggu keputusan Iyan, Ham pulang. Iya seperti biasa masih berjualan ditemani Aira. Maharani kini jarang mendekati setelah tahu jika Iyan sedang mencari tempat untuk. berjualan selanjutnya. Rengekan dari Nindi tidak dihiraukan. Maharani sibuk menata hati karena akan kehilangan Iyan. Ia pun memikirkan banyak cara agar bisa mencegah lelaki itu pergi. Pikiran dan hatinya juga memikirkan hal lain. Tadi pagi saat berangkat dan hendak mengisi bensin, ia melihat sosok lelaki yang sudah meninggalkannya beberapa tahun silam. "Kamu kembali satu itu hanya halusinasiku semata?" tanyanya seorang diri.
Part 94“Ayah, aku liburan hanya tinggal dua minggu lagi. Setelah itu aku harus balik ke pondok, Yah,” kata Aira dengan sedih.“Iya, malah seneng sih, Ra, kamu bisa kembali ke pondok. Kan tidak capek lagi bantuin Ayah,” jawab iyan sambil tersenyum.Aira sudah lupa tentang Han setelah beberapa kali bertemu dengan lelaki itu dan tidak ada gelagat yang aneh lagi. Ia sudah mengira kalau Han adalah lelaki biasa saja yang sedang ingin bekerja sama dengan ayahnya.Setelah mempertimbangkan berkali-kali, akhirnya Iyan sudah memutuskan untuk pergi dari toko Maharani. Ada banyak manfaat yang bisa diambilnya saat keputusan tersebut diambil.Sebagai lelaki yang bertanggung jawab, Iyan pamit dulu pada Maharani jika ia hendak pergi. Sore itu adalah hari ketiga dari waktu yang dijanjikan pada Han. Dan Iyan lebih dulu memberitahukan keputusannya pada Maharani.Ia sengaja menutup dagangannya lebih awal. Menyuruh Aira menunggu di depan. Gadis kecil itu duduk secara asal di atas lantai dengan beralaskan
Part 95“Terima kasih ya, selama ini sudah membantuku di sini,” kata Iyan.“Apa ini semua karena Nindi, Mas? Aku sudah berusaha membuat Nindi mengerti lho, Mas. AKu sudah menjauhkan dia juga dari kamu. Selama ini, Nindi sudah tidak mengganggu kalian lagi bukan? Kenapa harus pindah?” tanya Maharani seolah tidak rela dengan keputusan Iyan.“Tidak, Mbak Maharani. Bukan karena itu. Tidak mungkin aku akan selamanya di sini. Menumpang pada Mbak Rani. Itu yang aku pikirkan, Mba,” jawab Iyan.“Aku tidak pernah merasa kalau Mas Iyan menumpang.”“Tapi aku tetap saja tidak enak.”Maharani diam. Ingin rasanya mengatakan kalau ia tidak sanggup berjauhan dengan Iyan. Tapi lidah begitu kelu. Hati merutuki lelaki yang ada di hadapannya karena tidak peka dengan apa yang dia rasakan saat ini.“Aku butuh teman. Aku butuh seseorang yang bisa kujadikan tempat berkeluh kesah. Aku merasa nyaman saat Mas Iyan berdagang di depan tokoku karena ada teman di sini.” Kalimat itulah yang dipilih Maharani untuk memb
Part 96Han sudah bersiap untuk pulang. Ia sedang mengemasi barang di kamar hotelnya saat ponselnya berdering dan itu panggilan itu berasal dari nomer ayah Aira. Senyum mengembang di bibirnya dan langsung menekan tombol telepon warna hijau.Senyum itu semakin lebar tatkala mendengar Iyan yang mengambil ruko yang dia tawarkan.“Tetapi benar kan, Pak Han, kalau aku akan membayar itu setelah menempati?” tanya Iyan memastikan.“Iya, benar sekali, Pak Iyan,” jawab Han. “Jadi mulai kapan akan menempati tempat saya?” tanyanya lagi.“Lusa boleh?” tanya Iyan.“Boleh sekali.”Telepon ditutup dan Han melonjak girang. “Kalian harus masuk perangkap dulu. Dan akhirnya tidak punya pilihan lain selain memberikan Aira padaku. Aku juga tidak boleh agresif agar Aira tidak takut dan tidak lapor yang macam-macam,” ucapnya. “Baru kali ini aku benar-benar seperti berjuang untuk mendapatkan seseorang dengan sepenuh hati. Semoga Aira akan menjadi jodoh yang abadi buatku,” katanya lagi. Ia urung pulang karena
