Sebelum membukanya, Laila mengintip dari balik jendela. Seorang wanita berdiri di sana. Dirinya merasa takut. Sejauh ini, belum pernah melihat bagaimana wajah Anti secara langsung. Pun dengan fotonya, Agam sama sekali tidak mau menyimpan. Sehingga, tak ada gambar yang ia tunjukkan. Selain itu, lelaki itu memang ingin mengubur kenangan buruk di masa lalu.
Di tengah kebimbangan, Laila memilih mengambil gawai dan menghubungi suaminya. Dan mengatakan bahwa, di luar ada seorang tamu wanita yang tidak ia kenal.
Agam segera menutup telepon dan bergegas pulang.
Gedoran dari luar semakin kencang. Membuat Bilal terbangun dan menangis. Laila jadi semakin takut. Karena dengan tangisan Bilal maka, wanita yang berdiri di luar akan tahu bahwa di dalam ada orang.
"Buka pintunya! Aku tahu, ada orang di dalam!" teriak dia yang saat ini berdiri di ambang pintu.
Anti, hari ini nekat kembali mendatangi tempat tinggal mantan suaminya. Rasa ingin bertemu dengan anak yang
"La, kamu kenapa, La?" tanya Agam lirih. Laila hanya menggelengkan kepala. Sambil terus memegang telinga.Dalam keadaan bingung, Agam mengambil ponselnya dan menghubungi Yanto. Memintanya untuk datang bersama Pak RT Utuk mengamankan Anti karena wanita itu terus berteriak dari luar meminta dibukakan pintu.Laila semakin takut. Air mata semakin deras mengalir sementara Bilal masih menangis kencang.Beberapa menit berlalu, Agam memilih menenangkan bayinya sembari menunggu bantuan datang.Terdengar suara gaduh dari luar. Agam keluar kamar dan mengintip dari balik jendela."Lepaskan aku! Aku ingin menemui anakku. Aku ingin mengambilnya dan membawa pulang," ceracau Anti yang ditarik paksa oleh Pak RT juga Yanto. Sementara di belakang, menyusul Tuti yang langsung menuju pintu samping minta dibukakan.Setelah dibuka, perempuan itu langsung masuk mengambil Bilal dari gendongan ayahnya.Agam bergegas ke dalam kamar dan berusaha menenangkan istr
Hidup Iyan bagaikan patung yang bernyawa. Tidak ada gairah kebahagiaan yang mewarnai hari-harinya seperti dahulu kala. Bagaimana tidak? Di saat kawan seusianya menjalani hidup yang bahagia dengan istri dan anaknya. Menghabiskan banyak waktu bersama keluarga kecil mereka, dirinya hanya bisa menatap Rani yang belum sepenuhnya waras. Konon katanya, seseorang yang pernah mengidap gangguan penyakit jiwa, dia tidak akan sembuh sepenuhnya. Tidak akan berubah menjadi normal. Beberapa bulan lalu, pernah suatu ketika Rani berulah, berteriak-teriak kencang di depan rumah, hingga Iyan sampai kalap menghajarnya. Dan entah kebetulan atau karena ada faktor lain, Rani sedikit berubah, sedikit bisa berpikir layaknya dahulu kala. Mencuci, dan bekerja layaknya seorang ibu rumahtangga. Akan tetapi, hal itu tidak berlangsung seterusnya. Terkadang, Rani masih suka berbicara dan mengamuk sendiri. 'Lalu, apa artinya hidupku saat ini?' batin Iyan berteriak.
Sarah termenung, setelah mendapat telepon dari bapaknya yang berada di luar Jawa. Selama pergi berbulan-bulan tanpa kabar, baru kali ini, pria tang sebelumnya sangat ia sayangi itu memberi kabar meski lewat udara.Tetes-tetes air jatuh dari pelupuk matanya. Sungguh, dirinya begitu terpukul atas apa yang menimpa orangtuanya. Namun, mencoba kuat demi menjalani hidup yang masih harus berjalan.Gadis itu duduk di atas kasur, menatap titik-titik air hujan yang turun melalui jendela. Masih terekam jelas, perbincangan antara dirinya dengan bapak kandungnya."Rah, apa kabar?" tanya Seno di seberang telepon. Sarah diam. Tenggorokannya tercekat. Untuk beberapa saat, hening tercipta diantara mereka."Mengapa Bapak baru menanyakan kabar kami?" tanya Sarah balik. Pertanyaan yang ia berikan adalah bentuk sebuah protes."Bapak tidak punya pulsa ...," jawab Seno mencari alasan."Bapak pergi membawa uang banyak, mengapa hanya pulsa senilai sepu