Part 97Han mulai melancarkan aksi dengan mengirimi banyak barang pada orang tua Iyan di rumah. Tanpa ia pergi kesana pun, hal yang mudah baginya untuk melakukan itu. Nusri tentu sangat bahagia dengan apa yang diterimanya. Ia semakin yakin jika Han menaruh hati pada Eka.Sementara sejak perdebatannya dengan Nusri juga Hanifo pada waktu itu, Eka jadi jarang ke rumah.“Gak papa, Pak kalaupun Eka gak kesini, nanti juga dia akan luluh kalau Mas Han sudah mengirimi kita banyak makanan,” kata Nusri pada suaminya.“Iya, kita tunggu saja kapan Eka akan terbuka pintu hatinya. Ini tidak akan terjadi kalau Han tidak suka Eka. Masa iya ada orang yang rela mengeluarkan uang banyak seperti ini kalau dia tidak ada maksud,” jawab Hanif.Nusri sendiri sudah pamer dengan para tetangga kalau Eka dan Iyan, masing-masing sedang didekati oleh lelaki dan pria kaya. Ia juga selalu membagi-bagikan makanan yang dikirim oleh Han pada warga sekitar.Nusri selalu memberitahu Iyan apa yang terjadi, termasuk kalau
Part 98Iyan jadi penasaran apa yang akan dibahas oleh Maharani. Jujur saja ia memang ingin tahu tentang asal-usul Han. Karena kebaikan pria itu terhadap keluarganya di luar nalar. Kini Maharani lah yang sepertinya akan membuka tabir teka-tekinya itu. Namun sayangnya, ia terlalu angkuh dan terlalu percaya diri kalau Maharani hanya kangen dan ingin bersamanya saja.Iyan segera menelpon. Beruntung Maharani sosok yang tidak suka dendam. Meskipun sudah dicueki berulang kali, ia tetap saja mau mengangkat telepon dari Iyan.“Maaf aku memang sibuk. Ini baru sempat pegang hp,” kata Iyan berbohong. “Sekarang sudah mending. Kamu kesini atau aku yang kesana?” tanya Iyan lagi.“Aku yang kesana saja. Aku juga tidak mau kalau orang berpikir aku ini masih ingin menahan kamu berada didekatku,” jawab Maharani. “Niatku hanya satu, membahas Han,” katanya lagi.“Iya, maafkan aku yang terlalu sibuk. Datanglah saja kalau memang bisa datang kesini,” kata Iyan.Karena terdorong rasa penasaran, Maharani seger
Part 99Hari itu, Aini mengambil rapor hasil belajar Aira. Setelah sampai pondok, orang tuanya sudah menunggu di sana bersama calon suaminya.Setelah menyimpan barang milik Aira itu, Aini menemui kedua orang tuanya juga calon suaminya.“Kamu sudah siap pulang kan?” tanya ibu Aini.Aini diam saja karena sebenarnya ia masih ingin berada di tempat itu.“Jangan mencari alasan lagi, Aini, kamu harus pulang sekarang. Aji sudah menunggu kamu lama dan dia juga bingung mempersiapkan pernikahan kalian sendirian,” sahut ayah Aini.“Tapi bolehkan aku menunggu tiga minggu lagi? Ada seorang anak yang menjadi anak asuhku di sini dan dia sedang pulang. Aku tidak mau kalau sampai dia datang dan aku tidak ada,” jawab Aini.“Kamu selalu banyak alasan, Aini. Setelah ini, kamu mau cari alasan apa lagi?” tanya ibu Aini kesal.“Setelah ini aku pasti akan pulang, Bu. Karena dia itu anak piatu. Aku kasihan, selama di sini selalu bergantung padaku. Ini saja aku habis ambilkan dia rapor,” jawab Aini.“Tidak bis