"Mbak Nia, aku tahu, Ibu dan juga keluarga kami banyak salah sama Mbak Nia. Namun, Mbak Nia perlu tahu kalau, saat ini, keluarga kami telah mendapatkan banyak sekali balasan atas apa yang dilakukan sama Mbak Nia dulu. Aku ke sini untuk minta maaf atas nama mereka semua, Mbak ...." "Sarah, aku tidak punya kekuatan untuk memberi balasan apapun pada mereka yang telah membuatku terluka. Aku bahkan sudah melupakan semuanya. Aku tidak mau mengingat masa lalu itu lagi. Jadi, apa yang terjadi pada keluarga Sarah, itu adalah sebuah takdir." "Aku tahu, Mbak ... tapi, entah mengapa, rasanya aku ingin sekali ke sini untuk meminta maaf sama Mbak Nia. Terutama atas nama Ibu," ucap Sarah mulai bergetar. Nia yang sebenarnya sudah tidak ingin lagi berurusan dengan keluarga Agam jadi bingung. "Ya, aku maafkan semuanya," jawab Nia datar. Sebenarnya hanya ingin mengakhiri pembahasan tentang mereka. "Mbak Nia, ak
Tiga bulan sudah berlalu sejak kecelakaan yang mengakibatkan kakinya cedera itu berlalu. Namun, kondisinya masih belum sembuh total.Sampai saat ini, Anti masih belum berangkat kerja.Dan satu bulan setelah kecelakaan itu terjadi, dirinya juga harus kehilangan rumah. Karena dilelang pihak bank. Sisa uang yang ia terima, disimpan dalam bank.Anti mencoba tegar, menjalani hidup sebagai balasan atas perbuatannya dahulu.Taubat itu tidaklah mudah. Akan ada jalan yang menyulitkan untuk menguji iman seseorang, serta kesungguhannya dalam menjalani usaha untuk lebih mendekatkan diri pada Allah.Meskipun berusaha menjadi manusia yang lebih baik, tidak lantas mengembalikan semua hal yang ia miliki dulu.Terutama sahabat-sahabatnya. Tak jarang, beberapa dari mereka menyindir lewat status. Mengatakan bahwa, taubatnya itu hanyalah pencitraan.Akan tetapi, Anti, dengan segala rasa yang tersiksa berusaha untuk tetap menjadi manusia yang lebih baik.
Pagi itu, Sarah tengah menyapu halaman. Hari libur adalah waktu yang ia gunakan untuk membersihkan sekeliling rumah.Tempat tinggalnya sekarang terlihat sunyi dan sepi. Seolah kehilangan nyawa. Oleh karenanya, berusaha membuat lingkungan bersih, dirasa gadis itu sedikit membuat suasana hidup.Tiga bulan telah berlalu sejak dirinya datang ke rumah Nia.Uang bulanan masih ia dapat dari gaji ibunya. Meskipun tiada kabar dan berita.Bapaknya juga rajin mengirim uang. Namun, tidak ada keinginan untuk pulang menemuinya.Pernah sesekali saat berkirim kabar lewat udara, Sarah bertanya akan kejelasan hubungan pernikahan kedua orangtuanya. Namun, Seno tidak memberikan jawaban yang pasti."Bapak tidak akan menjanjikan apapun untuk kamu, Rah. Hanya saja, Bapak berusaha untuk menunaikan kewajiban Bapak sebagai orang tua. Memberi kamu yang setiap bulan. Maafkan atas perbuatan Bapak, Rah. Jangan harapkan Bapak pula
Beberapa bulan di rumah, Eka dan Sarah mencoba peruntungan nasib dengan berjualan makanan di depan rumah.Sebuah warung kecil didirikan di halaman. Eka bangun pagi buta untuk memasak. Dan mulai berjualan saat matahari sudah menyingsing.Tidak banyak untung yang ia dapatkan, akan tetapi, cukup untuk hanya sekadar makan sehari-hari.Sarah yang sudah berkomitmen membantu ibunya, bila suatu ketika kembali dari Jakarta, benar-benar menepati janjinya.Gadis itu melupakan luka laranya ditinggal pergi sosok yang dulunya sangat ia banggakan.Pernah kehilangan semangat hidup karena tidak tahu menahu kabar sang ibunda, kini, dirinya lebih mensyukuri apa arti kebersamaan.Setiap sebelum shubuh, Sarah bangun untuk membantu memasak.Selesai memasak, barulah berkemas-kemas berangkat sekolah. Pulang sekolah, kembali membantu ibunya di warung.Suatu ketika, Sarah mengatakan, kalau dirinya harus segera melunasi uang iuran bulanan di sekolah.
Eka diam. Bukan saatnya untuk menjawab. Hal yang dirinya inginkan adalah menyendiri. Kedatangan Seno setelah sekian lama tanpa kabar berita, adalah kejutan yang menyedihkan untuknya. Perlu waktu agar hati bisa berlapang dada dan pikiran bisa berpikir jernih. Ibu Sarah sadar sepenuhnya, antara dirinya dengan Seno harus ada sebuah pembicaraan. Setidaknya tentang kejelasan hubungan mereka. Akan tetapi, wanita itu ingin tidak saat ini. Segera bangkit dan menutup rapat warungnya. Melewati lelaki yang berdiri di samping pintu tanpa peduli untuk menutup daun yang terbuat dari kayu itu lagi. Eka berlari menuju pintu balai. Rata-rata rumah penduduk setempat memang ada balainya. Setelah mengambil beberapa baju, Eka kembali keluar. Dilihatnya Seno yang hendak menyusul. Namun, Eka segera berlari menghindar. Tujuan dari pelariannya adalah rumah orangtuanya. Mau kemana lagi? Dengan menghentikan motor yang lewat, Eka bisa keluar dari komplek t